Tuesday, July 28, 2009

Ramai-Ramai Migrasi ke LTE


Dapat dipastikan bahwa LTE (Long Term Evolution) akan menjadi standar baru (bahkan mungkin tunggal), jaringan selular masa depan. Pasalnya, trend migrasi operator yang sebelumnya mengusung CDMA kini semakin marak. Menurut catatan GSA (Global Mobile Suppliers Association), pada pertengahan tahun lalu sudah 30 operator CDMA di dunia yang sudah atau akan bermigrasi ke GSM. Sebelumnya sejumlah operator raksasa CDMA seperti AT&T dan Verizon di AS, KDDI dan NTT DoComo di Jepang, serta China Telecom telah mengumumkan akan bergabung dengan LTE.

Berdasarkan road map sebelumnya, setelah EV-DO maka evolusi selanjutnya dari CDMA adalah UMB (Unified Mobile Broadband). Sementara evolusi GSM, berturut-turut adalah GPRS, EDGE, EDGE (Evolved), WCDMA, HSPA, HSPA+ dan LTE. Namun tekanan pasar tampaknya dengan cepat mengubah skenario itu.

Seperti diketahui, GSM merupakan standar jaringan selular paling populer karena dukungan handset dan fitur ponsel yang sangat luas. Semua vendor ponsel papan atas memiliki seluruh varian produk GSM, dari low end hingga high end. Namun, untuk ponsel CDMA produk mereka terlihat sangat terbatas. Lihat saja Nokia atau Sony Ericsson, dari rata-rata 30 varian yang mereka luncurkan setiap tahun, ponsel berbasis CDMA bisa dihitung dengan jari. Selebihnya adalah GSM.

Alhasil dengan peta seperti itu, tidak tanggung-tanggung GSM hingga kini menguasai 86,6% pangsa pasar dunia. Selain dukunggan handset, pengguna GSM juga diuntungkan oleh interoperability beragam layanan, seperti roaming internasional yang terkoneksi dengan ratusan operator di seluruh dunia.

Nah, pada sisi ini, CDMA sudah kedodoran. Terlihat sekali pengembangan jaringan CDMA tak mampu mengimbangi GSM, meski kemampuan dan kualitas jaringan CDMA sedikit lebih unggul dari GSM, terutama untuk kecepatan akses data bergerak.

Salah satu operator yang sudah bermigrasi dari CMDA ke GSM adalah Vivo. Operator terbesar di Brazil ini dan Amerika Selatan dengan total pelanggan 40 juta ini, akhirnya mengalah setelah didesak oleh pelanggannya. Pada Agustus 2006, Vivo mulai melayani pelanggan GSM. Padahal sejak 2005, Vivo sudah menggelar jaringan EV-DO. Dengan dukungan dua vendor jaringan, Ericsson dan Hueawei, konsep migrasi Vivo mengusung teknologi GSM overlay dan memanfaatkan BTS serta spektrum radio yang sebelumnya digunakan jaringan CDMA. Total lebih dari 11 ribu BTS yang ditambahkan konstruksi jaringan GSM. Alhasil, Vivo kini memberikan dua layanan GSM dan CDMA.

1 comment:

Anab Afifi said...

Itu kan asumsi you saja. Pasar Indonesia ini anomali. Apa yang terjadi di belahan negeri lain itu belum tentu akan sama trend nya di sini.

Teknologi dipakai bukan pada asas manfaatnya dan kebutuhannya.

Selanjutnya, semua juga trgantung kebijakan Pemerintah juga. Akan kemana arah kebijakan itu kelak.