Thursday, July 2, 2009
Mandala, Bangkit Setelah Terpuruk
Musim liburan sekolah telah tiba. Dan bagi kelas menengah atas, berlibur bersama keluarga dengan pesawat terbang merupakan pilihan utama. Alhasil, banyak maskapai menikmati load factor hingga 100% untuk rute-rute gemuk, seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Bahkan, semua pesawat sudah fully booked untuk pertengahan Juni hingga akhir Juli. Jelas, di tengah himpitan krisis, lonjakan penumpang di pertengahan Juni ini menjadi momen yang sangat berharga bagi maskapai penerbangan untuk mendongkrak omzet.
Tak terkecuali Mandala. Maskapai penerbangan yang sudah berpengalaman 40 tahun ini mengalami surplus penumpang. Head of Corporate Communication Mandala Air Trisia Megawati KD bilang, seperti tahun-tahun sebelumnya, menjelang liburan panjang sekolah seperti saat ini, pesanan tiket Mandala memang melonjak. Meski begitu, pihak tidak ingin terburu-buru merealisasikan rencana untuk menambah kursi. Karena dengan jumlah frekuensi yang ada saat ini, pihaknya masih bisa mengakomodasi kebutuhan penumpang. Tak kurang dari 550.00 kapasitas kursi per bulan, disediakan Mandala untuk berbagai tujuan.
Prestasi yang dialami Mandala saat ini, tentu kontras dengan kondisi yang dialami oleh maskapai itu pada tahun-tahun sebelumnya. Pasca kecelakaan pesawat Boeing 737-200 milik maskapai itu di bandara Polonia, Medan 5 september 2005, kinerja Mandala Air berada pada titik nadir. Banyak yang memperkirakan nasib Mandala tidak akan jauh berbeda dengan Bouraq, yang terpaksa harus gulung tikar, meski sudah puluhan tahun beroperasi. Brand yang amburadul, karena ketidak percayaan konsumen menjadi titik paling lemah bagi Mandala untuk bangkit.
Namun sebagai maskapai yang sudah berpengalaman selama 40 tahun, terlalu sayang membiarkan Mandala terpuruk. Mandala hanya membutuh suntikan modal dan jajaran manajemen yang qualified.
Dan gayung pun bersambut. Pada 2006 Indigo Partners dan Cardig International mengakuisisi Mandala. Kedua perusahaan multinasional yang sudah kenyang dengan asam garamnya dunia penerbangan itu, meyakini bahwa potensi pasar domestik yang lebih besar dari India, akan memberi peluang bagi Mandala untuk tumbuh menjadi maskapai penerbangan modern yang menawarkan keamanan, dapat diandalkan, dengan harga terjangkau.
Untuk memperkuat armada sekaligus meningkatkan kapasitas, pada 2007 Mandala memesan 30 pesawat airbus baru senilai 2,3 miliar dolar AS. Seolah ingin memutus mata rantai, Mandala juga telah menghentikan penggunaan semua pesawat jenis Boeing dan menjalin kerja sama dengan Singapore Airlines Engineering Company (SIAEC) untuk perawatan pesawat.
Bagaimana dengan destinasi? Mandala kini menawarkan jaringan pelayanan yang luas untuk 17 tujuan penerbangan, dengan ketepatan jadwal, kebersihan pesawat terjaga dan penawaran harga kompetitif. Ketiga hal itu, merupakan credit paling penting di mata konsumen. Alhasil, saat ini semakin banyak konsumen menilai, Mandala sudah mulai mengimbangi Garuda Indonesia, terutama dari sisi kualitas pelayanan dan keamanan terbang.
Nah, kisah sukses Mandala tentu tak bisa dilepaskan dari sang nahkoda. Dialah Diono Nurjadin. Akuisisi Mandala oleh Cardig membuka jalan bagi Diono untuk membuktikan keahliannya sebagai trouble shooter. Dengan penguasaan saham sebesar 51% di Mandala, Cardig International leluasa menentukan posisi di jajaran manajemen puncak. Diono menceritakan, pada saat Mandala dibeli oleh Cardig International di tahun 2006, ia menjabat sebagai President & CEO Cardig International.
‘Sudah merupakan tanggung jawab dan kewajiban saya untuk menjalankan amanah dari pemegang saham, guna menjadikan Mandala sebagai maskapai generasi modern agar menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia’, ujarnya.
Dari perbincangan saya dengan pria ramah ini, terungkap bahwa reposisi Mandala terkait dengan empat competitive advantages yang dimiliki Mandala sekaligus membuatnya berbeda dengan maskapai penerbangan lain. Pertama, dukungan pemegang saham yang profesional di industri aviasi. Kedua, penempatan tim manajemen yang andal yang berasar dari berbagai maskapai kelas dunia. Ketiga, implementasi safety management system pada posisinya yang tepat. Dan keempat, pengembangan safety sebagai budaya.
Dan sekarang, tanpa terasa telah 11 tahun pria yang terkesan kalem ini telah menekuni bisnis penerbangan. Dengan kinerja yang semakin membaik, Diono sangat optimis Mandala dapat menjadi maskapai penerbangan yang mampu bersaing dengan maskapai lain yang telah leading lebih dahulu, baik di pasar domestik maupun internasional. Bravo Mandala!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment