Monday, February 20, 2012

Fight Back, Lindungi Pekerja Wanita dari Kekerasan Seksual


Sejak perekonomian India berkembang dengan rata-rata pertumbuhan 6 - 8 persen per tahun, semakin banyak perempuan yang kini mudah ditemukan bekerja di berbagai kantor pemerintah maupun swasta. Namun dampaknya, pekerja wanita rentan dengan kejahatan seksual yang kini merebak di banyak kota besar di negeri hindustan itu.

Untuk mengurangi resiko itu, belum lama telah diluncurkan sebuah inisiatif teknologi baru yang bertujuan untuk melindungi kaum perempuan terhadap kekerasan seksual. Aplikasi yang memanfaatkan ponsel itu diberi nama fight back.

Salah seorang pekerja yang telah memanfaatkan aplikasi tersebut adalah Cheena Sikka, seorang wanita modern dan profesional. Cheena tipikal pekerja keras dan sehingga kerap pulang larut malam, sehingga taxi merupakan sarana transpotasi favoritnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Cheena mengaku tidak ada masalah. Namun, kekhawatiran muncul ketika lima sampai 10 menit saat dia berjalan sendiri untuk mencapai pintu rumah.
"Ini gelap dan banyak orang berada di sekitar saya. Anda tidak dapat merasa aman dengan orang-orang asing itu. Saya pun tidak terlalu nyaman berjalan sendirian," kata Sikka.

Untuk mengatasi resiko itu, Cheena akhirnya memanfaatkan aplikasi fight back yang ditanam pada smartphone nya. Sebelum taksi mulai bergerak, Cheena mulai mengaktifkan aplikasi pelacakan lokasi melalui GPS ini.

"Saat Anda merasa tidak nyaman, Anda benar-benar tidak perlu melakukan apa pun selain hanya menekan satu tombol," kata Sikka Jagdish Mitra, CEO Canvasm Technologies, vendor yang mengembangkan Fight Back.


Ketika pengguna menekan tombol panik, pengguna memiliki beberapa detik untuk membatalkan keputusannya. Jika dia tidak, sebuah lokasi khusus berisi peringatan dikirim keluar melalui pesan teks, email, dan di Facebook, dimana setiap teman dan keluarga yang telah dipilih masuk ke dalam daftar, langsung mendapatkan informasi secara real time.

Data dari pengguna disusun menjadi sebuah peta interaktif. Mitra mengatakan perusahaannya terus memperbarahui peta digital, namun peta tersebut tidak berfungsi sebagai pusat pemantauan publik.

Membuat Kota Lebih Aman
Kehadiran aplikasi fight back sedikit banyak dapat mengurangi resiko kekerasan seksual terhadap wanita yang cenderung terus meningkat di India. Banyak kalangan menilai, jalan-jalan yang temaram bahkan tanpa cahaya, banyak tersebar kota besar di India, termasuk ibu koat New Delhi saat malam, menjadi pemicu terjadinya kejahatan terhadap perempuan.

Data resmi pada 2010 yang dikeluarkan biro statistik nasional menunjukkan, telah terjadi lebih dari 400 serangan seksual di berbagai kota besar India, terutama New Delhi. Banyaknya jumlah kasus dilaporkan tersebut, telah menyebabkan organisasi dan media massa India menjuluki New Delhi dengan label sebagai "Ibu Kota Perkosaan".

"Aplikasi ini punya peranan penting untuk membantu dan melindungi wanita", kata Kalpana Viswanath, peneliti Jagori, salah satu organisasi advokasi wanita di India. Jagori memang getol dalam mendorong pejabat dan pengelola kota untuk fokus pada pembangunan berbagai fasilitas kota yang lebih aman bagi perempuan. Penelitiannya mencakup rekomendasi pada pencahayaan yang lebih baik, trotoar luas, zonasi lebih bijaksana - dan apa yang dia sebut sebagai pendekatan "holistik" dalam merancang kehidupan kota yang lebih sekaligus aman bagi wanita.

Pembuat fight back mengatakan para pejabat senior polisi di Delhi dan kota-kota India lainnya telah menyatakan minat pada aplikasi itu. Mereka berencana menjalin kerjasama formal ke sistem yang mereka bangun. Proses persetujuan dan pelaksanaannya akan dilakukan dalam beberapa bulan ke depan.

Thursday, February 2, 2012

Paul Ottelini : Medfield Senjata Intel Bersaing di Pasar Prosesor Smartphone


Selain tablet, smartphone akan menjadi gadget favorit pengguna. Itu sebabnya, raksasa prosesor PC, Intel terus mencoba mengembangkan sayap di segmen bisnis yang terus berkembang ini.

Pada ajang CES 2012 yang berlangsung di Las Vegas awal Januari lalu, Intel telah memperkenalkan prosesor Intel Atom dengan nama sandi “Medfield” Z2640. Dengan prosesor itu, Intel menjalin kerja sama dengan Lenovo untuk memasarkan smartphone berbasis Intel Atom pertama di China.

”Prosesor terbaik Intel kini menyapa smartphone,” jelas CEO perusahaan asal California Paul Otellini. Tapi, mengapa harus China? ”Sebab China adalah pasar smartphone terbesar di dunia dengan pengguna lebih dari 100 juta,” katanya

Kerjasama perdana Lenovo-Intel itu adalah Lenovo K800, yang berjalan pada sistem operasi Android milik Google. K800 memiliki layar sentuh 4,5 inci. Rencananya akan di-bundling dengan operator China Unicom pada kuartal kedua 2012 ini. Harga resminya diperkiraan sekitar USD600-USD700.

Paul menyebutkan, bahwa Intel telah menjalani serangkaian benchmark yang membuat produk ini terdepan. Eksekutif berdarah Italia ini mengklaim bahwa “Medfield” memiliki kualitas grafik lebih tinggi, prosesor lebih baik, namun dengan daya tahan baterai yang jauh lebih panjang.

Di China, Lenovo dan Intel akan sama-sama menjadi yang pertama untuk memasarkan chip mereka di pasar China yang sangat luas itu. Saat ini Lenovo yang menjadi vendor PC kedua terbesar dunia itu memang mulai merambah lini bisnis smartphone.

Sementara Di Amerika sendiri, Intel telah menjalin kerjasama dengan Motorola yang siap membuat pasar beralih. Motorola akan membenamkan prosesor Intel Atom di smartphone Android yang akan diproduksi pada akhir tahun ini. Kedua perusahaan bersepakat bahwa bahwa kolaborasi ini juga mencakup produk-produk tablet yang dihasilkan Motorola .

“Ini akan menjadi strategi multi-tahun, multi-produk yang akan membawa ponsel dan tablet ke pasar dimulai pada semester kedua 2012,” beber Paul. Kami akan bekerja sama dengan mereka untuk mengembangkan teknologi ini, tambahnya.

Paul boleh berharap pasar smartphone dapat segera mereka kuasai. Namun jelas bahwa Intel harus bekerja lebih keras. Tahun lalu, Intel sesungguhnya sudah meluncurkan chip yang dikenal dengan kode Moorestown. Namun respon pasar tampaknya belum sepenuhnya meyakinkan.

Intel memang menjadi kampiun di pasar prosesor PC dan laptop. Namun di jagat smartphone, produsen yang dikenal dengan slogan “Intel Inside” ini masih tergolong “anak bawang” jika dibandingkan sang penguasa pasar, ARM Holdings. Produsen chip papan atas seperti Qualcomm, Texas Instruments dan NVidia terus tergeser posisinya oleh pembuat prosesor asal Inggris itu. Bahkan Apple harus melisensi teknologi ARM untuk membuat chip bagi produk iPhone (mulai iPhone 4, Apple menggunakan chip buatan Samsung). Sekarang pun chip ARM juga sudah menyasar personal dan komputer bisnis, yang nota bene merupakan wilayah “jajahan” Intel.

Tampaknya perlu waktu dan sumber daya yang luar biasa bagi Intel untuk mengejar ARM. Disisi lain, Paul pun harus mempertahankan dominasi Intel di pasar tradisional yang selama ini membuat mereka meraksasa.

Menunggu Babak Akhir Basic Phone Vs Smartphone


Trend menunjukkan tahun ini populasi smartphone diprediksi akan semakin membesar mengungguli basic phone. Semua itu terutama dipicu oleh keberadaan robot hijau. Setelah mengguncang dunia dengan sistem operasi gratis dan ketersediaan ribuan aplikasi, Android semakin menjadi pilihan vendor-vendor ponsel. Alhasil, bisa dibilang mayoritas smartphone kini menggunakan sistem operasi tersebut.

Tengok saja riset IDC. Kuartal kedua tahun lalu, IDC mencatat penjualan basic phone di Eropa menurun tajam hingga 29 persen menjadi 20,4 juta unit. Sementara smartphone melonjak hingga 48 persen menjadi 21,8 juta unit.

Menariknya, Samsung menjadi vendor utama dibalik fenomenalnya Android. Vendor asal Korea Selatan ini, berhasil menyodok ke peringkat pertama produsen smartphone mengalahkan nama-nama besar lain, seperti Nokia, Apple dan RIM. Meski Samsung tengah menghadapi gugatan dari Apple untuk produk Galaxy Tab, tampaknya hal itu tidak mempengaruhi penjualan smartphone lain dari Samsung, seperti seri Galaxy Note yang laris bak kacang goreng. “Memang ada persoalan gugatan. Namun hal itu, tidak mempengaruhi persepsi publik”, ujar Fransisco Jeronimo, seorang analis IDC.

Ada dua alasan mengapa smartphone terus mengungguli basic phone. Pertama, harga bukan lagi menjadi masalah bagi pengguna karena fitur dan aplikasi menjadi dominan. Kedua, dengan pola bundling mayoritas operator menawarkan diskon pada smarthone sekaligus beragam paket menarik termasuk layanan data untuk jangka waktu tertentu. Ketiga, langkah cuci gudang oleh operator yang mendorong pengguna membeli gadget-gadget baru dengan harga terjangkau.

Bagaimana dengan Indonesia? Jika kita tengok, operator dan vendor pun kini semakin intensif dalam menjual produk secara bundling. Selain value yang didapat lebih banyak, baik layanan basic maupun data, pilihan harga dan fitur keren dari gadget-gadget yang ditawarkan semakin menarik calon pengguna.

Bagi vendor, cakupan produk yang luas (line up product) terutama smartphone akan memperkuat portofolio mereka di pasar domestik sehingga berpeluang memperbesar market share. Vendor juga meyakini, ke depan kompetisi tidak lagi bertumpu pada harga maupun handset tapi lebih kepada ekosistem dimana pengguna banyak memanfaatkan konten dan aplikasi yang mendukung gaya hidup dan aktifitas sehari-hari.

Sementara bagi operator, melonjaknya populasi smartphone akan mendorong konsumsi data lebih banyak, yang pada gilirannya akan menambah revenue untuk mengkompensasi stagnannya pertumbunan layanan basic service (voice dan sms).

Dari sisi pemanfataan jaringan, operator juga diuntungkan dengan banyaknya pengguna smartphone. Sebab jika pengguna basic phone masih dominan, hal itu akan membebani jaringan dan membuat sesak trafik pada kanal yang disediakan operator, terutama 3G yang harusnya lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan layanan data. Oleh karena itu, belakangan operator tak lagi menjual handset berbasis 2G bahkan 2,5G. Mereka lebih suka melakukan bundling dengan ponsel yang sudah enable 3G bahkan HSPA+ yang menawarkan kecepatan data lebih tinggi, sehingga membuat kinerja jaringan lebih efisien.

Dengan kolaborasi antara vendor, operator dan developer, bisa dipastikan booming smartphone di Indonesia hanya akan menunggu waktu saja.

Monday, January 23, 2012

Pangeran Alwaleed bin Talal, Antara Twitter dan Ambisi Bisnis Media


Akuisisi Twitter oleh pangeran Alwaleed bin Talal akhir tahun lalu, mengejutkan banyak pihak. Melalui Rotana Media Group, jaringan konglomerasi yang dipimpinnya, pangeran asal Arab Saudi itu rela merogoh hingga Rp 2,7 trilyun atau sekitar USD 300 juta untuk membeli 3,75 persen saham Twitter.

“Twitter memiliki bisnis yang menjajikan dan mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi dengan pengaruh global. Kesempatan ini sangat cocok untuk bisnis kami,” papar Alwaleed menjelaskan alasan keputusannya bergabung sebagai salah satu investor. Twitter sendiri kini tengah tumbuh secara menjanjikan dengan memiliki lebih dari 100 juta user aktif yang login tiap bulannya. Sementara pasar menilai nilai saham Twitter kini mencapai USD 8 milyar.

Keberanian Alwaled untuk mengambil sebagian saham Twiiter, tak lepas dari trend pertumbuhan social media yang terus meningkat. Harus diakui keberadaan beragam situs jejaring sosial telah mengubah aktivitas masyarakat di seluruh dunia. Melalui situs tersebut, pengguna bisa berbagi apapun yang disukainya, baik informasi ringan, foto hingga video. Pada tahun ini, meski mulai melambat di negara-negara early adopter seperti Inggris dan AS, animo pengguna diprediksi tetap melonjak terutama di negara-negara berkembang. Facebook sebagai situs social media nomor satu, bahkan diperkirakan bakal menggaet 1 milyar pengguna aktif pada Agustus tahun ini.

Disisi lain, Twitter sebagai situs jejaring sosial nomor dua, memilik kelebihan yakni sebagai media pemasaran yang paling murah. Label Twitter sebagai media promosi diprediksi akan semakin menguat pada 2012. Meski sederhana, Twitter mampu menjadi platform yang efektif dalam menyebarkan pesan promosi kepada konsumen dan tidak perlu biaya besar untuk mengkampanyekan merek tertentu.

Alasan sebagai media pemasaran efektif dan berpotensi mendulang revenue, inilah alasan utama yang rupanya mendasari keputusan akuisisi Twitter oleh Alwaleed.

Pangeran Alwaleed bin Talal memang dikenal pandai berbisnis. Gurita bisnisnya menggeliat di sektor saham dan properti. Portofolionya beragam, mulai dari hotel, dan porsi kepemilikan di saham berbagai perusahaan terkemuka seperti Apple, eBay, dan Citigroup.

Selain tetap melakukan ekspansi, milyuner yang oleh Majalah Forbes ditaksir memiliki kekayaan senilai USD 20 milyar ini, pada 2012 mengaku akan lebih fokus pada upaya konsolidasi dan penyelamatan bisnisnya dari hantaman krisis global. Salah satunya melirik sektor-sektor yang aman, seperti media. Menurutnya, “bulan madu” bisnisnya di sektor properti dan infrastuktur saat ini sudah berakhir. “Tahun ini adalah adalah saat untuk memperbaikinya,” tukas Alwaleed .