Tuesday, July 7, 2009

Antiklimaks Blackberry



Badai kini menerpa vendor ponsel cerdas RIM (Research In Motion). Produsen perangkat Blackberry itu kena batunya. Karena tak kunjung mendirikan pusat layanan resmi, pemerintah menyiapkan langkah yang secara tidak langsung akan 'memboikot' BlackBerry di Indonesia. Langkah dari pemerintah ini termasuk menghentikan sertifikasi perangkat baru dan membekukan sertifikat yang ada sehingga menghalangi importasi perangkat BlackBerry.

Ancaman untuk menghentikan impor BlackBerry tidak main-main. Vendor asal Kanada itu cuma diberi tenggat waktu hingga 15 juli untuk membuka layanan purna jualnya. Untuk menegakkan aturan, pemerintah memang layak bersikap keras. Pasca pertemuan antara Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dengan perwakilan RIM (Manager Government Relation RIM Jason Saunderson dan Adviser Legal Cosultant Abadi Sisnadisastra) dan Kedubes Kanada (Atase Kebudayaan Muller), di Gedung Ditjen Postel, Jumat pekan lalu (3/7/2009), RIM sejauh ini belum melakukan tindakan apa pun. RIM malah terkesan tarik ulur, karena menginginkan pertemuan lanjutan.

Alhasil, pemerintah menilai RIM hanya sekedar janji tanpa realisasi. Padahal, pembangunan pusat layanan resmi merupakan wujud dari tanggung jawab vendor, baik terhadap aturan yang berlaku maupun kewajiban mereka terhadap pelanggan. Tidak seperti sekarang ini, banyak piranti yang rusak harus dikirim ke Singapura.

Alasan feasibility study yang dikemukakan RIM untuk menangguhkan pusat layanan dinilai Basuki tidak masuk akal. Padahal jelas-jelas, Blackberry kini merupakan produk paling laris diburu konsumen, meski harganya diatas Rp 6 jutaan. Tiga operator masing-masing Indosat, Telkomsel dan XL, kini memiliki pelanggan Blackberry diatas 300 ribu. Itu baru jalur resmi. Padahal, sudah jadi rahasia umum bila volume Blackberry di pasar gelap jauh lebih besar. Perbandingannya diperkirakan mencapai 7:3.

Dengan demikian, bisa dikatakan nasib impor BlackBerry ke Indonesia tinggal menghitung hari. Jika sampai 15 juli RIM belum membuka layanan purna jualnya, regulator akan menghentikan semua impor BlackBerry, baik itu dari operator maupun paralel impor yang memiliki sertifikasi B.

RIM sendiri dalam keterangan resminya menyatakan bahwa pembukaan fasilitas reparasi akan memperluas kemampuan layanan purna jual RIM yang telah ada untuk mendukung pertumbuhan penjualan BlackBerry oleh mitra-mitra RIM di Indonesia. Meski menyebut dalam waktu dekat, RIM tidak menegaskan apakah pembukaan itu akan memenuhi tenggat waktu dari pemerintah atau tidak.

Terlepas dari polemik itu, kita tentu berharap konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan tidaklah surut. Meski mungkin ada tekanan dari pihak-pihak terkait. Apalagi sikap keras Dirjen Postel juga didukung oleh BRTI (Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia). BRTI berpendapat RIM tidak lagi bisa berlagak jadi tamu di Indonesia Mereka sudah menikmati pasar yang luar biasa gemuk, namun dengan sengaja melupakan kewajiban.

No comments: