Monday, November 29, 2010

Mobile Internet : Masih Sebatas OPUD


Sudah sejak beberapa bulan terakhir, teman saya memutuskan untuk tidak melanjutkan aktifitas isi ulang layanan mobile internet milik satu provider GSM. Alasannya klasik, putus nyambung, putus nyambung. Jika dipakai di rumah, kondisinya lebih parah lagi, terutama pada saat hari libur yang benar-benar nggak nyambung. "Meski unlimited, tapi kualitasnya benar-benar payah, tidak sebanding dengan biaya yang harus saya keluarkan, Rp 200 ribu/bulan", katanya sambil bersungut-sungut.

Pengalaman yang teman saya rasakan, mungkin pernah juga menimpa Anda. Tak sedikit yang memutuskan pindah 'ke lain hati'. Iming-iming harga murah, jangkuanan luas, layanan unlimited, dan sederetan jargon iklan lainnya, memang seharusnya membuat kita tidak terpukau. Sebab, mobile internet memiliki karakteristik yang berbeda dengan layanan tradisional yang selama ini sudah lebih dulu akrab, yakni voice dan SMS.

Karena membutuhkan bandwidth besar, layanan mobile broadband mensyaratkan tiga paremater yang wajib dipenuhi oleh setiap operator. Yakni sudah meng-cover sedikitnya 95% penetrasi jaringan 3G, quality of service (PDP success rate 98,5%, data serving through put 80%) dan utilisasi perangkat (Internet dan BlackBerry 80%, PS Core 80% dan Node B/3G 60%).

Alhasil, dengan beragamnya kualitas menyangkut coverage, capacity hingga quality, terdapat tiga katagori mobile broadband, yakni Ready and Good (indeks >75%), Ready But Sufficient (Indeks >50%), dan Not Ready (Indeks <50%).

Kota-kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya, rata-rata sudah tergolong sebagai Ready and Good. Hal ini cukup masuk akal, karena hampir semua operator memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki untuk menggarap pasar yang sudah terbilang siap dengan layanan data. Namun, bukan berarti soal coverage merata, karena banyak juga jaringan operator di kota besar yang masih blank spot, terutama di kawasan perumahan.

Meski memiliki potensi besar, nyatanya operator masih belum agresif dalam menggenjot layanan broadband. Investasi yang mahal, membuat mereka (sementara ini) masih fokus ke layanan tradisional. Meski pertumbuhannya menunjukkan trend stagnan, namun SMS dan voice masih menyumbang sekitar 60% total revenue operator.

Nah, melihat beban investasi dan kondisi dilapangan, bisa dipastikan kualitas jaringan broadband yang ditawarkan operator sangat beragam. Bahkan, jika dikaitkan dengan banyaknya keluhan, dapat dipastikan sebenarnya kualitas broadband di Indonesia sebagian besar masih terbilang "Ready But Sufficient" atau bahkan "Not Ready".

Alhasil, jangankan untuk aplikasi yang berat seperti download gambar atau dokumen, aplikasi yang ringan saja, seperti email atau melongok ke situs jejaring sosial, pelanggan sering mengeluhkan karena lelet. Kalau sudah begini, tak ada istilah lain kecuali OPUD (Over Promes Under Delivery).





Tuesday, November 23, 2010

Tablet PC, Dari Transnote, Ultra Mobile Hingga iPad


So cool! Inilah ungkapan yang tepat bila ditengah meeting, seorang klien mengeluarkan iPad yang menjadi incaran Anda belakangan ini. Yup, iPad yang note bene merupakan tablet PC generasi anyar, kini mampu menggusur Blackberry di segmen gadget kelas premium. Spesies baru yang diposisikan sebagai MID (Mobile Internet Device) ini, tidak sekedar berguna untuk mendukung beragam aktifitas mobile, namun juga sudah menjadi fashion statement untuk mendukung citra diri.

Namun ditengah momentum pertumbuhan, percayakah Anda, bila tablet PC memerlukan waktu yang sangat panjang untuk menjadi produk massal seperti laptop atau netbook. Dan lagi-lagi Apple, menjadi vendor yang mampu mengubah mindset konsumen di seluruh dunia. Dengan memanfaatkan momentum mobile broadband, serta memperluas fungsi dan aplikasi, Apple sukses menjadikan tablet PC sebagai gadget impian. Padahal, jauh sebelum Apple, dua vendor raksasa, IBM dan Microsoft, sudah melakukan eksplorasi dengan mengeluarkan varian sejenis. Namun sayang, keberuntungan belum memihak mereka.

The Story Behind
Perkembangan Tablet PC sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Vendor-vendor raksasa telah kebelet untuk bisa menciptakan komputer yang sanggup mengenali tulisan tangan, dan mampu mengubahnya menjadi teks yang dapat disunting, seperti dalam program pengolah kata.

Usaha itu mulai berhasil, ketika IBM meluncurkan TransNote pada awal 2001. Produk ini adalah kombinasi notebook seri ThinkPad dengan sebuah buku tulis biasa (writing pad), yang digabungkan ke dalam sebuah map folio dari kulit berwarna hitam yang elegan. Bila tidak digunakan notebook-nya, pengguna TransNote bisa membuat catatan diatas buku tulis itu.

Stylus yang khusus disediakan, membuat semua coretan berupa tulisan huruf tegak, diagram, denah, dan sebagainya, bisa disimpan secara otomatis dalam sebuah file di hard disk dalam notebook. Sayang, meski sempat mencuri perhatian, TransNote setahun kemudian hanya tinggal sejarah.

Microsoft Experience
IBM boleh saja mengubur TransNote yang layak disebut sebagai cikal bakal tablet PC. Namun tidak bagi Bill Gates. Apalagi jauh sebelum IBM mengembangkan TransNote, pada 1997, juragan Microsoft itu rupanya sudah memperkerjakan dua insinyur terbaik untuk menghasilkan produk sejenis.

Pada pameran Comdec di AS, November 2001, Bill mulai menebar 'ancaman' dengan mempertontonkan prototipe tablet PC karya Microsoft, yang diberi label ID-enhanced. Dan, setahun kemudian, versi komersialnya resmi diluncurkan. Tak tanggung-tanggung, sebanyak delapan vendor terlibat dalam proyek ambisius itu, seperti Compaq, Acer, Fujitsu, VIA Technology, dan Viewsonic. Salah satu fasilitas koneksi yang pada saat itu mulai mencorong, yakni WiFi, turut dibenamkan dalam gadget berbasis Windows itu.

Namun seperti halnya IBM, jalan terjal pun menghadang Microsoft. Lebih dari dua tahun sejak diluncurkan, produk ini tidak banyak direspon pasar. Meski telah didukung oleh hampir seluruh vendor komputer kelas dunia, termasuk IBM yang sebelumnya oga-ogahan, ID-enhanced besutan Microsoft tak juga menjadi produk massal. Analis menilai, kendala utama adalah keterbatasan software dan harga yang relatif mahal.

Menyerahkan Gates? Tidak juga. Pendiri Bill Gates Foundation ini, tetap mencoba peruntungan. Pada 2007, Gates membenamkan OS Longhorn pada tablet PC generasi selanjutnya, yakni Microsoft Ultra Mobile. Gates berharap, dengan penetapan harga yang terjangkau, antara US$ 600 - 800, gadget ini dapat lebih populer.

Namun, apa mau dikata, disaat Microsoft masih tertatih-tatih, Apple dengan iPad-nya justru mampu menyalip 'ditikungan'. Dukungan jutaan aplikasi di Apple Store, membuat iPad menjelma menjadi gadget pendukung gaya hidup. Berkat iPad, tablet PC kini bersiap menjadi produk masal.

Ironisnya, alih-alih mengejar Apple, tak terdengar lagi upaya Microsoft mempersiapkan tablet PC andalannya, selain Microsoft Zune yang diluncurkan beberapa bulan lalu untuk mengimbangi dominasi iTunes di pasar musik digital. Bill Gates tampaknya sudah menyimpan rapat-rapat ide melanjutkan produk tablet PC di lemari kantornya.

Thursday, November 18, 2010

Tablet, The New Rising Star!


Cepatnya perkembangan teknologi, berdampak terhadap pendeknya siklus sebuah produk. Tengok saja, netbook. Spesies ini, pertama kali hadir di akhir 2007. Krisis global yang dipicu oleh kehancuran industri properti di AS, membuat prefensi konsumen berubah. Banyak yang awalnya adalah snob costumer tiba-tiba menjadi smart spender, termasuk dalam urusan gadget. Dengan budget yang terbatas, pilihan terhadap notebook misalnya tentu tak sesuai kantung. Apalagi jika aktifitas cuma sebatas browsing atau up date status di jejaring sosial. Produsen pun dengan jeli menangkap peluang, sehingga netbook yang sebelumnya hanya diposisikan sebagai gadget alternatif, malah jadi fenomena sepanjang 2008 - 2009, menggusur laptop.

Namun era laptop mini, diperkirakan hanya akan seumur jagung. Penyebab apalagi kalau bukan kehadiran tablet. Dipicu oleh meledaknya penjualan iPad diseluruh dunia yang mendorong vendor-vendor lain untuk bertarung di segmen yang sama, lembaga survey pun memprediksi bahwa komputer genggam itu akan merajai pasaran dalam empat tahun ke depan.

Gartner misalnya, memperkirakan penjualan tablet media di seluruh dunia akan mencapai 19,5 juta unit pada 2010, kemudian melonjak 54,8 juta unit pada 2011- naik 181 persen dari tahun 2010, dan melampaui 208 juta unit pada 2014.

Di Indonesia sendiri, sepanjang 2010 kiprah tablet PC dianggap masih sebatas penjajakan. Namun dengan edukasi yang konsisten serta penetrasi produk yang massif dari berbagai vendor serta operator, pada 2011 nanti, iPad dan 'teman-temannya' akan menggila, dan bukan tak mungkin menggilas penjualan netbook.

Bagi Ketua Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) Suhanda Wijaya, tablet PC masuk dalam kategori mobile internet device (MID).

Di mana pada produk ini, pengguna tak cuma bisa berselancar di internet, mengelola email, dan membereskan pekerjaan kantor. Namun juga bisa dipakai untuk bertelepon ria. Nah, lantaran kemampuannya yang 'kaya', Suhanda optimistis produk MID alias tablet PC akan semakin populer di tengah masyarakat.

"Nanti juga bakal meng-overlap netbook. Tunggu saja di 2011," tukasnya.

Apa dasarnya? Tablet PC sudah mampu mengakomodir kebutuhan dasar pengguna. Mulai dari cek email, internetan, hingga telepon. Jadi lebih efisien, tegas Suhanda.

Hal itupun sudah dibuktikan oleh Samsung ketika melepas perdana tablet PC mereka, Galaxy Tab ke pasaran. Animo masyarakat sampai membuat antrean mengular dan menghabiskan stok barang cuma dalam waktu beberapa jam. "Sekarang dengan harga hampir sama dengan ponsel, kita sudah bisa dapat tablet PC. Itu sudah bisa dipakai telepon, email, internet, dan kerja," tandasnya.

Emirsyah Satar Pun Menenteng iPad


Kehadiran iPad akan memberikan banyak perubahan dalam keseharian penggunanya. Gadget canggih ini besutan Apple itu, semakin melengkapi gaya hidup masyarakat dunia yang semakin go digital.

Berkat iPad, istilah dunia dalam genggaman kini bukan lagi sekedar jargon. Perangkat digital yang merupakan perpaduan antara laptop dengan smartphone ini, memiliki fitur super untuk meningkatkan produktifitas penggunanya, seperti e-book reader, pemutar video hingga game konsol (hiburan) dan lainnya

Komputer tablet keluaran Apple Computer Inc itu semakin digemari banyak orang di seluruh dunia, bahkan kehadiran iPad disebut-sebut akan segera mengubah banyak hal dalam keseharian penggunanya. Bagaimana tidak, dengan perangkat komunikasi sekecil ini setiap orang yang memilikinya dapat melakukan banyak hal, mulai dari aktivitas sosial seperti browsing dan chatting di jejaring sosial hingga aktivitas bisnis.

Kehadiran iPad ini semakin melengkapi gaya hidup digital yang tengah mewabah di seantero dunia mengingat iPad memang sangat memanjakan penggunanya dalam membaca data digital, termasuk buku-buku digital, dengan mudah dan cepat. Tak hanya itu, untuk urusan membuka data gambar, video, musik, bahkan untuk main game pun, iPad sangat mumpuni.

Untuk urusan menampilkan gambar, Ipad juga menjadi gadget yang menyenangkan. Gambar terlihat cerah dan begitu kontras. Dengan teknologi Premi IPS, gambar yang terpampang bisa dilihat dari sudut pandang yang cukup luas.

Adanya iPad ini juga bakal menggantikan era cetak bagi media massa mengingat beberapa surat kabar kini dapat diakses melalui iPad. Bahkan media yang sempat tutup kini hadir kembali dengan versi digitalnya di iPad.

iPad memang diciptakan untuk berbagi kesenangan sekaligus mengakomodir kebutuhan para pekerja profesional yang acap kali harus menemui klien untuk melakukan presentasi bisnis. Bahkan dengan posisi berdiri pun, Anda bisa menunjukkan materi presentasi yang akan disampaikan.

Gadget canggih ini menjadi pilihan banyak ornag mengingat tingkat kesulitan untuk mempelajari iPad cukup rendah dan kemampuan sistem operasinya membuatnya mudah digunakan.

Seperti Virus
Demam Ipad sudah begitu menggeliat, bukan hanya di luar negeri di Indonesia pun sudah terkena wabahnya. Salah satu yang terkena dampak demam iPad adalah Dirut Garuda Emirsyah Satar. Ke mana-mana dia tak lagi menenteng notebook, tapi iPad. Bahkan dia juga mewajibkan jajaran direksi lainnya untuk selalu membawa iPad untuk urusan pekerjaan.

Dengan adanya iPad, Emirsyah benar-benar terbantu dalam urusan pekerjaan. Saat memberikan presentasi kepada para mitra, Emirsyah juga menggunakan iPad. Dia sudah jarang menggunakan PC atau laptop, termasuk membaca berita.

Di Amerika Serikat, nenek yang berumur hampir 100 tahun pun bisa kepincut iPad dan suka dengan tablet komputer terbaru buatan Apple itu. Memang erangkat berlayar sentuh semacam iPad dapat berpotensi menjadi alat komunikasi bagi orang yang mengalami kemunduran fungsi fisik, seperti para manula dan penyandang penyakit saraf.

Sejak terserang glaukoma, nenek itu kesulitan membaca buku-buku koleksinya. Kini, dengan hadirnya iPad, dia bisa kembali membaca dan bahkan menulis dengan lebih mudah. Dia bisa mengatur ukuran huruf yang paling pas buat matanya tanpa repot menggunakan mouse atau keyboard seperti kalau menggunakan komputer.

Yang lebih dahsyat lagi Perdana Menteri Norwegia kini dapat memerintah Lewat iPad. Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg adalah salah satu dari jutaan orang yang terjebak di bandara akibat meletusnya Gunung Eyjafjallajokull, Eslandia, beberapa waktu lalu. Meski pesawatnya tertunda di New York, sang PM tetap bisa mengendalikan pemerintahan. Komunikasi dengan stafnya di Norwegia tetap dilakukan menggunakan berbagai perangkat telekomunikasi termasuk iPad.

Ragam Aplikasi
Apa yang membuat iPad begitu heboh? Komputer tablet berlayar sentuh ini tidak hanya sekedar perangkat hiburan, tetapi juga bisa difungsikan untuk banyak hal karena beragamnya aplikasi yang ada di dalamnya.

Salah satunya adalah membantu penderita stroke. Menurut Profesor Gregg Vanderheiden dari Universitas Wisconson, Madison, AS, yang mencoba memanfaatkan iPad untuk membantu penderita stroke mengatakan bahwa dengan aplikasi tambahan yang memberdayakan fitur layar sentuh, iPad bisa menjadi alternatif alat komunikasi murah bagi orang-orang yang kesulitan menggunakan bahasa verbal. Sasaran pengguna yang bisa memanfaatkan iPad untuk kebutuhan tersebut tidak hanya penderita stroke, tetapi juga anak-anak autis dan penderita gangguan saraf. iPad menjadi solusi murah bagi mereka.

Untuk aplikasi, saat ini sudah ada yang mengembangkan hal itu, seperti Prologue2Go buatan AssistiveWare yang memanfaatkan bahasa simbol sebagai pengganti kata. Meski berbayar, setidaknya peranti ini masih lebih murah ketimbang alat bantu standar.

Bukan hanya itu saja, sebuah restoran di Sydney, Australia, pun kini menggunakan iPad sebagai buku menu. Semua menu yang diinginkan pengunjung restoran kini hadir di layar iPad. Keberadaan aplikasi khusus yang ditanamkan pada iPad memungkinkan pengunjung restoran menyusuri lembar demi lembar halaman menu virtual hanya dengan menyentuh dan menggeser jemari mereka pada layar iPad.

Aplikasi iPad ini juga bisa mengawasi data stok makanan dan minuman. Jika telah habis, makanan dan minuman tersebut otomatis akan hilang dari daftar menu. Setelah selesai menentukan menu, nantinya semua daftar pesanan akan langsung terkirim ke data di dapur.

Di Vatikan, seorang uskup baru-baru ini mengembangkan sebuah aplikasi yang akan membuat pastor bisa memimpin misa dengan iPad di altar layaknya misa biasa. Aplikasi yang diberi nama iBreviary ini berisi buku doa-doa sehari-hari digunakan oleh para pastor dan tata perayaan misa lengkap berisi semua yang diucapkan dan dinyanyikan dalam misa sepanjang liturgi.

Monday, November 15, 2010

Internet Murah Ala Telstra


Kebutuhan akses internet semakin hari kian dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Setelah Finlandia menetapkan akses internet sebagai hak yang harus dimiliki oleh setiap warga negaranya, kini giliran Australia mengikuti jejak negeri Skadinavia itu.

Telstra sebagai provider jasa sambungan telepon lokal dan jarak jauh, telepon seluler, akses internet terbesar di Australia menyediakan akses internet murah bagi warga Australia. Kontrak penyediaan layanan koneksi Internet yang lebih cepat, murah, dan efisien senilai 11 miliar dollar Australia atau setara 9,6 miliar dollar AS dilakukan bersama pemerintah Australia. Pemerintah berharap jaringan internet murah dapat terpasang di rumah penduduk di seluruh Australia.

Kontrak tersebut merupakan upaya untuk menghubungkan 90 persen rumah di Australia, termasuk di daerah terpencil di pedalaman dan yang tersebar di pesisir, pada 2017. menurut Menteri Komunikasi Stephen Conroy kesepakatan ini bentuk konkret kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk bersama-sama merevolusi sektor telekomunikasi.

Internet murah ini dimungkinkan dengan adanya kerjasama yang dilakukan Telstra dengan perusahaan milik negara, National Broadband Network (NBN), yang tengah membangun jaringan untuk menyediakan jaringan Internet berkecepatan tinggi. Dengan adanya kerjasama ini diharapkan NBN dapat memperoleh akses ke infrastrukstur milik Telstra. Hal ini tentunya akan membuka jalan menuju pembangunan jaringan yang lebih cepat, murah, dan efisien

Untuk mendukung program tersebut, pemerintah Australia telah menganggarkan dana senilai 43 miliar dollar Australia. Kalangan pemerintah optimis kerjasama antara NBN dan Telstra dapat segera diimplementasikan agar membawa dampak yang signifikan baik bagi negara maupun perekonomian.

Seperti halnya negara-negara di kawasan Asia Pasifik, lembaga pengawasan industri telekomunikasi Australia, Telecommunications Industry Ombudsman, tengah berjuang untuk terus meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi dan internet. Lembaga ini mengakui bahwa kualitas layanan operator telekomunikasi di Australia masih dipertanyakan. Pelanggan sering mengeluhkan kualitas layanan. Tema keluhan yang masih sering diungkapkan pengguna diantaranya, layanan internet, dan layanan Mobile premium.

Namun demikian, tercatat terjadi penurunan jumlah keluhan pelanggan layanan telekomunikasi. Sepanjang tiga bulan terakhir dari Januari 2010 hingga Maret 2009, jumlah keluhan menurun dari 54.287 keluhan menjadi 52.730 keluhan.

Meski menurun, angka di kisaran 52 ribu dalam kurun waktu tiga bulan masih terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Inggris. Di negara tersebut jumlah keluhan dalam tiga bulan hanya 8867 itu pun dalam jangka waktu setahun pada periode 2008-2009. Sedangkan pada periode satu tahun di Australia jumlah keluhan mencapai 230.065 keluhan sejak 2008 hingga 2009.

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Telstra mengatakan, secara matematis jumlah keluhan terus menurun sejak tiga tahun terakhir. Telstra juga telah melatih petugas customer service-nya agar memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan.

Broadband Super Cepat
Diluar kesepakatan dengan Telstra, pemerintah Australia berkomitmen jaringan internet dengan kecepatan 40 kali dari kecepatan broadband yang kini ada, untuk melayani 98% penduduk, kata Menteri Broadband, Komunikasi dan Ekonomi Digital, Senator Stephen Conroy.

Pembangunan jaringan nasional internet berkecepatan tinggi yang disebut fibre-to-the node (FTTN) itu, menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong Australia menjadi bagian dari abad ke-21.

"Bagi dua persen penduduk Australia sisanya, mereka akan menerima layanan standar yang sedapat mungkin mendekati apa yang ditawarkan jaringan baru itu serta mendapat pelayanan melalui teknologi satelit, gelombang mikro, dan nirkabel terbaik," katanya.

Pemerintah, kata Senator Conroy, menerapkan proses yang terbuka dan transparan dalam menentukan pihak yang akan membangun jaringan yang sudah diimplementasikan sejak Juni 2008.

Australia tercatat sebagai negara di kawasan Asia Pasifik yang telah lama memasyarakatkan pemakaian jaringan internet berkecepatan tinggi (broadband).

Setidaknya ada 10 perusahaan jasa penyedia layanan broadband di negara benua berpenduduk sekitar 21 juta jiwa itu, yakni Bigpond (terbesar), Optus, Internode, 3 Mobile, Unwired, People Telecom, Westnet, Dodo, Simpliciti, dan Netspace.

Tuesday, November 9, 2010

Akhirnya RIM Pun Mengiklankan Blackberry


Belakangan, iklan Blackberry (BB) terbaru yakni Torch mulai menghiasi sejumlah media, baik cetak maupun online. Menariknya, iklan tersebut langsung dipublikasikan oleh sang produsen yakni RIM (Research in Motion). Sebelumnya, iklan-iklan BB yang bertebaran di media massa, merupakan gawean operator yang menjadi mitra RIM. Sementara RIM sendiri, menikmati betul banjir publisitas dari hasil word of mouth, yang menjadikan BB sebagai gadget paling keren, tidak hanya mendukung gaya hidup namun juga aktifitas mobile internet yang terus marak. Sehingga, sejak kehadirannya sekitar enam tahun silam di Indonesia, nyaris RIM tak mengeluarkan dana promosi sepeser pun.

Apa yang mendasari keputusan RIM untuk beriklan? Merujuk pada pandangan pakar public realtion, Al Ries, langkah tersebut sejalan dengan tren mulai menurunnya publisitas karena dimata media, tak ada lagi yang spesial dari BB, selain sebagai gadget untuk merambah dunia on-line yang sudah dibangung selama ini. Itu sebabnya, setelah brand equity terbentuk dari publisitas maka langkah selanjutnya untuk mempertahankan merek adalah dengan beriklan.

Ries yang juga penulis "The Fall of Advertising and The Rise of PR", bilang untuk tetap berada di memori konsumen, perusahaan tak bisa lagi mengandalkan publisitas apalagi jika obyek yang disodorkan tak lagi memiliki value proposition yang kuat di mata media. Bagi media, terpenting adalah apa yang paling terbaru, bukan pada apa yang disodorkan oleh produsen. Iklan juga diperlukan, terutama untuk mempertahankan pangsa pasar, karena gempuran para pesaing pasti akan semakin deras.

Digerus Android
Pandangan Ries ini memang tepat. Tengok saja, pasar smartphone di AS kini berubah drastis sejak Google mengusung Android pada akhir tahun lalu. Sesuai prediksi, Android kini tumbuh cukup pesat ketimbang platform lainnya.

Data yang dirilis oleh comScore MobiLens, awal pekan ini, menunjukkan untuk periode tiga bulan per Agustus 2010, 234 juta orang AS yang sedikitnya berusia 13 tahun menggunakan ponsel berbasis Android.

Pada bulan Mei hingga Agustus 2010, pangsa pasar Android di AS tumbuh 51 persen, dari 13 persen menjadi 19,6 persen. Pertumbuhan Android ini satu-satunya yang positif dibandingkan platform lainnya yang justru minus alias merosot.

Bandingkan dengan penguasaan pasar produsen BlackBerry, RIM, yang anjlok dari 41,7 persen pada bulan Mei 2010 menjadi 37,6 persen pada periode yang sama. Sementara itu, pasar Microsoft juga terkikis dari 13,2 persen menjadi 10,8 persen.

Apple dan Palm bernasib sama, yaitu hanya membukukan penurunan pangsa pasar yang tipis. Pada bulan Mei, Apple menguasai 24,4 persen atau turun tipis pada bulan Agustus 2010 menjadi 24,2 persen. Palm juga turun dari 4,8 persen menjadi 4,6 persen.

Melihat data-data tersebut, tampaknya demam android mulai memakan korban. Kondisi ini dipastikan juga akan segera merambah ke Indonesia, mengingat sejumlah vendor handset sudah mulai meramaikan line-up produk Android , seperti Nexian, Samsung, Motorola, Sony Ericsson dan HTC. Apalagi, sebagai open source, smartphone berbasis Android memiliki kelebihan dibandingkan gadget sekelas lainnya, yakni fitur yang tak kalah canggih namun harga yang lebih murah.

Monday, November 8, 2010

Batam, Surga Belanja Warga Singapura


Akhir bulan lalu, saya sempat mengunjungi Batam. Meski tidak memiliki waktu cukup banyak untuk mengeksplorasi kota ini, namun melihat geliat ekonomi yang dipicu oleh sektor jasa dan retail, tak ada yang membantah jika Batam terus berdetak kencang sebagai magnet pertumbuhan Indonesia, khususnya kawasan Kepri.

Memang dengan membaiknya perekonomian dan meningkatnya daya beli, belakangan ini telah banyak kota-kota di Indonesia yang mencoba menjadi kota tujuan wisata belanja. Namun sejauh ini predikat sebagai kota belanja, tetap melekat kuat pada Batam. Apalagi mal atau pusat-pusat perbelanjaan baru terus bermunculan. Sebut saja Lucky Plaza, DC Mall, Centre Point, dan Mega Mall Batam Centre, Nagoya Hill, dan yang belum lama ini buka, Harbour Bay. Banyak sekali outlet di pusat-pusat perbelanjaan itu yang menjual produk-produk international brand, parfum, jam tangan, tas, dan gadget.

Alhasil, Anda pasti tergiur belanja di batam karena selain bisa mendapatkan barang yang jarang dijumpai di pasaran, produk yang dijual juga lebih murah karena bebas bea cukai alias duty free shop.

Nah, selain mampu menarik minat belanja warga lokal yang 'kebelet' dengan barang-barang branded, belakangan ada fenonema menarik di Batam, yakni serbuan warga Singapura. Setiap akhir pekan, ribuan warga negeri tetangga itu menyerbu datang ke Batam. Sebagian datang untuk berwisata, namun lebih banyak lagi yang bertujuan membelanjakan dollarnya untuk memborong barang-barang kebutuhan sehari-hari. Harga yang murah dibandingkan hypermarket sejenis di negerinya, membuat para warga Singapura itu, kini menjadikan Batam sebagai surga produk-produk retail.

Mudah ditebak, tumbuhnya market baru yang didominasi pelanggan dari Singapura ini mendorong retailer kelas kakap memperluas ekspansi ke Batam. Tengok saja langkah PT Carrefour Indonesia. Juli silam, Carrefour resmi mengoperasikan gerai di Harbour Bay. Dan dalam waktu dekat, penguasa terbesar pasar hypermarket ini, akan membuka satu gerai lagi di Kepri Mal Batam.

Kehadiran dua gerai di Batam itu, semakin memperkuat posisi Carrefour terutama di luar Jawa yang tumbuh prospektif. Saat ini Carrefour telah memiliki 83 gerai di 26 kota.

Satria Ahmadi, Manajer Humas Carrefour Indonesia, bilang sebanyak delapan dari gerai tersebut baru beroperasi tahun ini. Rencananya, Carrefour akan menambah lagi lima gerai baru hingga akhir tahun ini.

Wednesday, November 3, 2010

Sigi SCTV, Momentum Publisitas Yang Hilang


Anda tentu sudah mengetahui polemik batal tayangnya program Sigi. Menteri Hukum dan Ham Patrialis Akbar yang diisukan bakal terkena reshuffle, dituding telah mengintervensi agar SCTV tidak menayangkan program bertajuk "Bisnis Seks di Balik Terali Besi" yang seharusnya sudah dapat dinikmati pemirsa pada 13 Oktober 2010 lalu.

Kisruh itu pun akhirnya melibatkan Dewan Pers. Setelah melakukan pertemuan dengan Patrialis pada Jumat (22/10), Dewan Pers yang diketuai Bagir Manan, akhirnya menyimpulkan bahwa tayang atau tidaknya program SIGI itu, diserahkan sepenuhnya kepada pihak SCTV.

Bagir mengatakan berdasarkan pengakuan pihak Kementerian Hukum dan HAM, tidak ada intervensi dari mereka kepada SCTV terkait program tersebut. Namun, menurut Bagir, Dewan Pers akan terus melakukan pemeriksaan terkait hal tersebut.

Pihak SCTV sendiri merasa diintervensi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia soal penayangan program Sigi itu. “Dari kronologi yang kami alami, intervensi itu jelas ada,” kata Kepala Liputan 6 News Center SCTV Don Bosco Selamun.

Don bilang, seseorang yang mengaku sebagai staf Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berkali-kali menelepon, mengirim pesan singkat, hingga datang ke kantor SCTV, meminta program Sigi tersebut tak ditayangkan.

Sebelumnya pihak redaksi SCTV bergeming dan memutuskan untuk tetap menayangkan meski harus menunda sepekan kemudian. Namun, tunggu punya tunggu, jutaan pemirsa hanya kembali menelan kekecawaan karena tayangan yang membuka borok di lingkungan penjara itu tetap tidak muncul. Sampai belakangan diketahui, 'intervensi' justru dilakukan sendiri oleh Dirut SCTV Fofo Sariaatmadja.

Bisnis Vs Politik
Memang setelah pertemuan yang terkesan cuma basi-basi tersebut, kini 'bola' sepenuhnya berada di SCTV. Namun, dari diskusi saya dengan sumber di SCTV, Fofo tampaknya lebih memilih untuk 'membekukan' program kontroversial itu, terutama untuk menghindari benturan lebih jauh dengan sumbu-sumbu politik. Keputusan Fofo untuk 'mengalah',jelas tidak populer. Tidak hanya internal SCTV, namun juga masyarakat yang rindu dengan tayangan bermutu.

Saya sendiri sangat menyayangkan keputusan tersebut. Padahal, jika benar-benar on-air, niscaya pamor SCTV di segmen berita punya kesempatan untuk kembali meroket. Sebelumya, meski bukan dikenal sebagai stasiun TV berita seperti Metro TV, SCTV memiliki kredibilitas yang tinggi dalam setiap penayangan berita. Analisis mendalam dan kritis, menjadi poin penting yang menjadi diferensiasi sekaligus kekuatan program berita SCTV. Video kekerasan yang terjadi di STPDN beberapa waktu lalu, semakin memperkuat citra tersebut.

Bahkan untuk program Sigi, Selama dua bulan berturut-turut, Maret dan April 2008, program investigasi khas Liputan 6 itu, pernah meraih penghargaan dari dua buah lembaga berbeda: Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Dari AJI, karya berjudul "Anak-Anak Yang Tercerabut" memperoleh penghargaan sebagai Juara II dalam lomba Karya Jurnalistik bertemakan Buruh Anak. Sedangkan dari Dephukham, Sigi 30 Menit meraih Juara Pertama atas liputan bertajuk "Di Nusa Kambangan Menanti Eksekusi".

Tak dapat dipungkiri, hijrahnya banyak figur penting seperti Indi Rahmawati cs, ke TV One, jelas melemahkan divisi news SCTV. Kondisi bukan semakin membaik, karena sang nahkoda, Rossiana (Rossy) Silalahi yang sebelumnya menjabat sebagai Pemred Liputan 6, memilih hijrah ke Global TV karena terus berbenturan dengan kebijakan yang digariskan oleh Fofo. Alhasil, divisi news SCTV boleh dibilang hanya menjadi pelengkap dari divisi program (musik dan entertainment).

Kini tayangan musik seperti InBox, reality show dan lusinan sinetron yang dinilai memiliki rating tinggi, lebih banyak menghiasi layar SCTV. Program berita benar-benar terpinggirkan. Indikasinya tak hanya menyangkuat kualitas, namun juga konsistensi. Ambil contoh, Liputan 6 Malam yang sebelumnya tayang tepat pukul 12, kini harus mengalah digusur sinetron. Tayangan berita malam ini bahkan kerap tayang pukul 01.30, saat kebanyakan orang sudah terlelap tidur

Keputusan Fofo yang menghentikan tayangan SIGI bertema seks dipenjara itu, memang patut disayangkan. Sebab inilah momentum bagi SCTV untuk kembali bisa bersaing di segmen berita, yang kini relatif sudah direbut oleh Metro TV dan TV One. Apalagi publisitasnya sudah sedemikian heboh dan gratis pula. Semua media kecil dan besar, termasuk Tempo Group, memberitakan polemik ini.

Namun dari sisi manajemen, keputusan Fofo dapat dipahami. Sebab diantara pengelola TV lainnya, keluarga Fofo dikenal paling 'independen'. Mereka tak suka 'berpolitik'. Sebagai pebisnis murni, keluarga ini sangat berhati-hati, apalagi jika hal itu berpotensi mengganggu kelangsungan bisnis yang sudah dibangun selama ini.

Bandingkan dengan Aburizal Bakrie (TV One dan AnTV), Chairul Tanjung (Trans Group), Surya Paloh (Media Indonesia Group) dan Harry Tanoe (MNC Group) yang pandai berakrobat, tak hanya di dunia bisnis, namun juga politik. Keempatnya, terutama Harry Tanoe dan Ical, sangat piawai memanfaatkan media yang mereka dimiliki tak hanya untuk mendulang fulus, namun juga untuk meningkatkan posisi tawar dimata penguasa.