Thursday, July 9, 2009

IPTV, Tayangan TV Berbayar Masa Depan



Bagi masyarakat kita, IPTV (Internet Protocol Television) mungkin masih kedengaran aneh. Padahal di berbagai belahan dunia lain, terutama di Eropa, IPTV terus berevolusi secara cepat. Data yang dilansir oleh ABI Researh menunjukkan Swedia, Finlandia, Italia, Jerman, Spanyol adalah negara-negara dengan pertumbuhan pelanggan IPTV paling cepat, sehingga menempatkan Eropa sebagai basis pasar IPTV global hingga 50%. Di kawasan Amerika Utara, dua raksasa telekomunikasi Verizon dan AT&T sudah melayani 1,2 juta pelanggan. Sementara di Asia yang merupakan 1/3 dari pasar IPTV dunia, NTT (Nippon Telephone and Telegraph) meraih sekitar 4,2 juta pelanggan di Jepang, disusul Chunghwa Telecom di Hongkong 1,02 juta pelanggan dan China Telecom untuk pasar China sebanyak 930 ribu pelanggan. Alhasil, sampai dengan akhir 2007, total pelanggan IPTV di seluruh dunia sudah mencapai 13,4 juta pelanggan. Sementara dari sisi pendapatan, naik 93.5 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi US$ 4.5 miliar

Kedepan, IPTV dipastikan akan terus booming. Menurut analisa lembaga riset terkemuka AS, Gartner, jumlah pelanggan IPTV diperkirakan naik 64 persen menjadi 19,6 juta pada tahun 2008. Sementara di 2010, diprediksi lebih dari 48 juta rumah tangga di seluruh dunia akan ikut menggunakan IPTV.

Dari deretan angka-angka tersebut jelas menunjukkan bahwa IPTV adalah virus yang tengah mewabah. Pemicunya apalagi kalau bukan internet. Di Jepang misalnya, layanan IPTV sangat mudah diterima karena pelanggan layanan broadband internet disana sudah menjangkau 28,73 juta pengguna. Bisnis IPTV pun tambah menggeliat sejak 2007 seiring munculnya situs-situs video sharing seperti YouTube atau MetaCafe, situs jejaring sosial MySpace dan Facebook, serta munculnya beberapa layanan baru oleh broadcaster kelas kakap seperti Hulu dari NBC dan News Corp milik Rupert Murdoch.

Seperti halnya TV berbasis teresterial, satelit atau televisi kabel alternatif, tidak ada perbedaan mencolok dari distribusi layanan IPTV. Bedanya hanya terletak pada konten, karena IPTV dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pelanggan (personalized), interaktif dengan kemampuan high-definition dan dapat menyatu dengan layanan ponsel. Itu sebabnya, migrasi dari TV analog ke layanan TV digital yang digencarkan berbagai negara-negara Eropa dan Amerika Utara, semakin mempercepat laju IPTV. Alhasil, pelanggan rumahan diprediksi naik pada 2008 ini menjadi 1,1 persen, dan akan terus meningkat menjadi 2,8 persen menjelang 2012.

Jika dibandingkan dengan layanan TV konvensional, ragam layanan IPTV lebih bervariasi. Diantaranya Electronic Program Guide, Broadcast/Live TV, Pay Per View, Personal Video Recording, Pause TV, Video on Demand, Music on Demand, Gaming, Interactive Advertisement, dan T-Commerce. “Layanan tersebut dilengkapi beberapa fitur yang cukup menarik, seperti Emergency Alert System, Multiple Language dan Parental Control yang dapat membatasi tayangan TV oleh orang tua kepada anaknya”, ujar Head of Solution Architect PT Ericsson Indonesia, Hindra Irawan.

Nah, jika di berbagai belahan dunia IPTV sudah menjadi bagian dari trend gaya hidup, bagaimana dengan di Indonesia? Sayangnya para pemain yang sudah bersiap meraup fulus, masih perlu bersabar. Pasalnya, untuk menggelar layanan entertainment masa depan ini, masih terganjal dua hal yang sangat fundamental, yakni regulasi dan infrastruktur. Pada wilayah regulasi IPTV bisa masuk ke dalam tiga kategori. Dari sisi kemampuan, IPTV masuk dalam kategori industri telekomunikasi, dari konten masuk dalam kategori penyiaran, sedangkan dari sisi teknologi masuk dalam kategori internet. Sementara UU yang ada sekarang, masih bersifat parsial yakni menyasar masing-masing wilayah (UU telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU Transaksi Internet). Hal ini jelas menjadi tantangan bagi pemerintah untuk bisa mengakomodir ketiga industri itu, demi pengembangan teknologi IPTV di masa depan.

Sementara dari sisi infrastruktur, penerapan IPTV masih terkendala. Diperlukan dana investasi yang tidak sedikit karena untuk bisa menggelar layanan ini diperlukan bandwith besar guna menjamin kualitas gambar yang tampil mulus dan tidak patah-patah. Belajar dari pengalaman di negara-negara lain yang sudah mengimplementasikan IPTV, Ericsson merekomendasikan setiap pelanggan harus mendapat akses internet dengan kecepatan minimal 12 Mbps. Adanya kendala infrastruktur, Hindra mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada respons positif dari operator-operator telekomunikasi di Indonesia. Namun Hindra menyebutkan bahwa peluang IPTV tetap terbuka. Ia menyarankan untuk tahap awal, operator dapat membuka layanan ini secara terbatas pada cluster-cluster tertentu yang sudah memiliki infratruktur memadai. Ia merekomendasikan beberapa kawasan yang memadai di Jakarta, seperti SCBD, Mega Kuningan atau apartemen-apartemen kelas atas.

No comments: