Tuesday, December 28, 2010

Saatnya Menjual Lewat Social Media


Tren marketing communication kini mulai mengalami perubahan, dari yang model konvensional seperti beriklan melalui TV kini mulai bergeser kearah digital (online campaign) seiring dengan berkembangnya era broadband.

Perubahan ini dimulai ketika masyarakat sudah mengenal internet sehingga perusahaan merasa perlu untuk memiliki personalized website untuk memperkenalkan produk yang dihasilkannya dan didukung dengan semakin murahnya akses internaet serta kehadiran device seperti iPhone dan Blackberry yang mempermudah produsen dalam melakukan approaching kepada konsumen karena jumlah masyarakat yang menggunakan layanan akses data cukup banyak.

Sudah cukup lama praktisi pemasaran berharap dapat mengubah internet menjadi medium yang sempurna buat beriklan. Pop-up yang ada di AOL, banner di Yahoo dan iklan pencarian adalah beberapa media online yang dijadikan sarana berpromosi.

Memang kehadiran online marketing ini tidak lantas mampu menggantikan televisi sebagai media promosi 100 persen, karena walau bagaimanapun televisi sudah menjangkau sekitar 90 persen jumlah penduduk Indonesia sementara pengguna internet di Indonesia baru sekiar 30 juta pelanggan. Tetapi yang jelas perusahaan akan menambah share budget promosinya. Saat ini rata-rata perusahaan menambah 10 persen dari total budget marketing.

Tren online marketing ini menjadi sangat besar dan booming ketika social media seperti Facebook, Twitter dan Youtube menjadi “wabah” bagi masyarakat dalam berinternetan. Promosi melalui social media tersebut menjadi pilihan yang sangat penting dan integrated ketika sebuah perusahaan akan membangun portfolio marketing communication-nya.

Menurut Tuhu Nugraha Dewanto, Social Media Specialist dari Virtual Consulting, kehadiran social media di inonesia bisa diterima dengan baik dikarenakan karakter masyarakat Indonesia yang sangat suka bersosialisasi dan membutuhkan pengakuan terhadap eksistensinya di masyarakat.

Dengan adanya kenyataan seperti ini tentu membuat social media menjadi sarana yang cukup efektif bagi perusahaan dalam melakukan promosi. Dari sisi budgeting jika dibandingkan dengan beriklan di televisi, promosi melalui online seperti social media bisa lebih efisien karena dengan budget yang ada perusahaan bisa memilih bentuk kampanye yang customized dan target audience-nya pun bisa ditentukan.
Hal ini tentu membuat tingkat efektifitas berpromosi lewat social media menjadi lebih tinggi.

Selain targeted, perusahaan juga bisa melakukan perubahan materi promosinya setiap hari. Hal ini tentu tidak bisa dijumpai jika promosinya dilakukan melalui iklan di TV.

Melalui social media perusahaan bisa melakukan engagement dengan customer-nya, bahkan menurut Tuhu ada beberapa perusahaan yang memanfaatkan promosi melalui social media ini hingga ke dalam bentuk off-line activity.

Namun Tuhu mengingatkan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan ketika memilih social media sebagai sarana untuk berpromosi mengingat karakteristik yang dimiliki media online berbeda dengan TV. “Kalau di TV kita bisa memaksa penonton untuk melihat iklan yang kita tayangkan tetapi beda dengan social media, berpapun banyaknya uang yang dimiliki kita tidak bisa memaksa orang untuk melihat iklan kita”, jelas Tuhu.

Oleh karena itu pemilihan copy write-nya harus pas agar tidak terkesan terlalu melakukan hard selling yang harus dihindari ketika memilih berpromosi lewat social media. Materi promosi harus dibuat sedemikian rupa sehingga masyarakat tidak menganggap sebagai iklan melainkan informasi yang layak untuk di-sharing. Inilah yang menjadi kelebihan social media, mereka akan dengan senang hati meneruskan informasi jika menganggap informasi tersebut penting untuk diketahui.

Selain itu, perusahaan juga harus bisa menentukan customer-nya ada dimana sebelum menentukan social media mana yang akan dipilihnya. Setelah menentukan social media yang dipilih perusahaan harus bisa memahami karakter dari social media itu sendiri.

