Monday, July 27, 2009

Menuju Less Cash Society



Berbagai jenis kartu pintar kini semakin populer. Dengan kartu tersebut, kita bisa belanja di super market, membeli BBM, membeli pulsa, membayar taksi, hingga membayar tarif tol, tanpa harus menggunakan uang tunai yang kerap bikin ribet. Perbankan memang sedang getol meluncurkan kartu yang juga disebut micropayment atau prepaid ini.

Dua bank swasta, Bank DKI dan BCA lebih dulu tancap gas. Jika Bank DKI mengeluarkan JakCard untuk pembayaran busway, BCA merilis Flazz Card yang bisa dipakai berbelanja di jaringan super market Alfamart, Indomaret, Carrefour, McDonald, hingga membeli tiket bioskop.

Bank-bank pelat merah pun tak mau ketinggalan. Menggandeng Alfamart, belum lama ini Bank BNI memperkenalkan kartu sejenis. Pada tahap awal bank BNI mengeluarkan total 500.000 kartu. Langkah Bank BNI mengikuti jejak Bank Mandiri yang sudah memiliki dua produk di segmen ini, yakni Gaz Card untuk pembelian BBM dan e-Toll Card untuk pembayaran tiket tol secara elektronik.

Bank Mandiri sebenarnya bukanlah bank pertama yang meluncurkan kartu tol. Beberapa tahun lalu, Bank Niaga yang berganti baju menjadi Bank CIMB Niaga sudah memperkenalkan layanan sejenis. Namun entah mengapa, layanan itu kurang populer. Bisa jadi karena timing yang terlalu cepat.

Dengan mulai banyaknya ragam kartu pintar, tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mulai memasuki era less cash society. Tingginya pembayaran dengan menggunakan ATM dan kartu kredit, mampu meredam peredaran uang tunai di masyakat. Meski begitu, penerapan less cash society di Indonesia masih terbatas, baik sisi jumlah maupun fungsinya. Dari 60 juta jumlah nasabah bank di Indonesia, baru 15 juta orang saja yang terbiasa menggunakan transaksi non tunai, baik kartu kredit, kartu debet maupun ATM. Ketiga transaksi itu, masih tegolong tahap dasar.

Tahap menengahnya adalah pre-paid atau e-wallet. Nah, transaksi jenis inilah yang belakangan mulai digarap secara serius oleh perbankan nasional, meski masih terbatas. Tahap lanjutan yang akan dilalui oleh perbankan Indonesia adalah transaksi non-tunai di tataran ritel. Pada tahap ini, less cash society sudah sangat kongkret, karena obyek pembayaran meluas pada jaringan pusat perbelanjaan, POM bensin, merchant-merchant, transportasi dan berbagai obyek publik lainnya.

Trend kartu pintar memang menjanjikan peluang bisnis. Pangsa pasar micro payment yang diperebutkan perbankan paling tidak mencapai Rp 113 triliun, di mana pada saat ini 77 % transaksi retail masih dilakukan secara cash. Apabila suatu bank dapat menjadi pemain utama dalam layanan dompet elektronik, dapat dipastikan jumlah nasabah dan uang yang disimpan di bank itu akan bertambah secara signifikan. Apalagi masih ditambah dengan pendapatan fee dari transaksi pembayaran elektronik.

Meski menjanjikan, hambatan utama implementasi dompet elektronik adalah belum adanya standardisasi EDC (Electronic Data Capture), sehingga EDC yang dipakai sebuah bank belum tentu sesuai dengan bank yang lain. Inilah salah satu pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh BI.

No comments: