Friday, July 31, 2009

Beli Mobil Pakai Ponsel Saja


Sudah jamak kalau akhir pekan koran-koran disini memuat informasi jual beli mobil. Ratusan kendaraan berbagai jenis dan merek dilego. Lihat saja Pos Kota yang terkenal dengna iklan baris mobil, porsi halamannya melonjak dibandingkan hari-hari biasa. Kompas pun tak ketinggalan. Koran ini malah terkenal sebagai media spesialis untuk jual beli mobil-mobil kelas menengah atas. Anda tinggal pelototi saja satu per satu tawaran yang dimuat. Kalau tertarik tinggal angkat telepon, atau langsung mengunjungi halaman yang tertera. Bila semua tetek bengek cocok, tinggal bicara eksekusi pembayaran.

Sebenarnya model jual beli seperti itu konvensional banget. Terlebih bagi masyarakat kita yang punya kebiasaan bertransaksi secara langsung. Jadi jangan heran, bila mall tidak pernah sepi. Selain buat cuci mata, sepertinya kurang afdol kalau tidak menyentuh secara langsung barang yang dibidik. Apalagi soal mobil yang lebih ’njlimet. Perlu pengetahuan yang mendalam, terutama bila kantung agak cekak sehingga dana yang ada hanya ’ngepas untuk membeli mobil bekas.

Meski rada ’kampungan’, setidaknya kita harus terus melongok kalau dibelahan dunia lain, model transaksi konvensional pelan-pelan mulai ditinggalkan. Dengan hanya bermodalkan ponsel, transaksi jual beli mobil dapat dilakukan, praktis dan efisien. Tak perlu jauh-jauh ke AS, dimana kebiasaan belanja secara online lewat e-bay atau Amazon sudah mendarah daging. Tengok saja Australia.

Belum lama ini, situs otomotif terkemuka di negeri kanguru itu, www.drive.com.au , memperkenalkan layanan pencarian khusus buat mobil-mobil custom import yang dapat diakses oleh pengguna ponsel. Hebatnya layanan interaktif ini, tidak sekedar menawarkan akses informasi atas ribuan kendaraan yang terdaftar disitus itu, namun juga informasi ringan lainnya. Mereka yang tengah mencari mobil baru misalnya, akan menerima daftar mobil yang direkomendasikan pada layar ponsel, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

Menurut GM Drive Mobil Julie Coffrey, teknologi selular yang sudah memasuki generasi ke 3,5 (HSDPA) sangat memungkinkan untuk menggelar layanan ini. ”Pembeli dan penjual sama-sama diuntungkan karena informasi yang disajikan dapat diakses dengan mudah dan cepat, tanpa mengenal waktu dan tempat”, ujarnya.

Hebatnya layanan ini juga mendukung pabirikan mobil karena beragam content yang disajikan, termasuk info-info mobil terbaru yang akan diluncurkan sehingga menjadi nilai tambah bagi konsumen, imbuh Coffrey. Apalagi dalam waktu dekat, pihaknya akan menambah fitur baru, yakni SMS alert yang akan memberikan informasi bahwa kriteria mobil yang tengah dicari konsumen, susai dengan yang terdaftar di Drive Mobil.

Salah satu pabrikan yang sudah menjalin kerjasama dengan Drive Mobil adalah Toyota. Malah vendor asal Jepang ini merupakan yang pertama yang menjalin aliansi pemasaran. Tony Peper, Eksekutif Toyota Australia, menyebutkan bahwa pihaknya sangat antusias dengan layanan yang diperkenalkan oleh Drive Mobil. ”Lompatan teknologi selular akan mendorong orang untuk beralih dari transaksi konvensional ke virtual”, ujarnya haqul yakin. Peper menambahkan, bila GPS memudahkan orang untuk mencapai satu lokasi ke lokasi lainnya, maka layanan ala Drive Mobil, bisa menjadi awal dari revolusi mencari mobil satu ke mobil lainnya, tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Wah, kalau di Australia bakal jadi budaya baru, kira-kira kapan layanan ini bisa kita nikmati di Indonesia?

Thursday, July 30, 2009

Guntur Siboro dan Indosat


Masuknya Q-Tel sebagai pemegang saham mayoritas di Indosat, rupanya langsung berdampak terhadap nasib jajaran direksi. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar 11 Juni 2009 lalu, manajemen menyetujui pergantian direksi. Johnny Swandi Sjam akhirnya lengser dari posisi Dirut. Johny digantikan oleh CEO GE Money Harry Sasongko Tirtotjondro yang baru akan efektif bekerja pada 11 Agustus 2009.

Q-Tel tampaknya lebih menyukai manajemen yang bersifat ramping. Itu sebabnya, pada jajaran direksi baru, investor asal Timur Tengah ini menetapkan hanya terdapat empat direktur plus CEO. Bandingkan dengan manajemen sebelumnya, selain Presdir dan Wadirut terdapat delapan direktur lain.

Bila melihat komposisi direksi yang baru, Q-Tel hanya menyisakan dua yakni Wakil Direktur Kaizad Kaizad Bomi Heerjee dan Direktur Jabotabek dan Corporate Sales Fadzri Santosa. Nah, salah satu posisi direktur harus lengser adalah Direktur Marketing yang selama ini dijabat oleh Guntur Siboro.

Mengenai pergantian ini, saya menjadi teringat pembicaraan dengan Guntur Siboro disela-sela peluncuran IM3 Groove beberapa waktu lalu di FX Plaza. Baginya posisi Direktur merupakan kehormatan sekaligus tantangan. Saat menerima jabatan itu pada 2006, ia pun sudah siap dengan segala resiko, termasuk pergantian ditengah jalan seperti yang kerap terjadi di banyak BUMN.

Itu sebabnya pasca pengumuman reshuffle, Guntur tetaplah Guntur. Ia tetap dikenal sebagai sosok yang low profile, murah senyum dan bersahaja. Pastinya, banyak pihak terutama di Indosat yang merasa kehilangan karena pria kelahiran Singkawang ini, sudah menjadi mitra yang andal dalam membangun tim marketing Indosat ditengah ‘pertempuran’ yang cenderung mulai ‘berdarah-darah’ dengan operator lain.

Memang perjalanan karir seseorang memang tidak mudah diitebak. Siapa sangka, sebelum ’berpeluh-peluh’ dengan Indosat dan mencapai posisi Direktur Marketing, Guntur yang meraih Master pada Cornell University ini ternyata lebih dulu nyemplung ke dunia perminyakan. Pada 1998, Guntur memiliki karir cemerlang di PT Caltex Pacific Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Senior System Engineer pada Infosyst Planning Departement. Namun, pada 1999 ia memutuskan untuk meninggalkan raksasa perminyakan asal AS itu. Sebuah keputusan yang ia sebut ”bijak”, saat ia memilih untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi Indosat.

Saat bergabung dengan Indosat, peraih MBA dari Monash University ini, semakin termotivasi dengan berbagai dinamika yang melingkupi perusahaan pelat merah itu. Apalagi berbagai posisi dan tugas diembannya, mulai dari divisi Satellite Operation, Network Operation, Business Development, Investor Relation, Marketing, Corporate Strategy, Kepala Divisi Regional Sumatera dan puncaknya sebagai Direktur Marketing. Dari berbagai pengalaman tersebut, jadilah Guntur sosok yang terbilang lengkap. Tak salah bila dibilang, Guntur adalah profesor di industri telekomunikasi.

Kelak setelah tidak lagi menjabat lagi, barangkali Guntur akan merealisasikan obsesinya yang selama ini belum kesampaian. Apa itu? Rupanya ia ingin memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini, terutama menyangkut pendidikan dasar. Menurutnya, di AS basic pendidikan hanyalah membaca, menulis dan berhitung. Jika ketiga aspek ini menjadi acuan para pendidik di negeri ini, maka setidaknya berbagai masalah termasuk kualitas yang kerap menjerat dunia pendidikan kita, dapat teratasi. Itu sebabnya, jika kelak tidak lagi menjadi profesional, Guntur bertekad untuk menjadi akademisi dengan membangun sekolah berkualitas yang berpedoman pada ketiga aspek tadi.

Diluar obsesi yang idealis itu, pria yang hobby membaca dan bermain futsal ini masih berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3. Baginya gelar Master Engineering dan MBA, masih belum cukup. Guntur menyebutkan, program doktor akan bersifat paripurna. Selamat jalan Bang Guntur, semoga lebih sukses ditempat baru!

Tuesday, July 28, 2009

Ramai-Ramai Migrasi ke LTE


Dapat dipastikan bahwa LTE (Long Term Evolution) akan menjadi standar baru (bahkan mungkin tunggal), jaringan selular masa depan. Pasalnya, trend migrasi operator yang sebelumnya mengusung CDMA kini semakin marak. Menurut catatan GSA (Global Mobile Suppliers Association), pada pertengahan tahun lalu sudah 30 operator CDMA di dunia yang sudah atau akan bermigrasi ke GSM. Sebelumnya sejumlah operator raksasa CDMA seperti AT&T dan Verizon di AS, KDDI dan NTT DoComo di Jepang, serta China Telecom telah mengumumkan akan bergabung dengan LTE.

Berdasarkan road map sebelumnya, setelah EV-DO maka evolusi selanjutnya dari CDMA adalah UMB (Unified Mobile Broadband). Sementara evolusi GSM, berturut-turut adalah GPRS, EDGE, EDGE (Evolved), WCDMA, HSPA, HSPA+ dan LTE. Namun tekanan pasar tampaknya dengan cepat mengubah skenario itu.

Seperti diketahui, GSM merupakan standar jaringan selular paling populer karena dukungan handset dan fitur ponsel yang sangat luas. Semua vendor ponsel papan atas memiliki seluruh varian produk GSM, dari low end hingga high end. Namun, untuk ponsel CDMA produk mereka terlihat sangat terbatas. Lihat saja Nokia atau Sony Ericsson, dari rata-rata 30 varian yang mereka luncurkan setiap tahun, ponsel berbasis CDMA bisa dihitung dengan jari. Selebihnya adalah GSM.

Alhasil dengan peta seperti itu, tidak tanggung-tanggung GSM hingga kini menguasai 86,6% pangsa pasar dunia. Selain dukunggan handset, pengguna GSM juga diuntungkan oleh interoperability beragam layanan, seperti roaming internasional yang terkoneksi dengan ratusan operator di seluruh dunia.

Nah, pada sisi ini, CDMA sudah kedodoran. Terlihat sekali pengembangan jaringan CDMA tak mampu mengimbangi GSM, meski kemampuan dan kualitas jaringan CDMA sedikit lebih unggul dari GSM, terutama untuk kecepatan akses data bergerak.

Salah satu operator yang sudah bermigrasi dari CMDA ke GSM adalah Vivo. Operator terbesar di Brazil ini dan Amerika Selatan dengan total pelanggan 40 juta ini, akhirnya mengalah setelah didesak oleh pelanggannya. Pada Agustus 2006, Vivo mulai melayani pelanggan GSM. Padahal sejak 2005, Vivo sudah menggelar jaringan EV-DO. Dengan dukungan dua vendor jaringan, Ericsson dan Hueawei, konsep migrasi Vivo mengusung teknologi GSM overlay dan memanfaatkan BTS serta spektrum radio yang sebelumnya digunakan jaringan CDMA. Total lebih dari 11 ribu BTS yang ditambahkan konstruksi jaringan GSM. Alhasil, Vivo kini memberikan dua layanan GSM dan CDMA.

Monday, July 27, 2009

Memahami Perilaku Pengguna Internet


Memahami perilaku pengguna internet, menjadi keharusan bagi perusahaan yang ingin membangun komunikasi secara lebih intens dengan komunitas yang dituju. Pemahaman tersebut sangatlah penting, karena kehadiran internet mampu mengubah perilaku konsumen. Dari sekedar membaca menjadi mengomentari, menulis sekaligus sharing. Dari Individu menjadi bagian dari social networking yang partisipatif. Dan dari sekedar pembaca menjadi publisher.