Jika memilih Facebook, Tuhu mencontohkan, kita bisa bermain kata-kata lebih panjang, lebih personal dan lebih engage karena punya banyak tools yang bisa dipakai seperti foto dan video sehingga bisa lebih seru.

Berbeda dengan Twitter, kita tidak bisa memberikan informasi yang terlalu banyak dan hanya boleh memberikan informasi yang penting-penting saja. “Kalau terlalu berisik dia bisa unfollow”, pungkas Tuhu.

Belajar Dari Nike
Salah satu contoh perusahaan yang berhasil dalam melakukan online marketing adalah Nike. Produsen apparel asal AS ini memenangi kejuaraan branding sebagian besar berkat iklan tiga menitnya yang berjudul “Write The Future” selama Piala Dunia 2010.

Dalam video tersebut, sederet pendukung sepakbola berfantasi tentang kejayaan atau aib yang mungkin didapat dari permainan mereka dalam turnamen tersebut. Ratusan juta orang menonton video tersebut.

Video itu berawal sebagai iklan di Facebook kemudian diteruskan dari satu teman ke teman yang lain dan disertai dengan komentar dan rekomendasi dari pengguna. Klip tersebut diputar dan dikomentari lebih dari 9 juta kali oleh pengguna Facebook. Hal ini membantu Nike meningkatkan jumlah penggemarnya di Facebook yang semula 1,6 juta menjadi 3,1juta orang hanya dalam satu akhir pekan.

Dari Jack The Ripper Hingga Taman Neraka


Wisata horor merupakan salah satu genre dari industri pariwisata. Para pelaku dibidang ini, memang dituntut harus kreatif melihat keinginan wisatawan, yang tentu tidak ingin melihat obyek yang "itu-itu saja" saja.

Nah, Indonesia dengan beragam obyek seram dan menakutkan, jelas punya potensi untuk mendatang lebih banyak wisatawan. Lawang Sewu sudah membuktikan hal tersebut, meski belum digarap secara maksimal. Untuk hal ini, mungkin kita perlu belajar dengan pemerintah kota London yang pintar mengemas Legenda Jack The Ripper. Obyek lain yang tak kalah menarik adalah Taman Neraka di Suphanburi, Thailand.

Jack The Ripper
Jack the Ripper (Jack sang Pencabik) adalah julukan untuk tokoh misterius yang melakukan serangkaian pembunuhan berantai dan mutilasi di Inggris pada abad 19.

Pada pertengahan 1888, lewat tengah malam di distrik East End di kota London, Inggris, yang dikenal dengan nama Whitechapel (daerah lampu merah) pernah dihebohkan dengan aksi pembunuhan berantai sadis terhadap sejumlah wanita tuna susila.

Salah satunya adalah Catherine Eddowes terlihat di sudut jalan itu, di St James’s Passage di kawasan Whitechapel, 30 September 1888. Catherine adalah korban keempat Jack The Ripper. Identitas pelaku pembunuhan hingga kini tidak berhasil diungkap. Polisi hanya tahu bahwa sang pembunuh menjuluki dirinya "Jack the Ripper".

Jack The Ripper tidak meninggalkan bukti satu pun dalam tindakan kriminalnya, pola pembunuhannya pun tidak diketahui, bahkan bisa dibilang acak. Satu-satunya persamaan antara korban-korbannya ialah bahwa mereka adalah wanita tuna susila.

Jack The Ripper membunuh korban-korbannya tanpa ampun. Setelah memotong leher korbannya, kemudian Jack The Ripper memutilasi mereka. Bagaikan bayangan di malam hari, tidak ada seorangpun yang dapat menguak siapakah Jack The Ripper sebenarnya. Walaupun Jack The Ripper "hanya" beraksi lebih kurang satu tahun, korbannya sangat banyak dan telah menjadi legenda sampai sekarang.

Ada juga dugaan kalau pelaku adalah seorang dokter atau setidaknya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran spesialisasi di bidang operasi bedah karena sayatan-sayatan di tubuh korbannya sangat rapi yang hanya bisa dilakukan menggunakan alat-alat operasi kedokteran yang membutuhkan keahlian khusus.

Identitas Jack the Ripper sampai hari ini masih merupakan misteri; para spekulan memprediksi bahwa Jack the Ripper telah menyebrangi Laut Atlantik dan bermukim di AS setelah pembunuhan-pembunuhan tersebut.

Dua abad setelah pembunuhan berantai itu, legenda Jack The Ripper yang mendunia masih membius dan menjadi obyek wisata. Berdasarkan buku panduan yang diterbitkan dinas pariwisata London, titik pertama yang harus disinggahi adalah St James’s Passage yang bermuara di Mitre Square, tempat mayat Catherine Eddowes tadi ditemukan. Lokasinya sekitar 20 menit berjalan kaki dari Tower Hill.

Panduan dalam buku mungil disajikan cukup deskriptif, dilengkapi peta, cuplikan cerita seperti kesaksian orang yang melihat Catherine terakhir kali, hingga arahan kanan dan kiri. Seluruhnya cukup ditempuh berjalan kaki. Suasana malam yang dingin, semakin menumbuhkan rasa ngeri dan pilu saat membayangkan belati yang dihunus The Ripper menghujam tubuh para korban.

Setelah lokasi pertama, buku panduan akan membawa wisatawan ke empat lokasi dimana para korban pembunuhan ditemukan bersimbah darah The Ripper di kawasan Whitechapel. Kawasan ini sebenarnya tak menjanjikan keindahan, hanya berbagai bangunan kelam, apartemen, perkantoran, masjid (The East London Mosque), toko, dan juga bar. Beberapa bar lawas bahkan terkait dengan Jack The Ripper. Sekali pun kuno, atmosfer bar-bar ini amat nyaman, tak terasa angker.

Bar kuno itu, misalnya, Still and Star Pub yang berdiri sejak tahun 1880, Hoop and Grapes Pub (tahun 1600), The White Hart Pub (1721), dan The Ten Bells (1753). Bar yang terakhir diduga merupakan lokasi favorit The Ripper untuk minum-minum. Annie Chapman yang mayatnya ditemukan di Hanbury Street masih sempat bekerja di The Ten Bells pada malam dia tewas di ujung belati The Ripper.

Jack The Ripper jelas adalah salah satu contoh kreatif pengelolaan turisme dengan bermodal narasi, tak semata keindahan kota ataupun alamnya. Kendati hal itu berupa narasi keji dan pilu.

Sadisme Taman Neraka
Taman Neraka di Kuil Wat Phai Rong Wua, Distrik Song Phi Nong, Suphanburi, Thailand, menjadi tempat tujuan wisata paling aneh di dunia. Tidak ada keindahan atau kegembiraan yang ditampilkan, tapi justru teror adegan-adegan sadistis yang diperagakan melalui ratusan patung. Taman itu memang dimaksudkan sebagai gambaran tentang neraka.

Ratusan patung manusia, dipamerkan dalam kondisi disiksa. Ada yang ditusuk wajahnya dengan tombak, ada yang digergaji, digantung atau tubuh hancur diludahkan dari mulut monster.

Efek sadis semakin terasa, saat menyaksikan ceceran darah bertebaran dimana-mana. Ditambah raungan penderitaan dan jerit tangis penyiksaan yang keluar dari mulut pengeras suara, menambah suasana bertambah seram.

Wat Phai Rong Wua adalah salah satu kuil besar di Thailand. Disini terdapat patung Budha terbesar di dunia yang dibangun pada 1926, terbuat dari logam cor setinggi 61 meter. Selain itu terdapat ratusan patung Budha dalam berbagai posisi doa, Istana Chedis bergaya India, dan simbolisasi ajaran-ajaran Budha lainnya.

Taman Neraka dimaksudkan sebagai wahana belajar anak-anak dan generasi muda, tentang balasan yang akan mereka terima di kehidupan pasca kematian, jika tidak mau berdoa, beribadah dan gemar berbuat dosa.

Terlepas dari pesan moral, Taman Neraka adalah wujud kreatifitas dalam mengemas obyek pariwisata kontemporer berbau horor. Bagaimana dengan Indonesia?

Monday, December 27, 2010

Lawang Sewu: Lebih Dari Sekedar Wisata Sejarah


Semarang bukan hanya terkenal dengan Gereja Belenduk yang masih berdiri kokoh hingga kini. Namun ada juga Lawang Sewu yangpenuh dengan misteri karena sejarah kelam dimasa lalu.

Seperti halnya Bandung, Surabaya, Medan atau Jakarta (Kota), Semarang terkenal dengan bangunan-bangunan kuno peninggalan Belanda. Kota yang mulai dibangun pada 2 Mei 1547 itu, memiliki banyak bangunan bernilai historis dan arsitektur tinggi, terutama di kawasan cagar budaya Kota Lama, dimana Gereja Blenduk yang dibangun pada 1742 menjadi landmark-nya.

Kawasan Kota Lama sebenarnya merupakan pusat kota Semarang yang asli, dimana tampak berbagai bangunan pemerintahan dan sejumlah bangunan pendukung lain sebagai unsur kawasan pusat kota dengan gaya arsitektur Belanda. Gedung dan prasana pendukung itu, mulai dibangun semenjak Semarang-Kaligawe diserahkan ke Belanda pada 15 Januari 1679 oleh Amangkurat II sebagai pembayaran atas keberhasilan Belanda menumpas pemberontakan Trunojoyo.

Jika kita susuri, sebagian besar kompleks kota asli Semarang , jejaknya dimulai dari Pelabuhan Semarang, Jembatan Berok, Gereja Blenduk, Kompleks Stasiun Tawang hingga Lawang Sewu.

Menariknya, jika gedung-gedung lain sekedar menawarkan nuasa kuno dan romansa sejarah kolonial, hal itu tidak berlaku buat lawang Sewu. Apa pasal? Berdiri kokoh dan tepat di kawasan Tugu Muda pusat Kota Semarang, pengunjung disuguhi pesona lain, yakni unsur magis sekaligus angker yang membuat puluhan paranormal dari berbagai penjuru tanah air, sempat menjadikan Lawang Sewu sebagai ladang perburuan hantu. Saking banyaknya korban yang dibantai pada waktu itu, Lawang Sewu kini juga mendapat julukan sebagai kawasan wisata horor. Menegangkan sekaligus mengasyikkan.

Hal tersebut bisa dimaklumi, karena pada masa peperangan dulu, yang melibatkan Angkatan Muda Kereta Api (pemuda-pemuda Semarang) melawan bala tentara Kido Buati Jepang, gedung Lawang Sewu menjadi ajang penyiksaan dan pembantaian. Tidak jelas berapa nyawa telah melayang, tapi jumlahnya bisa dipastikan mencapai ribuan.

Dari catatan sejarah, Lawang Sewu yang selalu dipadati wisatawan pada musim liburan, dibangun pertama kali pada tahun 1903 dan diresmikan pengunaannya pada 1 Juli 1907.

Pemerintah Kota Semarang telah memasukkan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah yang wajib dilindungi. Sesuai kaidah arsitektur morfologi bangunan sudut, Lawang Sewu yang cantik memiliki menara kembar model ghotic yang terletak di sisi kanan dan kiri pintu gerbang utama. Model bangunan gedung yang memanjang ke belakang makin mengesankan kekokohan, kebesaran, dan keindahan.

Dengan status sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi, PT KA sebagai pemilik Lawang Sewu, saat ini tengah merenovasi bangunan bersejarah itu untuk disiapkan menjadi galeri industri kreatif di Kota Semarang.

Wisata Horor
Dengan segala keunikan dan kebesarannya, siapapun tak menyanggah jika Lawang Sewu berpotensi untuk menarik wisatawan lokal maupun manca negara. Saat saya mendatangi Lawang Sewu belum lama ini, belasan wisatawan sudah mengantri meskipun proses rehabilitasi belum tuntas dilakukan.

Untuk mengenang romansa masa lalu, turis tak perlu repot membayangkan sendiri, karena sudah tersedia tour guide yang akan menemani pengunjung, sekaligus menerangkan seluk beluk gedung yang dahulu digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api Belanda, Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS).

Saat memasuki gedung dua lantai ini, pesona kemegahan sudah terasa. Salah satu ciri yang kuat dari bangunan art deco ini adalah banyaknya pintu di berbagai sisi. Saking banyaknya, tak banyak pengunjung yang hapal berapa jumlah sebenarnya. Sebab itu tak salah jika masyarakat setempat menjulukinya sebagai pintu atau ‘lawang’ dalam bahasa Jawa, sedang ’sewu’ artinya seribu, sebagai arti kiasan dari jumlah pintunya banyak sekali. Sisi lain yang tak kalah menarik adalah kekokohan bangunan, baik dinding maupun atap yang mampu menahan serangan meriam.