Nah, berbagai survey yang dilakukan sejumlah lembaga, menemukan fakta menarik seputar perilaku pengguna internet di Indonesia, yang saat ini diprediksi telah melebihi 30 juta pengguna. Dan diprediksi akan menjadi 50 juta pengguna pada akhir 2009.

Riset yang dilakukan Admax pada 2007, menunjukkan bahwa 30% pengguna adalah pria. Usia dominan (83%) terentang antara 20-40 tahun. Sebanyak 72% diantaranya memiliki pendidikan setingkat diploma atau lebih. Penghasilan paling dominan (46%) adalah Rp 3 juta. Dan 11% memiliki penghasilan lebih dari Rp 10 juta. Yang tidak kalah menarik, sebanyak 84% pengguna mencari informasi lebih dahulu melalui internet sebelum membeli suatu produk.

Sekarang kita longok waktu berinternet-ria. Survey yang dilakukan Synovate Indonesia terungkap bahwa 44% responden berselancar di internet setiap hari. Dari jumlah itu, sebanyak 70% menghabiskan waktu hingga lebih dari 2 jam. Sementara 46% responden melongok internet 2 hingga 3 kali dalam seminggu. Dan dari jumlah itu, rata-rata mereka menghabiskan waktu 1 hingga 2 jam per hari.

Bagaimana dengan segmen dan profile pengguna? Sebanyak 15% adalah kalangan innovators, 20% early adopters, 33% early majority, 17% late majority dan 15% laggards.

Riset yang dilakukan oleh Synovate Indonesia juga menunjukkan, berbagai temuan menyangkut aplikasi-aplikasi favorit. Ternyata, sebanyak 89% responden senang melakukan browsing, 87% email, 75% chat, 46% download dan hanya 18% bermain game.

Sekarang, situs-situs apa saja yang paling sering dikunjungi? Berdasarkan riset yang dilakukan Alexa.com yang dirilis pada 17 Juli 2008, 20 situs teratas yang paling menyedot pengguna internet berturut-turut adalah : Yahoo, Google, Friendster, Youtube, Blogger, Rapidshare, Kaskus.us, Wordpress, Detik.com, Facebook, Multiply, Wikipedia, Detiksport.com, MSN, Windows Live, Kompas.com, Detiknews.com, KlikBCA, 4Shared, dan Photobucket.

Perhatikan, dari ke 20 situs itu, ada enam situs lokal yang jadi favorit pengguna internet di Indonesia. Selain itu, dengan popularitas Facebook, Twitter, Multiply dan sejenisnya, bukan tidak mungkin situs-situs jejaring sosial yang memungkinkan pengguna saling berinteraksi, semakin menyodok ke posisi lima besar.

Survey yang dilakukan Google Trend yang dipublikasikan pada Juli 2008, juga menunjukkan beragam temuan menarik. Pengguna internet ternyata kerap melakukan multiple browsing. Sebagai contoh, saat membuka Detik.Com, mereka juga membuka kanal-kanal Detik lainnya, juga membuka Kompas.Com dan Seleb.tv.

Menuju Less Cash Society



Berbagai jenis kartu pintar kini semakin populer. Dengan kartu tersebut, kita bisa belanja di super market, membeli BBM, membeli pulsa, membayar taksi, hingga membayar tarif tol, tanpa harus menggunakan uang tunai yang kerap bikin ribet. Perbankan memang sedang getol meluncurkan kartu yang juga disebut micropayment atau prepaid ini.

Dua bank swasta, Bank DKI dan BCA lebih dulu tancap gas. Jika Bank DKI mengeluarkan JakCard untuk pembayaran busway, BCA merilis Flazz Card yang bisa dipakai berbelanja di jaringan super market Alfamart, Indomaret, Carrefour, McDonald, hingga membeli tiket bioskop.

Bank-bank pelat merah pun tak mau ketinggalan. Menggandeng Alfamart, belum lama ini Bank BNI memperkenalkan kartu sejenis. Pada tahap awal bank BNI mengeluarkan total 500.000 kartu. Langkah Bank BNI mengikuti jejak Bank Mandiri yang sudah memiliki dua produk di segmen ini, yakni Gaz Card untuk pembelian BBM dan e-Toll Card untuk pembayaran tiket tol secara elektronik.

Bank Mandiri sebenarnya bukanlah bank pertama yang meluncurkan kartu tol. Beberapa tahun lalu, Bank Niaga yang berganti baju menjadi Bank CIMB Niaga sudah memperkenalkan layanan sejenis. Namun entah mengapa, layanan itu kurang populer. Bisa jadi karena timing yang terlalu cepat.

Dengan mulai banyaknya ragam kartu pintar, tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mulai memasuki era less cash society. Tingginya pembayaran dengan menggunakan ATM dan kartu kredit, mampu meredam peredaran uang tunai di masyakat. Meski begitu, penerapan less cash society di Indonesia masih terbatas, baik sisi jumlah maupun fungsinya. Dari 60 juta jumlah nasabah bank di Indonesia, baru 15 juta orang saja yang terbiasa menggunakan transaksi non tunai, baik kartu kredit, kartu debet maupun ATM. Ketiga transaksi itu, masih tegolong tahap dasar.

Tahap menengahnya adalah pre-paid atau e-wallet. Nah, transaksi jenis inilah yang belakangan mulai digarap secara serius oleh perbankan nasional, meski masih terbatas. Tahap lanjutan yang akan dilalui oleh perbankan Indonesia adalah transaksi non-tunai di tataran ritel. Pada tahap ini, less cash society sudah sangat kongkret, karena obyek pembayaran meluas pada jaringan pusat perbelanjaan, POM bensin, merchant-merchant, transportasi dan berbagai obyek publik lainnya.

Trend kartu pintar memang menjanjikan peluang bisnis. Pangsa pasar micro payment yang diperebutkan perbankan paling tidak mencapai Rp 113 triliun, di mana pada saat ini 77 % transaksi retail masih dilakukan secara cash. Apabila suatu bank dapat menjadi pemain utama dalam layanan dompet elektronik, dapat dipastikan jumlah nasabah dan uang yang disimpan di bank itu akan bertambah secara signifikan. Apalagi masih ditambah dengan pendapatan fee dari transaksi pembayaran elektronik.

Meski menjanjikan, hambatan utama implementasi dompet elektronik adalah belum adanya standardisasi EDC (Electronic Data Capture), sehingga EDC yang dipakai sebuah bank belum tentu sesuai dengan bank yang lain. Inilah salah satu pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh BI.

Friday, July 24, 2009

Mobil Pun Semakin Pintar



Tanpa kita sadari, serbuan gadget sarat fitur dan fungsi, telah mengubah gaya hidup kita termasuk dalam berkendara. Kalau dulu seperangkat car stereo dengan fasilitas kaset dan FM tuner, sudah cukup menjadi teman dalam perjalanan. Kini device seperti itu, sudah terasa jadul. Sekarang, setidaknya dual screen DVD player dengan model touch screen, sudah menjadi standar, lengkap dengan siaran TV yang dapat kita pantau setiap saat.

Namun, kini DVD player pun sudah mulai usang. Pasalnya, sejak beberapa tahun terakhir industri otomotif semakin gencar membenamkan beragam fasilitas yang semakin memanjakan pemilik mobil. Kombinasi sistem navigasi, keamanan, hiburan, koneksi internet dan live video, akan menjadi fenomena baru yang sebelumnya belum pernah terbayangkan. Jadi, beruntunglah jika Anda tergolong sebagai kelompok the raving fashionista, karena kenikmatan mencicipi teknologi baru lebih dari sekedar uang yang Anda keluarkan.

Seperti halnya mobile entertainment, konvergensi teknologi digital memang tengah menyerbu dunia otomotif. Agresifitas itu ditandai dengan hadirnya beragam device seperti in car entertainment system yang tidak saja menawarkan desain keren, namun juga memiliki kemampuan yang menakjibkan.

Tengok saja Pioneer. Untuk mempertahankan posisi market leader, vendor entertainment asal AS ini meluncurkan seri AVIC-Z1, audio system yang memiliki fasilitas turn by turn direction yang terhubung dengan iPod, sementara Anda dapat memutar DVD dengan layar sentuh LCD 7 inch.

Bila lagu-lagu dalam iPod belum cukup, Anda tinggal berlangganan radio satelit, seperti Sirius atau XM Radio’s NavTraffic yang menawarkan sekitar 150 channel. Dengan biaya rata-rata $17 per bulan, lewat perangkat itu. Layanan radio satelit akan memberikan informasi awal mengenai kemacetan lalu lintas dan saran rute-rute yang sebaiknya dilalui agar pengendara dapat lebih cepat sampai ke tujuan.

Fitur lain yang dapat dinikmati adalah GPS dan MP3. Lewat SD card, Anda tinggal memasukkan peta baru sekaligus mendengarkan musik. Baik dari MP3 maupun audio book, yang dapat menyimpan ribuan lagu favorit.

Mobil-mobil kelas premium pun semakin pintar. Lihat saja Jaguar. Pada musim panas ini, produsen otomotif asal Inggris yang kini dikuasai oleh Ford itu, telah menambah beragam fasilitas hiburan yang terbilang anyar di mobil-mobil terbaru mereka. Kemasan hiburan itu mencakup musik, photo, atau film yang cukup tersimpan dalam flash memory, seperti SD card, MMC, atau memory stick.

Fitur itu termasuk siaran radio satelit dan layanan anti pencurian (anti theft system). Jika mobil dicuri, pemilik tinggal menghubungi service provider yang tidak membutuhkan waktu lama, untuk mengetahui di mana posisi mobil berada. Hanya dengan biaya $15 per bulan, layanan ini tentunya dapat memberikan rasa aman bagi para pemilik mobil. Selain bebas dari ancaman pencurian, pengemudi pun dapat memperoleh informasi mengenai lokasi dan kecepatan mobil dari menit ke menit.

Meski masih terbatas pada mobil-mobil papan atas, pemanfaatan tracking system yang efektif dalam menekan pencurian kendaraan, diperkirakan akan semakin meluas pada berbagai kendaraan di segmen lain. Menurut Hap Flaherty, Vice President Micro Trackgps, vendor pembuat tracking system untuk Jaguar, tingkat kebutuhan yang tinggi akan menekan biaya produksi, sehingga beberapa model akan diproduksi lebih murah. Alhasil, setiap pemilik mobil nantinya akan juga dapat menikmat layanan idaman ini.

Era mobil pintar pun semakin mendorong Microsoft untuk melaju di jalur yang sama. Diam-diam raksasa peranti lunak ini telah menyiapkan software khusus navigasi, yakni Colossus yang compatible dengan 61 jenis perangkat audio system, seperti Pioneer AVIC- Z1 dan berbagai device sejenis yang bersifat add-on. Director of Microsoft Automotive Business Unit Mark Spain, menyebutkan bahwa pihaknya telah menggandeng produsen otomotif asal Italia, Fiat, untuk mengembangkan layanan wireless net connectivity.

Fasilitas canggih itu akan memungkinkan pengendara untuk melihat lampu peringatan, yang dapat mengindikasikan adanya masalah. Alhasil, pengendara dapat langsung menekan tombol pada dashboard, dan akan segera menerima jawaban berupa teks yang secara instan menjelaskan masalah tersebut. Hebatnya, seperti pada film Knight Rider, mobil pun akan mengeluarkan suara berulang-ulang sesuai jawaban itu.

Microsoft memang kadung nyemplung dalam pengembangan mobil-mobil pintar. Sebelum mereka telah mengembangkan teknologi voice regognizition, yang memungkinkan pengendara memberi perintah kepada perangkat hiburan di dalam mobil. Cukup dengan perintah suara, device tadi dapat beroperasi sesuai keinginan kita, tanpa perlu menekan key pad, remote control atau sentuhan langsung seperti touch screen pada gadget bersangkutan.

Microsoft sudah menawarkan sistem ini untuk pasar Eropa. Pada Februari 2006, mereka menjadikan Alfa Romeo sebagai mobil pertama yang menawarkan fitur voice command untuk ponsel dan digital music player. Microsoft sendiri menargetkan sekitar 23 model mobil akan menggunakan sistem yang telah dilengkapi windows mobile automotive technology.

Namun diluar itu semua, layanan yang paling spektakuler adalah live video. Sejumlah vendor dan provider kelas dunia, seperti Comcast, Delphi dan Sirius telah menguji cobakan layanan ini pada 2007 lalu. Pihak Aeris Network, operator selular di balik layanan ini mengungkapkan bahwa infrastuktur untuk menyiapkan layanan broadband film dan musik ini telah rampung. Diperkirakan layanan live video ini akan segera dapat dinikmati oleh pengemudi yang tengah melaju di jalan raya.

Thursday, July 23, 2009

Bersaing Di Skuter Matik Premium



Hari ini (23/7) saya berkesempatan menghadiri gawean PT AHM (Astra Honda Motor) yang resmi meluncurkan tiga varian terbaru si segmen matik, yakni Honda Vario, Honda Beat dan Honda Vario CBS Techno. Dua varian pertama merupakan versi minor change. Sementara Vario Techno adalah spesies baru yang digadang-gadang akan menjadi amunisi terbaru Honda dalam mengejar market share motor matik yang dikuasai PT YMKI (Yamaha Motor Kencana Indonesia). Hingga semester pertama 2009, Yamaha tetap kokoh dengan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50%. Sementara Honda menempel ketat dengan 37% pangsa pasar.

Seiring dengan perubahan selera masyarakat, pasar matik memang menggiurkan. Dari perbincangan saya dengan Marketing Director AHM Julius Aslan, pertumbuhan Honda di pasar matik mengalami peningkatan yang luar biasa. Sepanjang Januari hingga Juni 2009, terjadi lonjakan hingga 67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Karenanya untuk mendongkrak penjualan sekaligus untuk menipiskan jarak dengan pesaing terdekat, Honda tidak tanggung-tanggung melepaskan tiga varian terbaru itu.

Dengan tiga varian anyar, AHM tampak sangat percaya diri. Vendor patungan Honda Jepang dan Astra Internasional ini, menargetkan angka penjualan bulanan mencapai 90.000 per bulan. Angka itu jauh dari hasil penjualan Honda di bulan Juni 2009 yang hanya mencapai angka 57.983 unit untuk kelas skutik. Meski terkesan ambisius, Julius menyebutkan bahwa target tersebut cukup realistis. Selain dua bulan mendatang, Agustus dan September merupakan high season, kapasitas produksi skuter matik Honda pun sudah ditingkatkan. Dari 60.000 menjadi 100.000 unit per bulan.

Dari sisi produk AHM pun begitu begitu pede. Selain desain yang stylish dan sporty, semua skuter matik keluaran terbaru Honda telah dicangkokkan fitur-fitur canggih yang telah diterapkan sejak pertama kali Honda matik diperkenalkan pada 2006, yaitu parking brake lock, site stand switch dan secure key shutter. Terakhir, Honda telah menancapkan teknologi teranyar, yakni comby brake. Dengan comby brake, pengendara akan lebih mudah dalam melakukan pengereman secara tepat dan nyaman. Oleh AHM, fasilitas ini diklaim sebagai pertama dan satu-satunya di Indonesia dan membuatnya menjadi lebih aman dari semua skutik yang ada saat ini.

Namun tidak semua varian Honda matik dilengkapi comby brake. Honda baru menancapkannya pada Vario CBS Techno yang memang diposisikan sebagai skuter matik untuk segmen A1 atau premium. Dengan mengusung konsep Hi-Tech dan Hi-Grade Sporty, skutik anyar yang dilepas dengan banderol Rp 15,5 juta ini cocok bagi mereka yang mendambakan kenyamanan berkendara dengan tampilan yang berkelas.

Mengapa Honda terjun ke kelas premium? Selain untuk melengkapi line up product, Julius mengungkapkan bahwa hasil riset yang dilakukan pihaknya, menunjukkan kelas premium skutik merupakan pasar yang memang terbilang sangat potensial untuk digarap. Apalagi hampir semua kompetitor yang ada saat ini, kebanyakan hanya berani bermain di kelas menengah dan menengah bawah. Satu-satunya pesaing Honda adalah Minerva.

Pada gelaran PRJ 2009 yang baru saja usai, PT Minerva Motor Indonesia (MMI) yang menjadi sole distributor dari motor Minerva meluncurkan motor skutik sport teranyar mereka yakni Minerva Sachs GTR 150. Motor yang merupakan perpaduan antara desain eksotis Megelli dari Inggris dan mesin tangguh dari Sachs Jerman ini dilepas dengan banderol harga on the road sebesar Rp 17,6 juta.

Walaupun memiliki harga yang lumayan tinggi bila dibandingkan dengan skutik yang saat ini beredar di Indonesia, Minerva yakin skutik sport GTR 150 dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. MMI menargetkan penjualanMinerva GTR 150 di Indonesia mencapai angka 1.000 unit perbulannya atau 12 ribu per tahun.

Seperti halnya Minerva, AHM juga yakin Vario CBS Tekno akan dapat diserap pasar. Selain brand Honda yang sudah kuat mengakar, pihaknya juga menyiapkan amunisi yang tak kalah penting, yakni investasi tambahan hingga Rp 140 miliar untuk menggenjot produksi di kelas ini. So, selamat bertempur di ladang baru, skuter matik premium!

Wednesday, July 22, 2009

Beras Sehat Beras Organik



Saat ini pencemaran lingkungan sudah menjadi isu yang sangat serius diperbincangkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Akibat pencemaran lingkungan, baik lewat udara, air dan tanah, diduga berbagai jenis penyakit semakin mewabah, seperti kanker, diabetes, hipertensi, gangguan fungsi ginjal, jantung, dll. Parahnya, penyebaran penyakit mematikan itu tidak hanya terjadi di kota besar, namun sudah merambah ke pedesaan. Pola pertanian konvensional dengan pupuk kimia sebagai andalannya, dituding menjadi salah satu biang persoalan munculnya beragam penyakit tersebut.

Seperti kita ketahui, penggunaan bahan kimia dan pestisida dalam budidaya tanaman yang dilakukan melalui pemupukan dan pemberantasan hama, selama ini dilakukan secara tidak terkendali dan sudah dilakukan sejak lama. Sehingga akan terakumulasi dalam tanah dan hasil pertanian yang cenderung tidak sehat bila dikonsumsi.

Catatan Departemen Pertanian menunjukkan, akibat pola pertanian yang didominasi sistem pupuk kimia, sebagian besar lahan intensif belakangan semakin menurun produktifitasnya dan mengalami degradasi lahan. Hal itu ditandai dengan sangat rendahnya kandungan C-Organik di dalam tanah, yaitu kurang dari 2%, bahkan di pulau Jawa kandungan C-Organik kurang dari 1%.

Bagi masyarakat yang sadar betul arti pentingnya kesehatan, maka persoalan pangan tidaklah sederhana. Dengan slogan green life style atau back to nature, trend kembali ke alam ditandai dengan mengkonsumsi produk-produk makanan organik yang sehat untuk dikonusmi.

Dengan meningkatnya kebutuhan, belakangan produk berlabel organik tidak hanya sebatas makanan olahan atau sayuran. Di berbagai pusat perbelanjaan atau super market, kini mulai dijajakan juga beras organik. Seperti produk organik lainnya, beras organik merupakan beras yang dihasilkan melalui sistem budidaya menggunakan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan, disertai pengawasan yang intensif karena sudah tidak mengandung pupuk atau bahan kimia dan bebas dari residu atau pestisida. Alhasil, budi daya itu tidak hanya mampu meningkatkan produktifitas, namun juga kualitas beras yang dihasilkan. Sehingga ujung-ujung dapat meningkatkan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.

Salah satu beras organik yang mulai dikenal masyarakat adalah Beras Sehat ISO. Beras ini diproduksi oleh Maporina ISO (Inti Sari Organik), bekerjasama dengan petani binaan di Yogyakarta, Cianjur dan Subang. Beras sehat ISO ini dihasilkan dengan menggunakan teknologi cairan penyubur tanah dan tanaman (CPT). ISO sendiri merupakan teknologi yang diklaim berwawasan lingkungan, dapat membersihkan tanah dan sawah dari residu kimia. Petani yang membudi dayakan ISO dipastikan tidak menggunakan racun pembunuh hama (insektisida, pestisida atau fungisida) yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sehingga dapat menghasilkan beras sehat bermutu tinggi dan aman untuk dikonsumsi guna kesehatan tubuh. Bagaimana, Anda tertarik?

Tuesday, July 21, 2009

Camcoder Semakin Diminati



Dari sisi populasi, pengguna ponsel jelas merupakan yang terbesar. Meski begitu, demam gadget lainnya juga tidak kalah banyaknya. Lihat saja camcorder, pertumbuhannya juga semakin meningkat setiap tahunnya. Data yang dilansir EMC (Electronic Marketer Club) menyebutkan bahwa hingga akhir 2008, penjualan camcorder menembus 100.000 unit.

Trend yang semakin meningkat tentu saja membuat para pelaku di bisnis ini sumringah. Edukasi yang konsisten kepada masyarakat, terutama dalam lima tahun terakhir, tampaknya mulai menuai hasil yang signifikan. Para pemain di bisnis ini pun tetap optimis, pasar tetap bertumbuh meski kondisi perekonomian Indonesia didihadang limpasan krisis ekonomi global.

Seperti yang diungkapkan oleh Monica Aryasetiawan, Senior Marketing Manager PT Datascrip-distributor camcorder Canon. ”Pasar camcoder cenderung semakin meningkat. Pemain lama memang masih mendominasi, namun tetapi merek-merek baru kini sudah mulai bermunculan dengan harga yang terjangkau”, ujarnya. Monica memang betul. Belakangan, selain Korea, merek-merek asal Taiwan dan China juga semakin merambah pasar camcorder di tanah air.

Chinavision misalnya merilis berbagai varian camcoder dengan label HDMI. Harganya terbilang murah, antara Rp 1,5 – Rp 2 juta. Sementara dua merek lain asal Taiwan yang sudah lebih dulu populer di pasar lokal adalah Creative dan Genius dengan bandrol yang tidak mahal. Harga yang super miring dibandingkan dengan camcorder buatan Jepang memang menjadi daya tarik utama dari camcorder-camcorder ini.

Harga yang terjangkau memang berperan besar dalam mendongrak popularitas camcoder. Meski begitu,bagi sebagian konsumen keputusan membeli tentu tidak semata-mata didasari oleh faktor harga yang murah. Apalagi produk seperti camcorder yang memerlukan pengetahuan tambahan agar konsumen dapat memaksimalkan fitur-fitur yang tersedia, sehingga masih diperlukan supporting dari retailer atau distributor pasca pembelian.

Itu sebabnya, sejauh ini merek-merek yang sudah lebih dulu eksis, seperti Sony, JVC, Canon atau Panasonic, tetap menjadi brand yang paling dicari oleh konsumen. Sony misalnya, diperkirakan masih memegang market share lebih dari 50%, terutama untuk produk-produk yang menyasar segmen mid to high end yang selama ini memang menjadi target pasar mereka. Sony dengan brand handycam yang kerap menjadi gernerik, bahkan tidak terpancing menurunkan harga agar bisa kompetitif dengan kompetitor.

Strategi yang sama juga dilakukan oleh JVC yang terkenal dengan varian Everio yang merupakan camcorder pertama di dunia yang berbasis HD (high definition). Marketing Manager PT JVC Indonesia Denny Santosa, menyebutkan bahwa karakteristik pelanggan camcorder di segmen menengah atas, cenderung lebih menempatkan kualitas dan jaminan purna jual, dalam memutuskan pembelian. Karenanya JVC belakangan lebih gencar memperkenalkan produk dengan fitur HDD (Hard Disk Drive) dan High Definition (HD).

Strategi berbeda justru dilakukan oleh Canon. Sejak diageni oleh PT Datascrip yang kampiun dalam urusan pemasaran consumer product dan business solution, camcorder merek Canon belakangan semakin agresif menyerbu pasar. Menurut Monica Aryasetiawan, pada 2008, pihaknya mampu menjual camcorder Canon sebanyak 9.000 unit.

Peluncuran beberapa tipe terbaru mulai dari kelas mini DV, DVD, bahkan di segmen high defenition dan pro DV, dibarengi langkah promosi yang tepat serta harga yang kompetitif, tampaknya cukup ampuh mendorong penetrasi camcorder Canon. Memasuki 2009, Monica tetap optimis Canon dapat memperluas market share,. Meski begitu pihaknya akan tetap berhati-hati karena kondisi ekonomi yang diprediksi menyurut tentu akan berdampak terhadap pasar camcorder.

Penetrasi camcorder di Indonesia memang masih terbilang rendah, baru sekitar 20%-30% dari potensi pasar yang ada. Itu sebabnya ceruk pasar yang semakin menjanjikan ini dimanfaatkan oleh para pabrikan untuk menggelontorkan produknya melalui berbagai varian, dari low end untuk kelas pemula hingga high end bagi kelompok yang sudah expert.

Bila dahulu orang memilih camcorder semata-mata hanya berdasarkan harganya, karena fitur dan peruntukannya relatif sama, maka kini tak bisa lagi demikian. Ragam camcorder kini semakin banyak, yang antara lain bisa dibedakan berdasarkan media penyimpanannya (MiniDV, DVD, Hard Drive, dan Flash Memory) atau berdasarkan kebutuhan (tahan air, ukuran mungil dan ringan, mampu merekam dalam durasi yang lama, kualitas hasil yang diharapkan dll).

Dipicu oleh berbagai faktor seperti kemudahan serta konektifitas dengan device lain, seperti HDTV atau desktop komputer, saat ini terdapat kecenderungan bahwa konsumen mulai beralih ke segmen camcorder yang mengusung fitur lebih canggih, terutama dari sisi media penyimpanan. Model analog seperti MiniDV dengan media penyimpanan konvensional berupa tape, pelan namun pasti akan bergeser ke model digital seperti DVD, Hard Disk Drive (HDD) atau Flash Memory.

Menurut data dari lembaga riset GFK, pasar di Indonesia masih didominasi camcorder dengan media penyimpanan miniDV, yaitu sebesar 50%. Sedangkan sisanya 50% dikuasai oleh camcorder berbasis media penyimpan DVD. Para pelaku di bisnis ini memperkirakan pada 2009 diperkirakan pasar camcorder dengan media penyimpan DVD akan semakin berkembang dan akan menggerus porsi pasar miniDV. Keinginan pengguna untuk mendapatkan kemudahan dalam proses penyimpanan akhir, semakin mendorong peralihan konsumen dari analog ke digital terutama camcorder dengan format DVD. Sementara camcorder dengan flash memory dan HDD yang memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dua format sebelumnya, diperkirakan juga akan semakin berkembang pada tahun-tahun mendatang. Kita tunggu saja.

Singapura Melaju dengan Mobile Searching



Selain mobile advertising, layanan mobile searching juga sama menariknya dan memiliki potensi sebagai tambang baru (revenue generator) bagi operator. Dan untuk layanan yang satu ini, tampaknya Indonesia harus banyak belajar dari Singapura. Negeri kepulauan ini, rupanya sangat menyadari bahwa pariwisata merupakan jantung dari pertumbuhan ekonomi negeri itu. Apalagi pada saat ini pertumbuhan ekonomi mereka melesu, sebagai imbas dari krisis ekonomi global. Alhasil, sektor pariwisata diharapkan menjadi sektor penyelamat yang membantu perekonomian negeri kecil itu.

Sejauh ini Orchard Road masih menjadi ikon belanja tak tergantikan, tidak saja di Singapura namun juga Asia. Untuk lebih mendongkrak popularitas Orchard Road, sekaligus menarik wisatawan lebih banyak lagi, pemerintah Singapura melalui Singapore Tourism Board (STB) baru-baru ini memperkenalkan layanan peta digital yang disebut Digital Concierges (DC). Melalui layanan ini, wisatawan dimanjakan dengan berbagai informasi penting yang terdapat di dalam setiap lantai pada pusat perbelanjaan itu. Mulai toko-toko yang layak dikunjungi, sampai tempat-tempat makan yang tersebar di seantero Orchard Road.

Jadi dengan peta digital di ponsel, dijamin turis yang berkunjung ke Orchard Road tidak akan kehilangan banyak waktu dan kesempatan, hanya karena keasyikan belanja di satu tempat, atau malah kesasar. Layanan ini pastinya sangat bermanfaat, terutama bagi turis pemula yang baru pertama kali berkunjung ke Singapura. Atau mereka yang datang dengan memanfaatkan paket-paket wisata yang dirancang oleh biro perjalanan wisata yang punya waktu kunjung terbatas.

Selain informasi di sekitar Orchard Road, layanan DC yang merupakan kerja keroyokan antara Frontline Technology, CellCity dan InfoComm Development Authority, juga memuat secara lengkap berbagai informasi lain yang dibutuhkan oleh para turis. Seperti info bagaimana mencapai satu lokasi ke lokasi lain lewat MRT, kuil-kuil, pusat olahraga, hotel dan terminal penyebrangan jika turis ingin naik ferry. Layanan yang juga penting adalah ramalan cuaca dan berbagai agenda pariwisata yang layak dikunjungi turis.

Sebagai layanan mobile searching, DC sebenarnya bukan layanan pertama yang memuat berbagai informasi yang bisa diakses oleh pengguna ponsel. Yang membedakan sekaligus menjadi kelebihan adalah, layanan ini didesain untuk mass market. Tidak saja oleh penduduk lokal namun juga oleh para turis. DC juga dapat dioperasikan pada berbagai handset. Itu sebabnya, Chief Officer CellCity Daniel Francis, yakin layanan ini berpeluang untuk mendulang pendapatan dari mobile advertising.

Bagi pemerintah Singapura sendiri, DC adalah sarana yang efektif agar turis mau berlama-lama di negeri pulau itu. Dibarengi dengan program-program wisata yang menarik, seperti Singapore Great Weekend atau Singapore Unique, STB berani menargetkan anhka 17 juta turis bakal berkunjung ke Singapura pada 2015 mendatang. Bandingkan dengan jumlah turis yang datang ke Indonesia yang selalu pasang surut. Pada Visit Indonesia Year 2008, jumlah wisman yang dipatok 6 juta pun tidak tercapai. Tahun ini dengan tragedi bom di JW Marriot dan Ritz Carlton, wisman yang datang dipastikan malah anjlok jadi 5,5 juta orang.

Friday, July 17, 2009

Erwin Aksa, Jadikan Bosowa Grup Bisnis Terkemuka



Bagi Bosowa Corporation, 2008 merupakan tahun yang membanggakan. Betapa tidak, semua unit bisnis pada tahun itu sukses melampaui target pendapatan. Dan hal tersebut jelas sangat membahagiakan Erwin Aksa. Upaya restrukturisasi yang dijalankannya, sejak didapuk sebagai CEO pada 1997 silam, mulai membuahkan hasil yang signifikan.

Dalam perbincangan saya dengan pengusaha muda ini, terungkap berbagai rencana strategis untuk meningkatkan pertumbuhan Bosowa pada tahun-tahun mendatang. Pada 2008, divisi semen yang merupakan tulang punggung Grup Bosowa mencatat kenaikan pendapatan hingga 25%. Keberhasilan merestrukturisasi utang dengan bank pemberi pinjaman yakni Bank Mandiri dan Bank BNI, dilanjutkan dengan pembangunan pabrik tahap 2 di Maros, Sulawesi Utara memberi dampak yang sangat signifikan bagi pertumbuhan divisi ini.

Selain Maros yang merupakan basis produksi, saat ini Bosowa sedang membangun pabrik semen baru di Batam. Tujuannya untuk memenuhi permintaan pasar dari Singapura, Kepulauan Riau, dan wilayah Sumatera lainnya. Ia mengungkapkan sejumlah keuntungan membangun pabrik di Batam. Pertama, dari segi logistik, lebih mudah mendapatkan kapal-kapal di Batam yang bisa membawa material dari berbagai negara. Seperti diketahui, untuk memproduksi semen dibutuhkan sejumlah material dari luar negeri. Lalu, di sana juga ada insentif pajak sehingga tak ada impor duty. Dan yang terpenting, konsumsi semen di Batam dan sekitarnya sedang bagus-bagusnya.

Setelah Batam, Bosowa juga sedang menjajaki pembangunan pabrik semen berikutnya di Jawa Tengah. ”Ada tiga-empat lokasi yang kami incar. Mudah-mudahan pada 2010, kami sudah bisa melakukan konstruksi,” tambahnya. Menurut Erwin, setelah beberapa tahun sempat mati suri, pasar semen dalam empat tahun terakhir mencatat pertumbuhan sangat bagus. “Apalagi di kawasan Indonesia Timur, pertumbuhan industri semen jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di Jawa, malah mungkin melebihi pertumbuhan nasional”, ungkapnya.

Sejauh ini pasar semen di kawasan Indonesia Timur, masih didominasi Semen Tonasa, yakni sekitar 50%, disusul Semen Bosowa 40%. Sisanya 10% dikuasai Indocement. Untuk pasar nasional, imbuh Erwin, pangsa pasar Semen Bosowa masih terbilang minim, yakni 5%. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pada 2008, tiga produsen besar semen menguasai 89,4% pasar semen,yakni Semen Gresik Group sebesar 43,7%, Indocement 31,6%. dan Holcim Indonesia 14,1%. Bahkan di Jawa, tiga produsen itu menguasai 98,7% pangsa pasar. Sedangkan di luar Jawa, ketiga produsen papan atas itu mencaplok 78,2% pangsa pasar.

”Karenanya untuk meningkatkan market share, pada pertengahan tahun 2009, Semen Bosowa akan meningkatkan kapasitas sebesar 2 juta ton. Kalau sekarang sekitar 1,8 juta ton. Nanti akan menjadi 3,8 juta ton”, beber Erwin. Untuk mencapai target tersebut, pihaknya menganggarkan dana investasi sekitar US$ 150 juta dengan waktu pembangunan mencapai 3 hingga 4 tahun. Untuk mendanai investasi itu, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mengundang strategic partner. Ewin mengungkapkan, sejauh ini sudah ada tiga perusahaan semen asing yang berminat menjadi mitra strategis Bosowa, yaitu The Siam Cement Co Ltd dari Thailand, YTL Corporation Berhad dari Malaysia dan Lavarge SA dari Perancis.

Sebelumnya untuk mendanai langkah investasi, Erwin menargetkan pada awal 2009, Bosowa sudah melangkah ke lantai bursa. Dari hasil IPO sebesar 30% saham, diperkirakan dana yang diraih sekitar Rp 1 triliun. Namun menurut Erwin, dengan melihat kondisi ekonomi dan bursa yang belum kondusif, pilihan IPO tampaknya masih harus dikaji. Dengan kata lain, pihaknya saat ini lebh memprioritaskan opsi strategic partner. Setelah memiliki strategic partner, Bosowa menargetkan bisa menaikkan produksi 2 juta ton lagi dalam empat tahun sehingga mencapai total 5 juta ton per tahun.

Selain semen yang semakin kinclong, empat divisi lain yakni otomotif, infrastruktur, properti dan financial services juga melesat pertumbuhannya. Mengikuti trend positif penjualan mobil pada 2008, divisi otomotif sukses membukukan penjualan 4,053 unit atau meningkat 78% dibanding 2007. Begitu pun dengan tiga divisi terakhir yang mencatat kenaikan pendapatan 29%, 97%, dan 50 %.

Buat Bosowa Group, bisnis otomotif memang sudah mendarah daging. Sejak terjun di ke bisnis ini pada 1973 dan mengageni penjualan mobil Datsun pada 1978, kiprah Bosowa terus berkibar. Saat ini Bosowa merupakan dealer Mitsubishi, Mercedes-Benz, Hyundai dan Proton di Makassar. Selain menggandeng ATPM, sayap bisnis Bosowa juga merambah ke bidang penyewaan mobil dan taxi. Di bisnis rental mobil, saat ini armada Bosowa diperkuat dengan 250 mobil yang melayani konsumen 24 jam. Sementara di bisnis taxi, Bosowa menguasai 50% market share di Makassar, serta 10% di Surabaya.

Untuk memperkuat pembiayaan konsumen khususnya otomotif, Bosowa membangun PT Bosowa Multi Finance (BMF). Saat ini BMF telah memiliki enam cabang yang khusus melayani pasar di kawasan Indonesia Timur. Sebelumnya, Bosowa juga sukses merebut kue asuransi. Lewat PT Asuransi Bosowa Periskop, jasa yang ditawarkan Bosowa mencakup general insurance, leasing dan financing. Sukses di dua bidang ini, membuat Bosowa berniat untuk memperluas cakupan bisnis ke perbankan.

Sementara di bidang infrastruktur, lewat bendera PT Nusantara Infrastructure
Tbk (NI), Bosowa semakin memperluas pembangunan jalan tol. Berbagai proyek yang sudah digarap oleh NI adalah proyek tol Reformasi di Makassar, BSD di Tangerang, Fourth Section yang menghubungkan kota Makassar dengan Bandara Hasanuddin, dan dalam waktu dekat Bosowa terlibat dalam proyek tol W1 yang menghubungkan Kebon Jeruk di Jakarta Barat dengan Penjaringan di Jakarta Utara.

Guna mengatasi ketersediaan listrik, Bosowa juga mengincar mega proyek pembangkit listrik. Diharapkan proyek masa depan ini, dapat mengatasi problem krusial yang menjadi hambatan pebisnis terutama di kawasan Indonesia timur menyangkut ketersediaan listrik PLN. Menurut Erwin, saat ini hampir setiap empat jam sekali listrik padam di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan, termasuk Maros tempat beroperasinya pabrik Semen Bosowa. ”Krisis listrik ini jelas sangat merugikan karena berdampak pada inefisiensi”, ujarnya. Saat ini, melalui PT Bosowa Energi, Bosowa tengah membangun PLTD dengan kapasitas 13,4 Mw yang dibangun di kawasan Baruga, Bantimurang. Berdekatan dengan pabrik semen mereka di Maros. Dengan pola swa-service, Erwin berharap pembangunan PLTD menjadi solusi dari permasalah listrik yang kerap menghantui.

Bagaimana dengan divisi properti? Di bisnis ini, jasa perhotelan masih menjadi mesin uang Bosowa. Setelah melakukan akuisisi senilai 17 milyar dollar atas jaringan hotel bintang lima, The Imperial Aryaduta Hotel Makassar, Bosowa berniat untuk memperluas investasi dengan menyediakan dana tidak kurang dari 5,4 milyar dollar. Dana sebesar itu akan digunakan untuk membangun hotel berbintang di Manado, Makassar, dan resort bernilai Rp 10 miliar per unit di Bali. Untuk penyediaan gedung perkantoran, Bosowa sedang membangun Menara Bosowa di Makassar dan pembangunan menara serupa di Jakarta. Erwin juga mengungkapkan bahwa dirinya tertarik untuk bermain di bisnis tower telekomunikasi. Namun untuk yang satu ini, ia masih enggan mengungkapkan secara detail.

Meski sangat ambisius untuk memperbesar gurita bisnis Bosowa, Erwin menyebutkan bahwa pada tahun ini, langkah ekspansi Bosowa tidak akan secepat pada 2008. Pasar yang melesu karena daya beli masyarakat yang menurun akibat hantaman krisis global, menjadi penyebab dari kehati-hatian ini. Sebagai langkah konsolidasi, untuk saat ini ia pun akan tidak memperbesar ekspose utang.

Thursday, July 16, 2009

Berebut Pasar Yang Masih Besar




Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand atau Singapura, penetrasi pasar elektronik di Indonesia jauh tertinggal. Padahal dari potensi bisnis, Indonesia hanya kalah dari dua negara besar Asia lainnya, yakni China dan India. Meski pertumbuhan pasar tidak secepat negara tetangga, semua vendor elektronik sepakat bahwa pasar Indonesia masih menjanjikan setidaknya dalam lima tahun ke depan.

Selain problem geografis dan rendahnya daya beli, masalah lain yang menyebabkan kecilnya penetrasi pasar elektronik adalah masih sedikitnya keberadaan peritel elektronik modern. Sebagai perbandingan, di tiga negara itu, 70%-80% pasar ritel elektronik dikuasai oleh peritel modern. Di Indonesia, kondisinya masih terbalik. 30% peritel modern, sementara 70% market share dipegang pemain tradisional. Itu sebabnya, guna memperluas pasar, belakangan peritel modern semakin bertambah, baik dari sisi pemain maupun gerai yang dimiliki.

Kue bisnis elektronik di Indonesia memang menggiurkan. Merujuk pada data EMC (Electronic Marketer Club), pertumbuhan pasar elektronik Indonesia rata-rata mencapai 20% - 25% per tahun. Pada 2007 lalu, kapitalisasinya sebesar Rp 15 trilyun. Kemudian melonjak menjadi Rp 18,1 trilyun pada 2008. Sementara diakhir kuartal pertama 2009, total penjualan elektronik sudah naik 4% menjadi Rp 4,38 trilyun dibanding periode yang sama 2008 (year on year) senilai Rp 4,20 trilyun.

Meski situasi ekonomi belum kondusif karena imbas krisis finansial global, kondisi itu tidak menyurutkan para pemain untuk terus berekspansi. Para peritel modern tampaknya berambisi untuk menggeser pemain tradisional. Setidaknya komposisi 50 : 50 dapat tercapai dalam beberapa tahun mendatang.

Sebelumnya masyarakat mengenal Agis sebagai gerai elektronik modern. Sebagai incumbent, kehadiran Agis (1997) dan kemudian disusul oleh Elektronic City (1991) langsung mengubah peta persaingan. Lewat berbagai keunggulan, baik dari sisi kenyamanan berbelanja maupun fasilitas penunjang lainnya termasuk jaminan purna jual, masyarakat yang tinggal diperkotaan dan kelompok menengah atas, dengan cepat mengubah gaya belanja mereka. Pelan tapi pasti, Glodok dan Mangga Dua yang sebelumnya menjadi episentrum ritel elektronik nasional, mulai kehilangan pamor.

Datangnya raksasa baru, seperti Electronic Solution (ES) asal Singapura dan Best Denki dari Jepang pada 2006 lalu, semakin mengubah iklim kompetisi. Apalagi hanya dalam tempo beberapa tahun, gerai keduanya makin meluas ke berbagai kota besar di Indonesia.

Dari perbincangan saya dengan GM Operation ES Daniel Trisno, kedepan persaingan antar ritel elektronik modern juga akan semakin ketat. Utamanya karena penerapan strategi yang mirip-mirip. Ia menilai tantangannya bukan lagi terletak pada produk, namun pada strategi perusahaan dalam memanjakan pelanggan sekaligus menekan harga sekompetitif mungkin. Itu sebabnya Daniel menyakini bahwa hanya perusahaan yang mampu menekan cost sekecil mungkin yang akan tetap survive di bisnis yang menekankan pada volume ini.

Wednesday, July 15, 2009

Nokia Pilih Android Atau Symbian



Tak dapat dipungkiri, sebagai vendor incumbent Nokia kini sedang berjuang untuk membangkitkan kembali peluangnya di pasar smartphone. Nokia sebagai pembuat empat dari 10 ponsel, kali ini mengalami kekalahan telak. Raksasa Finlandia itu telah kehilangan pasarnya terutama produk yang bisa mengakses internet, mengirim email serta mendownload aplikasi pihak ketiga semacam Apple iPhone atau BlackBerry Storm. Platform Android, di lain pihak makin popular dengan setengah lusin handset akan muncul pada tahun ini.

Analis di HSBC menyebut Nokia menguasai 47% pasar smartphone global pada 2007 dan turun menjadi 35% musim panas lalu dan diprediksi tinggal 31% pada akhir 2009.
Segmen smartphone menjadi penting karena satu-satunya segmen yang masih bisa tumbuh. Konsumen saat ini bertahan untuk terus menggunakan ponselnya yang masih ada, atau menukar handsetnya dengan perangkat lebih mutakhir misalnya iPhone.

Setahun lalu Nokia menyediakan agar software Symbian bisa tersedia secara gratis digunakan oleh produsen ponsel dalam usaha melawan ancaman Android dan iPhone.
Tapi respon pada Symbian relatif sepi. Sebaliknya pengguna iPhone telah mendownload jutaan aplikasi hanya dalam sembilan bulan. Sementara Android juga menarik banyak developer untuk menyediakan widget serta aplikasi menarik lainnya.

Firma riset Strategy Analytics, mengungkapkan bahwa setelah iPhone, pertumbuhan Android akan meroket karena OS lansiran Google itu mendapat dukungan besar dari para operator selular, vendor handset, dan pengembang (developer) peranti lunak. Disamping wilayah penjualan smartphone Android semakin luas sehingga memungkinkan lebih banyak orang membeli ponsel cerdas berbasis Android.

Menurut senior analis Strategy Analytics Tom Kang, pada semester kedua 2008, Android hanya dipasarkan di AS. Namun memasuki 2009, Android mulai menyebar ke Eropa dan Asia. ”Karena itu Android diperkirakan bakal mencapai pertumbuhan hingga 900% pada tahun ini”, ujarnya. Dengan perkiraan tersebut, smartphone Android diprediksi akan menjadi papan atas di segmen smartphone dalam dua atau tiga tahun mendatang.

Dari data yang dilansir oleh Gartner Inc, pada 2008 pasar OS smartphone global masih didominasi oleh Symbian dari Symbian Foundation dengan market share 52,4%. Posisi kedua ditempati Blackberry dari RIM (Research in Motion) dengan pangsa pasar 16,6%. Peringkat ketiga diduduki Windows Mobile dari Microsoft Corp, yang menguasai 11,8%. iPhone dari Apple menempati posisi keempat dengan penguasaan 8,2%. Sementara posisi kelima diduduki Linux dengan pangsa pasar global 8,1%.

Jika Android sukses menyodok posisi lima besar, maka akan ada OS yang terpental dari kelompok elite tersebut. Para analis memperkirakan, Linux akan kesulitan bertahan karena penggunaan OS itu di pasar smartphone akhir-akhir ini semakin susut.
Kembali ke Nokia. Serbuan iPhone dan Blackberry memang membuat posisi raksasa Finlandia itu menjadi goyah di pasar smartphone. Meski begitu Nokia membantah bahwa mereka telah berbalik arah dengan mendukung Android.

Juru bicara Nokia Joseph Gallo menandaskan bahwa rumor yang menyebutkan Nokia akan segera melansir smartphone berbasis Android adalah keliru. “Sejauh ini Nokia tetap konsisten mempertahankan Symbian sebagai satu-satunya platform pilihan bagi smartphone Nokia”, ujarnya.

Sebelumnya harian terkemuka Inggris The Guardian dalam laporannya Senin (13/7), menyebutkan bahwa Nokia tengah mempersiapkan smartphone generasi pertama dengan OS Android. Diperkirakan Nokia akan meluncurkan smartphone versi itu pada September mendatang.

Analis dari firma riset Strategy Analytics Bonny Jo menilai bahwa bergabungnya Nokia ke Android memang bukan perkara mudah. Apalagi pada tahun lalu, Nokia sudah mengakuisisi Symbian dan menjadikannya sebagai lembaga nir laba, guna mendukung dan mengembangkan distribusi software.

Namun dengan berkembangnya pasar, terutama dalam dua tahun terakhir, akuisisi atas Symbian membuat ruang gerak Nokia menjadi sempit. Nokia kesulitan meningkatkan kapasitas produksi, terutama dalam mengadopsi standar baru yang dipicu oleh pertumbuhan permintaan global.

Tahun lalu Nokia mengapalkan tak kurang dari 400 juta unit ponsel ke seluruh dunia. Dengan kompetisi yang makin ketat antar vendor handset dan operating system, Joy menyebutkan bahwa tantangan Nokia tidak hanya menyangkut pengembangan produk, namun juga sistem produksi dan jaringan distribusi yang semakin terintegrasi sesuai dengan standar yang berlaku.

Thursday, July 9, 2009

Mobile Advertising, The Next Big Thing!



Tak ada yang menyanggah bahwa ponsel merupakan medium yang efektif untuk beriklan. Dengan sifatnya yang personal, peluang untuk memasarkan produk secara langsung dapat dilakukan dengan biaya murah, sekaligus efektif karena tepat pada sasaran. Namun sejauh ini pertumbuhan mobile ads masih terbilang rendah. Laporan lembaga survey Informa Telecom & Media, menunjukkan pada 2006 nilai bisnis ini baru mencapai $781 juta diseluruh dunia. Bandingkan dengan nilai iklan internet advertising yang sudah mencapai $24 milyar, dan $40 milyar untuk media-media konvensional.

Sampai saat ini, layanan mobile ads umumnya masih didominasi oleh SMS. Guna menggenjot pendapatan, operator mulai bersiap untuk memperkenalkan layanan yang lebih berkelas, lewat video clips, web pages, download musik dan game. Menurut prediksi Informa Telecom & Media, kombinasi layanan itu diperkirakan dapat mendorong belanja iklan tahunan hingga $11,4 milyar pada 2011. Analisa lain malah memperkirakan pasar akan bertumbuh lebih signifikan, hingga $20 milyar pada tahun itu.

Mengapa mobile ads begitu menjanjikan? Pertanyaan yang sangat mudah untuk dijawab. Dibandingkan dengan lebih dari satu milyar pengguna PC saat ini, jelas populasi pengguna ponsel yang hampir menyentuh 2,7 milyar di seluruh dunia merupakan potensi pasar yang sangat besar. Apalagi angka itu, terus bertumbuh secara signifikan setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang. Krisis ekonomi yang melanda dunia, diperkirakan juga tidak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan pengguna ponsel. Disisi lain, tentu saja mobilitas sangat mendukung aplikasi mobile ads dibandingkan TV atau komputer.

Selain populasi yang dashyat, kelebihan dari mobile ads adalah tipe marketing yang disebut ”relevance”. Para pengiklan mempercayai, bahwa iklan-iklan tradisional umumnya hanya mencapai separuh dari target audience yang sebenarnya. Pada kasus iklan on-line, ukurannya pun sangat sederhana karena dengan sistem ”pay per click”, pengiklan hanya membayar sesuai jumlah hit. Sehingga efektifitasnya pun diragukan. Sementara bila dibandingkan dengan mobile ads, meski hanya menggunakan SMS, jelas sangat fokus. Dengan mengkaji profil calon konsumen secara cermat, pengiklan dapat secara khusus membuat program-program pemasaran yang lebih kreatif dan sesuai dengan kebiasaan pelanggan yang ingin dibidik.

Meski menjanjikan, berbagai kendala menghadang layanan mobile advertising. Setidaknya terdapat dua kendala utama, yakni SMS Only dan Costumer Privacy. Pada SMS Only, karena sudah teruji dan berbiaya paling murah, para marketer sejauh ini masih tetap mengandalkan SMS untuk meluncurkan program-program mobile ads. Trend ini sepertinya agak bertolak belakang karena sekarang berbagai layanan yang ditawarkan oleh operator lebih bervariasi. Mulai dari download musik, game dan video, microblogging dan surfing lewat ponsel, bahkan membangun jaringan sosial di dunia maya (mobile social networking). Namun pengiklan tampaknya tidak ingin berjudi, karena survey pada akhir 2006 menunjukkan baru sekitar 12% pelanggan ponsel di Amerika dan Eropa yang menggunakan ponsel mereka untuk mengakses internet. Persepsi masyarakat menunjukkan ponsel terlalu kecil untuk menonton TV atau bermain games. Dan penilaian itu, tidak serta merta pupus meski belakangan berbagai gadget baru seperti iPhone memiliki bentuk sedikit lebih besar, dengan layar yang lebih lebar dengan kualitas gambar yang lebih tajam.

Sementara pada kasus costumer privacy, ponsel adalah gadget yang bersifat personal. Itu sebabnya masalah privacy menjadi tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dalam hal ini toleransi menjadi kata kunci. Pasalnya, pelanggan akan berteriak, bila iklan mulai membanjir pada layar ponselnya. Alih-alih efektif, malah bisa jadi counter productive.

IPTV, Tayangan TV Berbayar Masa Depan



Bagi masyarakat kita, IPTV (Internet Protocol Television) mungkin masih kedengaran aneh. Padahal di berbagai belahan dunia lain, terutama di Eropa, IPTV terus berevolusi secara cepat. Data yang dilansir oleh ABI Researh menunjukkan Swedia, Finlandia, Italia, Jerman, Spanyol adalah negara-negara dengan pertumbuhan pelanggan IPTV paling cepat, sehingga menempatkan Eropa sebagai basis pasar IPTV global hingga 50%. Di kawasan Amerika Utara, dua raksasa telekomunikasi Verizon dan AT&T sudah melayani 1,2 juta pelanggan. Sementara di Asia yang merupakan 1/3 dari pasar IPTV dunia, NTT (Nippon Telephone and Telegraph) meraih sekitar 4,2 juta pelanggan di Jepang, disusul Chunghwa Telecom di Hongkong 1,02 juta pelanggan dan China Telecom untuk pasar China sebanyak 930 ribu pelanggan. Alhasil, sampai dengan akhir 2007, total pelanggan IPTV di seluruh dunia sudah mencapai 13,4 juta pelanggan. Sementara dari sisi pendapatan, naik 93.5 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi US$ 4.5 miliar

Kedepan, IPTV dipastikan akan terus booming. Menurut analisa lembaga riset terkemuka AS, Gartner, jumlah pelanggan IPTV diperkirakan naik 64 persen menjadi 19,6 juta pada tahun 2008. Sementara di 2010, diprediksi lebih dari 48 juta rumah tangga di seluruh dunia akan ikut menggunakan IPTV.

Dari deretan angka-angka tersebut jelas menunjukkan bahwa IPTV adalah virus yang tengah mewabah. Pemicunya apalagi kalau bukan internet. Di Jepang misalnya, layanan IPTV sangat mudah diterima karena pelanggan layanan broadband internet disana sudah menjangkau 28,73 juta pengguna. Bisnis IPTV pun tambah menggeliat sejak 2007 seiring munculnya situs-situs video sharing seperti YouTube atau MetaCafe, situs jejaring sosial MySpace dan Facebook, serta munculnya beberapa layanan baru oleh broadcaster kelas kakap seperti Hulu dari NBC dan News Corp milik Rupert Murdoch.

Seperti halnya TV berbasis teresterial, satelit atau televisi kabel alternatif, tidak ada perbedaan mencolok dari distribusi layanan IPTV. Bedanya hanya terletak pada konten, karena IPTV dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pelanggan (personalized), interaktif dengan kemampuan high-definition dan dapat menyatu dengan layanan ponsel. Itu sebabnya, migrasi dari TV analog ke layanan TV digital yang digencarkan berbagai negara-negara Eropa dan Amerika Utara, semakin mempercepat laju IPTV. Alhasil, pelanggan rumahan diprediksi naik pada 2008 ini menjadi 1,1 persen, dan akan terus meningkat menjadi 2,8 persen menjelang 2012.

Jika dibandingkan dengan layanan TV konvensional, ragam layanan IPTV lebih bervariasi. Diantaranya Electronic Program Guide, Broadcast/Live TV, Pay Per View, Personal Video Recording, Pause TV, Video on Demand, Music on Demand, Gaming, Interactive Advertisement, dan T-Commerce. “Layanan tersebut dilengkapi beberapa fitur yang cukup menarik, seperti Emergency Alert System, Multiple Language dan Parental Control yang dapat membatasi tayangan TV oleh orang tua kepada anaknya”, ujar Head of Solution Architect PT Ericsson Indonesia, Hindra Irawan.

Nah, jika di berbagai belahan dunia IPTV sudah menjadi bagian dari trend gaya hidup, bagaimana dengan di Indonesia? Sayangnya para pemain yang sudah bersiap meraup fulus, masih perlu bersabar. Pasalnya, untuk menggelar layanan entertainment masa depan ini, masih terganjal dua hal yang sangat fundamental, yakni regulasi dan infrastruktur. Pada wilayah regulasi IPTV bisa masuk ke dalam tiga kategori. Dari sisi kemampuan, IPTV masuk dalam kategori industri telekomunikasi, dari konten masuk dalam kategori penyiaran, sedangkan dari sisi teknologi masuk dalam kategori internet. Sementara UU yang ada sekarang, masih bersifat parsial yakni menyasar masing-masing wilayah (UU telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU Transaksi Internet). Hal ini jelas menjadi tantangan bagi pemerintah untuk bisa mengakomodir ketiga industri itu, demi pengembangan teknologi IPTV di masa depan.

Sementara dari sisi infrastruktur, penerapan IPTV masih terkendala. Diperlukan dana investasi yang tidak sedikit karena untuk bisa menggelar layanan ini diperlukan bandwith besar guna menjamin kualitas gambar yang tampil mulus dan tidak patah-patah. Belajar dari pengalaman di negara-negara lain yang sudah mengimplementasikan IPTV, Ericsson merekomendasikan setiap pelanggan harus mendapat akses internet dengan kecepatan minimal 12 Mbps. Adanya kendala infrastruktur, Hindra mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada respons positif dari operator-operator telekomunikasi di Indonesia. Namun Hindra menyebutkan bahwa peluang IPTV tetap terbuka. Ia menyarankan untuk tahap awal, operator dapat membuka layanan ini secara terbatas pada cluster-cluster tertentu yang sudah memiliki infratruktur memadai. Ia merekomendasikan beberapa kawasan yang memadai di Jakarta, seperti SCBD, Mega Kuningan atau apartemen-apartemen kelas atas.

Tuesday, July 7, 2009

Antiklimaks Blackberry



Badai kini menerpa vendor ponsel cerdas RIM (Research In Motion). Produsen perangkat Blackberry itu kena batunya. Karena tak kunjung mendirikan pusat layanan resmi, pemerintah menyiapkan langkah yang secara tidak langsung akan 'memboikot' BlackBerry di Indonesia. Langkah dari pemerintah ini termasuk menghentikan sertifikasi perangkat baru dan membekukan sertifikat yang ada sehingga menghalangi importasi perangkat BlackBerry.

Ancaman untuk menghentikan impor BlackBerry tidak main-main. Vendor asal Kanada itu cuma diberi tenggat waktu hingga 15 juli untuk membuka layanan purna jualnya. Untuk menegakkan aturan, pemerintah memang layak bersikap keras. Pasca pertemuan antara Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dengan perwakilan RIM (Manager Government Relation RIM Jason Saunderson dan Adviser Legal Cosultant Abadi Sisnadisastra) dan Kedubes Kanada (Atase Kebudayaan Muller), di Gedung Ditjen Postel, Jumat pekan lalu (3/7/2009), RIM sejauh ini belum melakukan tindakan apa pun. RIM malah terkesan tarik ulur, karena menginginkan pertemuan lanjutan.

Alhasil, pemerintah menilai RIM hanya sekedar janji tanpa realisasi. Padahal, pembangunan pusat layanan resmi merupakan wujud dari tanggung jawab vendor, baik terhadap aturan yang berlaku maupun kewajiban mereka terhadap pelanggan. Tidak seperti sekarang ini, banyak piranti yang rusak harus dikirim ke Singapura.

Alasan feasibility study yang dikemukakan RIM untuk menangguhkan pusat layanan dinilai Basuki tidak masuk akal. Padahal jelas-jelas, Blackberry kini merupakan produk paling laris diburu konsumen, meski harganya diatas Rp 6 jutaan. Tiga operator masing-masing Indosat, Telkomsel dan XL, kini memiliki pelanggan Blackberry diatas 300 ribu. Itu baru jalur resmi. Padahal, sudah jadi rahasia umum bila volume Blackberry di pasar gelap jauh lebih besar. Perbandingannya diperkirakan mencapai 7:3.

Dengan demikian, bisa dikatakan nasib impor BlackBerry ke Indonesia tinggal menghitung hari. Jika sampai 15 juli RIM belum membuka layanan purna jualnya, regulator akan menghentikan semua impor BlackBerry, baik itu dari operator maupun paralel impor yang memiliki sertifikasi B.

RIM sendiri dalam keterangan resminya menyatakan bahwa pembukaan fasilitas reparasi akan memperluas kemampuan layanan purna jual RIM yang telah ada untuk mendukung pertumbuhan penjualan BlackBerry oleh mitra-mitra RIM di Indonesia. Meski menyebut dalam waktu dekat, RIM tidak menegaskan apakah pembukaan itu akan memenuhi tenggat waktu dari pemerintah atau tidak.

Terlepas dari polemik itu, kita tentu berharap konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan tidaklah surut. Meski mungkin ada tekanan dari pihak-pihak terkait. Apalagi sikap keras Dirjen Postel juga didukung oleh BRTI (Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia). BRTI berpendapat RIM tidak lagi bisa berlagak jadi tamu di Indonesia Mereka sudah menikmati pasar yang luar biasa gemuk, namun dengan sengaja melupakan kewajiban.

Monday, July 6, 2009

TV dan Perlombaan Tekhnologi



Sejak beberapa dekade terakhir, TV layar lebar menjadi ajang perlombaan teknologi yang dikembangkan oleh para vendor elektronik papan atas. Selain platform, ukuran rupanya juga menjadi standar keberhasilan. Semuanya berujung pada upaya memuaskan konsumen.

LCD TV kini boleh jadi mendominasi pasar TV layar lebar. Dengan desain yang sleek serta ukuran yang tipis, banyak yang kepincut dan langsung menempatkan sebagai prioritas belanja elektronik. Apalagi dengan produksi yang semakin masal, harga TV LCD belakangan semakin turun. Lihat saja varian terkecil, 32 inch sudah dapat ditebus dengan harga Rp 6 jutaan. Padahal tiga tahun lalu, harganya masih bertengger diatas Rp 15 jutaan.

Market size LCD TV memang terus membesar setiap tahunnya. Menurut perkiraan firma iSuppli, penjualan televisi LCD di Asia Tenggara akan meningkat menjadi 13,5 juta unit pada 2012, dari 1,6 juta unit pada 2007. Artinya, pasar di kawasan itu mampu meraih pertumbuhan tahunan rata-rata 53,9%.

Pertumbuhan volume penjualan (unit) televisi LCD dibarengi pula dengan pertumbuhan pendapatan. iSuppli memperkirakan, pada 2012 pendapatan televisi LCD Asia Tenggara akan menembus USD6,3 miliar, naik rata-rata 38,6% per tahun dari USD1,2 miliar pada 2007. iSuppli mengungkapkan, pada saat ini pasar televisi Asia Tenggara masih didominasi CRT karena TV jenis memang lebih murah.

Meski sejumlah vendor juga memperkenalkan TV layar lebar dengan teknologi DLP atau LCoS, LCD dipastikan akan tetap menjadi primadona. Meski begitu, tantangan terhadap dominasi LCD juga akan semakin keras. Pasalnya, sejumlah vendor telah memunculkan tekonologi lain yang dapat menjadi pesaing serius di masa datang. Salah satunya adalah SED (Surface-Condution Electron-Emitter Display).

SED yang juga merupakan turunan dari TV flat panel, pertama kali diperkenalkan oleh Canon pada 1980-an. Untuk mendongkrak performa, Canon yang merupakan jawara kamera digital, menggandeng Toshiba pada 1999. Memasuki 2004, keduanya bahkan membentuk perusahaan patungan yang dinamakan SED Inc.

Sejauh ini produksi SED masih terbatas. Masa depan TV ini tampaknya masih terganjal oleh masalah hukum, pasca gugatan yang dilancarkan Nanotech karena menganggap pihak Canon melanggar paten milik mereka.

Selain SED, teknologi lain yang siap menyalip LCD adalah OLED. Epson dan Samsung adalah dua vendor dibalik pengembangan TV jenis ini. Epson dapat disebut sebagai perintis, karena pertama kali memperkenalkan kepada publik prototipe TV OLED berukuran 40 inch pada 2004. Setahun kemudian, Samsung juga sukses mengembangkan TV sejenis dengan ukuran yang sama. Teknologi OLED memiliki kelebihan dibandingkan plasma atau LCD, terutama dalam hal ketebalan yakni kurang dari 3 cm. OLED juga memiliki response time yang jauh lebih baik serta konsumsi listrik yang relatif lebih hemat.

Diluar OLED dan SED, teknologi teranyar yakni FED TV juga bakal meramaikan pasar TV di masa depan. FED TV yang dikembangkan oleh Sony, diperkirakan bakal lebih cepat diproduksi secara masal. Pasalnya, Sony belum lama ini telah memperkenalkan monitor FED 19 inch yang dapat dimainkan pada console PS3. Penonton yang hadir berdecak kagum karena salah satu game terpopuler Grand Tursimo dapat dimainkan dengan kecepatan 5 hingga 240 fps.

Dengan animo pasar yang besar terutama di kalangan gamer, Sony menyatakan akan memulai produksi monitor FED pada tahun depan. Dengan kualitas gambar yang sempurna, nyaris tanpa flickr, diperkirakan Sony juga akan segera merilis FED TV dalam waktu yang tidak lama lagi. Sony optimis bahwa FED TV akan menjadi standar TV masa depan menggantikan LCD TV.

Demam Broadband Internet



Diam-diam broadband internet kini sudah menjadi gaya hidup baru masyarakat Indonesia. Dipicu oleh berbagai faktor seperti device yang semakin terjangkau terutama ponsel dan netbook, serta murahnya harga berlangganan, internet broadband memang tengah happening di Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan fenomena BlackBerry yang kental dengan aroma gaya hidup. Alhasil, kini jumlah pengguna internet diperkirakan sudah mencapai 30 juta. Padahal tahun lalu, angkanya masih dibawah 20 juta pelanggan.

Lonjakan ini terutama dipicu oleh layanan mobile internet yang semakin gencar ditawarkan oleh operator-operator ponsel. Dengan harga berlangganan yang semakin murah, trend pertumbuhan pelanggan dipastikan akan terus meningkat di masa yang akan datang. Banyak kalangan meyakini, hingga akhir 2009 total pelanggan akan menembus 50 juta.

Kondisi ini jelas menggembirakan. Pasalnya, penetrasi internet di Indonesia masih dibawah 10%. Tergolong sangat rendah dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Dalam Networked Readiness Index yang dikeluarkan World Economic Forum, Indonesia mendapat peringkat ke 76, jauh di bawah Malaysia dan Thailand.

Namun, agar tidak mengulangi kasus Indosat beberapa waktu lalu, operator dapat mengambil pelajaran penting agar tidak ditinggalkan pelanggan. Setidaknya ada lima sisi yang mengemuka dari internet broadband, yakni quality of service, harga yang terjangkau, koneksi yang cepat, dukungan teknologi terkini, costumer service yang helpful, dan brand operator yang kuat.

Apa yang dialami Indonesia juga menjadi cerminan bahwa dunia tengah demam dengan layanan internet broadband. Survey yang dirilis oleh lembaga riset terkemuka, OVUM Strategy Analytics, menyebutkan bahwa pada 2012 mendatang, total pelanggan internet broadband akan menembus 1,8 milyar pengguna. Selain device yang semakin terjangkau, lonjakan ini dipicu oleh semakin banyaknya operator yang sudah bermigrasi ke layanan 3G atau 3,5G.

Catatan Global Mobile Suppliers Association (GSA) menunjukkan pada 2008, terdapat 228 operator WCDMA atau 3G di 94 negara. Sementara jumlah operator yang sudah mengaplikasikan layanan 3,5G atau HSPA mencapai 207 operator yang tersebar di 89 negara. Kombinasi keduanya sudah menjangkau 240 juta pengguna. Operator nomor satu di Jepang, NTT DoComo menjadi salah satu operator dengan pencapaian mobile internet tertinggi. Lebih dari 80% pelanggan mereka, terbiasa menggunakan internet pita lebar. GSA juga mencatat, sebanyak 800 perangkat berbasis HSPA dan 120 supplier, menjadi bagian dari momentum pertumbuhan itu.

Maraknya operator yang bermigrasi ke 3G atau 3,5G dengan sendirinya akan mendorong penggunaan mobile internet semakin massif. Alhasil, GSA menyimpulkan bahwa 75% pengguna internet pada 2013 mendatang akan didominasi oleh pelanggan mobile.

Meski generasi 3,5 (WCDMA dan HSPA) mulai banyak diadopsi oleh para operator di seluruh dunia, namun perkembangan teknologi broadband di masa datang semakin menjanjikan, terutama dari sisi kecepatan. Seperti diketahui, HSPA saat ini memiliki kecepatan akses data 1,4 Mbps. Kecepatan ini dapat bertambah drastis, jika operator bermigrasi ke HSPA+ yang menawarkan akses data pita lebar hingga 5,8 Mbps.

Dalam perkembangannya, HSPA+ juga terus mengalami evolusi. Vendor jaringan seperti Ericsson belakangan semakin getol memperkenalkan Long Term Evolution (LTE). Menurut Mikael Back, Chief Officer WCDMA Radio Network, LTE didesain sebagai standar jaringan bergerak masa depan menggantikan standar jaringan sebelumnya. ”Beragam aplikasi yang ditawarkan oleh operator, nantinya akan bertumpu pada komunikasi data. Dengan kecepatan yang tinggi, waktu jeda yang rendah maka pelanggan akan dapat menikmati kecepatan unduh yang luar biasa”, ujar Back.

Untuk mendukung platform baru itu, Ericsson telah mendemonstrasikan prototipe LTE pada ajang 3GSM World Congress di Barcelona 2008. Hebatnya, LTE mampu mentransfer data dengan kecepatan hingga 100 Mbps.

Back juga menyebutkan bahwa LTE memiliki kesesuaian dengan produk-produk GSM generasi sebelumnya. Itu berarti LTE dapat berjalan pada semua pita frekwensi yang memiliki lisensi dari 450 MHz (time division duplexing) hingga 2,5 MHz (frequency-division duplexing). ”Dengan berjalan pada kedua frekwensi itu, pada akhirnya LTE akan berdampingan dengan teknologi standar yang telah ada”, ungkapnya.

Budi Hartono, Sosok Dibalik Sukses Llumar


Muda, energik dan penuh semangat. Begitulah kesan yang muncul saat saya bersua dengan Budi Hartono. Ditemui di kantornya di bilangan Pondok Indah Jakarta, pria kelahiran Surabaya ini terkesan sangat menikmati hidupnya. Bisa jadi karena PT Perisai Sakti (PS) yang dikomandaninya, sudah membukukan prestasi yang menggembirakan. “Dalam beberapa tahun terakhir, rapor Perisai Sakti kini tidak lagi merah. Hal ini merupakan bukti dari konsistensi dan profesionalisme seluruh jajaran manajemen, sehingga akan terus memacu semangat kerja Llumar Indonesia di masa yang akan datang”, ungkapnya.

Hebatnya, pencapaian ini juga sejalan dengan popularitas Llumar sebagai produk kaca film dengan brand perception yang sangat positif. Umumnya, konsumen mengasosiasikan Llumar sebagai produk berkualitas namun dengan harga yang kompetitif. Sementara tag line : Made in USA, pun diyakini memiliki tuah yang cukup berpengaruh terhadap kualitas produk Llumar. ”Faktanya sejauh ini AS memang masih menjadi kiblat teknologi kaca film dunia”, ujar Budi.

Menurut penuturan Budi, kesuksesan membangun Llumar sesungguhnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Segudang tantangan membelitnya saat ia memutuskan untuk memegang lisensi sebagai distributor Llumar untuk pasar Indonesia. Hadir pertama kali pada 2002, produk Llumar masih kalah pamor dibandingkan dengan produk sejenis yang sudah malang melintang duluan, seperti V-Kool, Solar Guard, 3M atau Johnson. Sudah begitu, ia mewarisi utang milyaran rupiah dari para pemegang saham lama.

Namun berbekal keyakinan yang kuat, Budi tidak perlu berpikir panjang untuk menyatakan kesanggupannya untuk memimpin PS. Ia percaya, dengan penetrasi pasar yang masih terbilang rendah, produk-produk kaca film branded, seperti Llumar memiliki potensi pasar yang luas. Tak perlu menunggu lama, langkah-langkah pembenahan pun dilakukan. Pada tahun-tahun pertama, ia memfokuskan pada pembangunan jaringan pemasaran ke seluruh Indonesia. Dealer-dealer potensial di berbagai kota besar di Indonesia, direkrut untuk memperkuat armada penjualan. Pada sisi lain, langkah promosi pun juga digenjot. Budi tidak segan-segan menggelontorkan dana ratusan juta rupiah untuk membangun brand awarness Llumar.

Bahkan untuk aktifitas promosi, model out of box selalu menjadi ciri khas Llulmar. Ambil contoh pada 2004, ia membangun booth setinggi 11 meter pada ajang IAS (Indonesia Auto Show) yang menjadi rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Seolah tidak puas, ia melepaskan sebanyak 10 ribu balon Llumar ke udara, bertepatan dengan kampanye terakhir pemilu 2004 PDI-P di Parkir Timur Senayan. Aksi lepas balon itu pun juga berbuah penghargaan yang sama dari MURI.

Menurut Budi, bisnis juga merupakan seni. Itu sebabnya, ia meyakini kesuksesan bisnis juga bukan sekedar ditopang dari sumber daya konvensional, seperti modal, SDM atau dukungan jaringan pemasaran. ”Insting pun cukup berperan”, ujarnya. Ia menceritakan kisah unik yang dijalaninya pada awal membangun Llumar. Sadar akan keterbatasan anggaran, Budi terkesan berjudi karena pada dua bulan pertama ia ’sukses’ menghabiskan opex (operation expenditure) sebanyak Rp 800 juta, hanya untuk berkeliling ke Indonesia guna merekrut para dealer, serta untuk aktifitas promosi baik ATL maupun BTL. Alhasil, PS tidak memiliki modal lagi untuk membeli bahan baku Llumar langsung dari pabriknya di Martinsville, Virginia, AS.

Rupanya langkah-langkah promosi terbilang efektif. Konsumen mulai tergerak dan dealer-dealer di seluruh Indonesia mulai kebanjiran order. Namun tentu saja PS tidak dapat mengirim produk pesanan. ”Wong, bahan bakunya belum ada”, ungkap Budi sambil tertawa. Kondisi itu ia biarkan selama hampir dua bulan, sampai para dealer teriak-teriak.

Nah, pada puncaknya, Budi bersama timnya pun bergerak cepatnya. Ia menghubungi para dealer untuk meminta pembayaran di muka. Dan langkah ini terbilang efektif. Karena tidak ingin kehilangan peluang dan omzet yang sudah menunggu di di depan mata, semua dealer menyanggupi. Hasilnya, hanya dalam tempo singkat, terkumpul uang Rp 1,5 milyar, cukup untuk membeli bahan baku Llumar yang langsung didistribusikan ke seluruh dealer. Nah, dari situlah, imbuh Budi, bola salju Llumar mulai bergerak, sekaligus mampu menjawab kebutuhan konsumen.

Menurut Budi, jaringan pemasaran yang kuat memang menjadi salah kunci sukses Llumar. Kini saat produk life cycle Llumar mulai memasuki masa maturitas, ia membatasi jumlah dealer. Saat ini total dealer PS di seluruh Indonesia berjumlah 25. Bagi mereka yang masih ingin berminat menjadi dealer, Budi menetapkan syarat yang cukup berat. Yakni menyediakan “uang hangus” senilai Rp 50-75 juta. Mahar ini nantinya akan digunakan untuk keperluan promosi calon dealer bersangkutan sebanyak 30%, sisanya akan digunakan untuk promosi yang bersifat nasional. Budi menjamin, tak seperak pun dari dana tersebut mengalir ke rekening PS.

Sejatinya, imbuh Budi, tujuan dari mahar tersebut untuk menghargai keberadaan dealer-dealer incumbent. ”Karena mereka bersedia tumbuh dan berkembang bersama PS terutama pada waktu Llumar masih belum punya nama”, ujarnya.

Thursday, July 2, 2009

MU dan Ikon Budaya Pop



Sudahkah Anda memiliki tiket nonton pertandingan antara MU dengan Indonesian All Star yang digelar 20 Juli nanti? Kalau belum, mungkin Anda harus gigit jari. Karena pekan lalu, pihak panitia mengungkapkan bahwa seluruh tiket pertandingan sudah ludes terjual. Termasuk tiket kelas VIP yang berharga jutaan rupiah.


MU memang fenomenal. Meski gagal mempertahankan gelar liga Champions, toh di musim kompetisi yang baru saja usai, klub yang diasuh oleh Alex Ferguson itu tetap menyabet treble winner. Piala Dunia Antar Klub, Piala Carling dan gelar liga Primer 2008/2009.


Sayangnya di musim kompetisi mendatang, kita tidak akan lagi menyaksikan aksi Christiano Ronaldo yang sudah hijrah ke Real Madrid, serta Carlos Tevez yang menolak perpanjangan kontrak dengan tim berjuluk The Red Devils itu.


Begitulah, sejak menjelma menjadi industri bernilai milyaran dollar, sepak bola bukan lagi urusan olahraga semata. Berbagai isu dan kepentingan, menjadi dinamika yang tak akan ada habisnya. Terutama menyangkut keberadaan pemain dan sponsor yang menentukan hidup matinya sebuah klub sepak bola modern.


Nah, mengenai sponsor, Bila tak ada aral melintang, merek Sahara akan menjadi sangat populer di jagat ini. Apa sebabnya? Perusahaan asal India itu (Sahara India Pariwar), disebut-sebut semakin dekat untuk menjalin kontrak dengan MU untuk menjadi sponsor baru yang akan terpampang di jersey mereka mulai musim kompetisi Mei 2010. Nantinya, dengan tulisan yang tertera di kaos Wayne Rooney dkk, Sahara dengan sendirinya akan melesat menjadi pemain global.


Meski masih belum menemukan kata final, sejauh ini Sahara menjadi kandidat paling kuat menggantikan AIG, sejak perusahaan asuransi itu mengonfirmasi takkan memperpanjang kerjasamanya dengan 'Setan Merah' karena hantaman krisis.


Selain AIG, yang kontrak tahunannya dengan MU bernilai 19 juta pound, klub pengumpul 18 gelar juara Liga Inggris juga mengikat kerjasama dengan produsen jam asal Swiss, Hublot, pabrik ban Korea Selatan, Kumho Tire Co, serta Saudi Telecom.


Sahara sebenarnya bukan satu-satunya perusahaan India yang didekati MU, karena mereka juga dikabarkan melakukan pendekatan dengan perusahaan otomotif, Tata Group. Perusahaan yang juga bergerak dalam bidang penambangan besi, teknologi informasi, komunikasi dan hotel itu saat ini juga telah mensponsori tim F1 Ferrari. Beberapa perusahaan lain yang dikabarkan tertarik untuk memajang namanya di jersey MU adalah Air Asia dan Saudi Telecom.


Namun jika Sahara setuju dengan nilai kontak yang ditawarkan MU (sejauh ini belum dikonfirmasikan), maka konglomerat keuangan yang juga bergerak di bidang percetakan dan real estate itu, akan menjadi legenda selanjutnya, setelah Sharp, Vodafone dan AIG yang pernah sukses menjalin kerjasama dengan MU, meski tidak sedikit dana yang harus mereka gelontorkan.


Vodafone sebelum berakhirnya kontrak pada musim 2006, harus mengeluarkan 10 juta pound untuk masa lima tahun. Rekor itu kemudian dipecahkan oleh Chelsea saat klub asal London itu menggandeng Samsung. Tak kurang 50 juta pound menjadi mahar yang harus disiapkan vendor asal Korea itu, mulai musim kompetisi 2006-2011, menggeser sponsor sebelumnya, maskapai penerbangan UEA, Emirates.


Mengapa tim sepakbola menjadi incaran sponsor? Untuk mencari jawabnya barangkali kita bisa meminjam pernyataan Suzzane Benfield, konsultan desainer pada Boehme Filatex Inc. Menurutnya, seperti halnya selebirities seperti aktor, aktris dan penyanyi, atlet profesional termasuk para pesepak bola, kini juga menjelma menjadi icon budaya pop. Mereka ini adalah lifestyler yang dapat menjadi penentu arah trend, baik dalam hal fashion, automotive maupun gadget-gadget yang mendukung gaya hidup.


Fenomena David Beckham, mempertegas hal ini. Mantan kapten The Three Lions ini adalah ikon budaya pop paling ulung. Gaya berpakaian dan model rambutnya, mampu menyihir remaja-remaja di seluruh dunia. Termasuk mereka yang sebenarnya tidak pernah main sepak bola!


Alhasil, meski dunia sedang di rundung resesi, tampaknya minat perusahaan untuk tetap mensponsori klub-klub sepak bola tak kan pernah surut. Simbiosis mutualisma, akan selalu mendasari jalinan kerjasama antara dunia olahraga dan bisnis. Dan, karena terpaan krisis, kali ini giliran perusahaan-perusahaan papan atas Asia mulai berjaya di pentas olahraga dunia.