Penjara Bawah Tanah
Tak salah jika keberadaan penjara bawah tanah, semakin memperkuat citra seram Lawang Sewu. Pengunjung yang ‘bersedia’ melongoknya dipastikan bergidik membayangkan kekejaman tentara Jepang. Dulunya tempat itu merupakan tempat penampungan air oleh tentara Belanda. Namun tentara Jepang menjadikannya tempat penyiksaan. Tempat itu sendiri baru diketahui setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia yaitu sekitar tahun 1945. Berbagai tempat penyiksaan dan penjara dapat disaksikan, diantaranya :

Penjara Berdiri
Tahanan (yang pastinya orang indonesia) dimasukan kedalam ruangan kurang lebihberukuran lebar 1×1 meter sebanyak 6 orang. Mereka lalu di beri air selutut kemudian di kurung berdiri. Dengan ukuran sesempit itu maka tidak mungkin jongkok, seandainya jongkok pun mereka akan terlelap air. Mereka akan dikurung sampai meninggal.

Penjara jongkok
Tahanan harus duduk jongkok di ruangan kurang lebih selebar 1,5 m dan setinggi 1 m sebanyak 7- 8 orang dan juga dikurung sampai meninggal.

Tempat pemasungan kepala
Tahanan yang membandel, akan dilakukan pemasungan kepala, didalam sebuah bak. Saat itu saya masih melihat alat pasungnya yg sudah berkarat. Setelah di pasung kemudian badan dan kepala secara diam-diam di tenggelamkan ke sungai dengan jalan bawah tanah.

Perantai Badan
Tempat merantai badan, kemudian mereka disiksa, baik di cambuk disundut rokok, atau cara-cara menyedihkan lainnya.

Wednesday, December 22, 2010

Yongki D. Sugiarto: 1 Juta Unit, Why Not?


Pekan lalu, saya sempat menghadiri MarkPlus Conference 2011 di Ritz Carlton, Pacific Place. Banyak sisi-sisi menarik yang terungkap dari sesi dikusi panel yang melibatkan sejumlah ketua asosiasi bisnis, mulai dari ATSI, Aprindo, Gaikindo, REI, GABEL, hingga Perbanas.

Gaya khas Hermawan Kertajaya, komunikatif, mendalam namun diselingi joke segar, membuat sesi tanua jawab antar seluruh panelis berlangsung seperti air mengalir, namun dengan ending yang jelas. Lewat pandangan para ketua asosiasi itu, pada akhirnya proyeksi ekonomi Indonesia dapat dipetakan dengan jelas.

Sebelumnya, Hermawan memberikan pandangan bahwa 2011 akan tercatat dalam tonggak sejarah pemasaran. Pasalnya, perilaku konsumen akan berubah drastis menjadi lebih konsumtif baik karena didorong oleh semakin meningkatnya kesejahteraan (GDP per kapita mencapai USD 3000) maupun semakin banyaknya pendekatan pemasaran yang memicu konsumsi.

Salah satunya dipicu oleh Tren 3C: semakin connected-nya masyarakat Indonesia karena dorongan teknologi, semakin credible-nya posisi Indonesia di dunia, dan semakin creative-nya pasar Indonesia, karena dominasi pasar urban, middle class, dan youth-women-netizen.

"Dengan penghasilan rata-rata USD 3000, psikografis konsumen mulai berubah. Untuk menunjang gaya hidup, tren konsumsi terhadap produk kelas menengah atas mulai melonjak, meski masih tetap dalam batas yang affordable", ujar Hermawan.

Perilaku konsumen yang 'genit' ini, diamini oleh seluruh panelis. Elektronik misalnya, merujuk pada pola belanja masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, GABEL memprediksi terjadi pertumbuhan hingga 50% dibandingkan tahun lalu.

Begitu pun dengan Gaikindo yang optimis penjualan pada 2011 mendatang, diproyeksi mencapai 800 ribu unit. Menurut Ketua Umum Gaikindo, Yongki D. Sugiarto, meski dibayangi pembatasan BBM dan pengenaan pajak progresif, minat masyarakat kelas menengah terhadap mobil baru akan terus meningkat. Tahun ini saja penjualan mobil sudah menembus rekor, yakni 730 ribu unit, melampau rekor sebelumnya yakni 600 ribu unit pada 208.

Yongki yang juga Presdir PT Hyundai Mobil Indonesia, menilai pasar otomotif di Indonesia masih terbuka lebar. Penjualan 800 ribu unit yang dipatok pada 2011, baru akan menyamai Thailand yang selama ini merajai pasar otomotif di kawasan ASEAN. Namun, dengan tingkat populasi yang lebih banyak dan penetrasi masih terbilang rendah, pasar Indonesia tentu lebih baik dibandingkan dengan negeri gajah putih itu.

Alhasil, Yongki yang juga kakak kandung CEO Astra International, Prijono D. Sugiarto, optimis jika kondisi ekonomi tetap kondusif dan tidak ada perubahan kebijakan yang drastis, dalam dua tahun ke depan, rekor penjualan baru akan tercapai, yakni 1 juta unit.

1 juta unit, why not? kata Yongki optimis.

Wednesday, December 15, 2010

Siapa Bisa Tahan (Laju) Pajero Sport?


Kalau ada pemilihan iklan mobil terpanjang selama 2009-2010, bisa jadi pemenangnya adalah Mitsubishi Pajero Sport. Sejak diperkenalkan pertama kali di ajang IIMS, Agustus 2009, SUV berbodi bongsor ini langsung menghiasi layar kaca yang berlangsung hingga kini. Sebelumnya, KTB (Krama Yudha Tiga Berlian), selaku pemegang ATPM, masih mencoba mempopulerkan varian Grandis yang juga sama-sama bertipe SUV. Namun, seiring waktu, popularitas dan tren penjualan, belakangan KTB lebih memilih Pajero Sport sebagai flagship product, sehingga promosinya terus berlangsung konsisten.

Memang wajar jika KTB lebih memprioritaskan Pajero Sport, meski milyaran rupiah terus digelontorkan untuk mengatrol image. Faktanya, sejak kehadiran Pajero Sport, KTB terus membayangi dominasi ATPM lain seperti TAM (Toyota Astra Motor) - Fortuner, HPM (Honda Prospect Motor)- CRV dan NMI (Nissan Motor Indonesia) - X-Trail, yang selama ini merajai pasar di segmen SUV. Bahkan pada penjualan September 2010, dikatagori 4x4 untuk pertama kali Pajero Sport sukses membukukuan penjualan tertinggi, yakni sebanyak 131 unit.

Menariknya, menurut Direktur Pemasaran PT KTB, Rizwan Alamsyah, pihaknya tak menyangka bahwa penjualan Pajero Sport bisa laris hingga kini. "Ajang IIMS 2009, saat pertama kali mobil ini diperkenalkan, sebenarnya lebih bersifat tes pasar", ujarnya.

Untuk mempertahankan momentum penjualan, KTB belum lama ini memperkenalkan varian terbaru, yakni Mitsubishi Pajero Sport 4x2 M/T. Rizwan berharap banyak pada varian ini, terutama dalam meningkatkan pangsa pasar Mitsubishi di segmen SUV.

Kalau sejauh ini Pajero Sport bisa mencuri pangsa pasar sebanyak 19 persen, maka peningkatan hingga 25 persen pangsa pasar optimis bisa dicapai pabrikan berlogo tiga berlian ini dengan versi manual dari Pajero Sport.

Untuk mencapai target pangsa pasar 25 persen tersebut pun, Mitsubishi percaya diri untuk menaikkan target penjualan Pajero Sport, dari hanya 1.000 unit per bulannya, menjadi 1.250 unit per bulan.

"Pasar SUV, terutama yang 4x2 masih sangat besar, sehingga kita optimis untuk mengisinya dengan model andalan Pajero Sport yang kini semakin banyak pilihan tipenya," tegas Rizwan.

Pajero Sport 4x2 ini diperkenalkan pertama kali di Indonesia International Motor Show 2010 lalu.

Banjir Award
Sukses disisi penjualan, rupanya berbanding lurus dengan beragam award yang diterima Pajero Sport. Tak tanggung-tanggung, sepanjang tahun ini lima penghargaan bergengsi berhasil disabet oleh Pajero Sport. Penghargaan terakhir disematkan pada ajang Autobild Award 2010, yang digelar 16 November lalu, dimana mobil ini dianugerahi Best Big SUV 2010. Penghargaan lain untuk mobil yang diklaim sebagai SUV sejati itu, adalah Favorite Medium SUV – Autocar Indonesia Reader’s Choice Award 2010, Rookie of The Year – Otomotif Award 2010, Most Favorite Diesel Car – Car & Tuning Guide Magazine 2010, dan Best SUV Diesel 2010 – ICOTY 2010 – Mobil Motor Magazine.

Rupanya, semua kriteria terbaik dari sebuah kendaraan SUV, yakni handling, mesin dan performa terbaik, pengereman terbaik, serta exterior dan interior yang modis, menjadi nilai tersendiri yang menjadikan Pajero Sport sebagai SUV idaman. Semua itu masih ditambah oleh image yang kuat sebagai mobil tangguh di ajang Rely Dakkar.

Berminat? Siapkan saja dana mulai Rp 359 juta (OTR) untuk varian terendah 2WD GLS.

Afrika Utara, Lumbung Baru Industri Telekomunikasi


Menurut analisa terbaru dari Frost & Sullivan, diketahui bahwa negara-negara di Afrika Utara relatif lebih agresif ketimbang Asia Selatan. Kawasan ini memiliki 100 persen penetrasi pasar di bawah persaingan atau lingkungan yang bersifat duopoli.

Diluar dugaan negara-negara di Afrika Utara memiliki 100 persen penetrasi pasar dan berkembang di bawah tekanan ARPU. Agar dapat bertahan, masing-masing operator telekomunikasi mengeluarkan berbagai paket menarik untuk meraup pelanggan baru dan menghindari turunnya ARPU (average revenue per user).

Menarik diketahui, karakter pelanggan di kebanyakan negara Timur Tengah dan Afrika Utara mirip dengan pelanggan di Indonesia, di mana cenderung untuk memilih layanan prabayar. Di sana, para operator telekomunikasi menawarkan harga rendah untuk mendongkrak jumlah pelanggan.

Para analis menilai, layanan prabayar dapat diterima oleh kebanyakan masyarakat di Afrika Utara, terutama masyarakat dengan pendapatan rendah. Ini dikarenakan layana prabayar lebih fleksibel dalam penggunaannya.

Disisi lain, persaingan yang semakin ketat dan cenderung ‘berdarah-darah’ telah membuat para operator telekomunikasi mau tak mau harus menurunkan tarif agar dapat menjaga posisi mereka dalam pasar. Untuk meraih pelanggan, para operator mengeluarkan berbagai program dan harga pulsa yang murah.

Pasar telekomunikasi di Afrika utara memiliki beragam peluang dan juga tantangan dalam pengembangannya. Selama periode 2007 sampai 2009 pasar telah menunjukkan pertumbuhan pada CAGR sebesar 20 persen dan diharapkan terus berkembang hingga lima tahun ke depan dengan adanya kombinasi segmen antara voice dan mobile broadband. Wilayah yang luas dan populasi anak muda yang sangat besar merupakan faktor yang menguntungkan bagi perkembangan industri telekomunikasi di afrika utara.

Banyaknya populasi anak muda ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan mobile data hingga 35 persen per tahun dan memberikan kontribusi sebesar 10 persen dari total revenue industri telekomunikasi pada tahun 2014 nanti.

Namun demikian, profitabilitas industri ini kemungkinan akan mengalami penurunan mengingat berkurangnya jumlah potensial pelanggan baru yang pada akhirnya akan memaksa para operator untuk menentukan alokasi investasi modal baru yang tepat guna. Tetapi secara keseluruhan, pasar industri telco di Afrika Utara ini tetap memberikan berbagai peluang pertumbuhan yang prospektif terutama dengan tumbuhnya animo pengguna di segmen mobile internet .

Di sisi lain, kehadiran para pemain internasional dalam industry telco afrika utara akan sedikit menyulitkan bagi para pemain lokal. Operator besar seperti MTN, Q-Tel dan Etisalat telah menunjukkan minatnya untuk berinvestasi di wilayah ini.

Untuk itu beberapa negara sedang menyusun regulasi yang akan mengatur pola investasi dan aturan mainnya sebagai dasar untuk terciptanya persaingan usaha yang sehat dan dalam rangka memperkuat pondasi para pemain ICT lokal dan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi sector telekomunikasi di Afrika Utara.

Dengan kondisi seperti ini tentu para CEO operator telekomunikasi menghadapi sejumlah tantangan berat. Pemahaman yang baik dan penanganan yang tepat akan menentukan siapa yang akan keluar sebagai penguasa pasar.

Seperti halnya Indonesia, saat ini sebagian besar operator seluler di Afrika Utara, 80 persen pendapatannya masih bergantung pada basic service, yaitu voice dan SMS. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga era broadband mulai diluncurkan. Oleh karena itu para operator diharapkan untuk dapat meningkatkan revenue dari non voice mengingat infrastruktur Negara-negara Afrika Utara memberikan peluang besar bagi pertumbuhan mobile broadband.

Untuk memaksimalkan pendapatan revenue dalam mobile broadband ini operator harus bias menyediakan tidak hanya perangkat yang tetapi juga konten yang relevan dengan permintaan pasar.

Bagaimana peta persaingan telekomunikasi di Afrika Utara? mari kita tengok kondisinya di tiga negara.

Maroko
Orange telecom, operator telekomunikasi asal prancis telah mengakuisisi 40 persen saham Meditel Meditel, operator telekomunikasi terbesar kedua di Maroko. Hal tesebut dilakukan untuk mengembangkan layanan 3G di Maroko. Layanan 3G memang telah menjadi medan pertempuran besar baru operator telekomunikasi di Maroko.

Tunisia
Perkembangan penting lainnya dalam sektor telekomunikasi di Afrika Utara adalah peluncuran layanan 3G oleh Orange Tunisia pada Mei 2010. Orange, yang dimiliki bersama oleh France Telecom dan Tunisia Grup Mabrouk, memasuki pasar sebagai operator telekomunikasi pertama di Tunisia benar-benar konvergen dalam menawarkan layanan mobile, fixed line dan internet. Orange juga akan menginvestasikan dananya sebesar USD689 pada tahun 2015 nanti dalam rangka mengembangan jaringan 3G.

Aljazair
Meskipun Aljazair belum mengeluarkan lisensi 3G untuk tiga operator jaringan mobile - mobilis milik negara, Orascom Telecom milik Djezzy dan Wataniya's Nedjma –Namun baru-baru ini menurut pemberitaan di beberapa media mengindikasikan bahwa pemerintah Aljazair mungkin akan meniadakan layanan 3G dan memilih untuk mengembangkan layanan mobile 4G sebagai gantinya. Pada bulan Juli 2010, harian El Khabar menulis bahwa pemerintah berencana untuk mengadakan tender lisensi 4G pada tahun 2011. Penerbitan lisensi 4G akan membantu untuk merevitalisasi sektor mobile Aljazair, yang pertumbuhan telah melambat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

Tuesday, December 7, 2010

Mengukur Loyalitas Pelanggan Garuda Indonesia


Selama tiga hari (4-6 Des), saya sempat melakukan kunjungan ke Medan. Seperti biasa, saya memanfaatkan jasa Garuda Indonesia. Saya bersyukur, kali ini perjalanan berlangsung mulus tanpa hambatan.

Seperti kita ketahui, akhir November lalu, pelanggan Garuda Indonesia mendapatkan pelayanan yang mengecewakan. Akibat penerapan sistem baru untuk mengontrol operasional secara integral, atau yang lebih dikenal dengan Integreted operation control Sistem (AIOCS), muncul kekacauan jadwal penerbangan sehingga terjadi sejumlah keterlambatan hingga berjam-jam lamanya.

Dihadapkan pada kondisi yang berpotensi melunturkan kepercayaan pelanggan, manajemen Garuda Indonesia bertindak cepat. Langkah perbaikan terus dilakukan, sementara tanggung jawab terhadap pelanggan yang dirugikan tidak ditunda-tunda. Meski harus menanggung kerugian milyaran rupiah, karena harus mengganti setiap tiket yang terkena pembatalan, Garuda tetap menempuh opsi tersebut.

Tak tanggung-tanggung, penjelasan kepada publik dilakukan langsung oleh sang Dirut, Emirsyah Satar. Emir memastikan pelayanan penerbangan BUMN itu bisa berjalan normal pada 25 November 2010. Selama 3 hari ke depan, Garuda masih melakukan migrasi sistem lama ke sistem baru.

Emir bilang, kacaunya pelayanan penerbangan Garuda sejak Minggu (21/11) diakibatkan migrasi sistem lama ke sistem baru yang sedang berjalan sehingga ada beberapa data penting mengenai penerbangan yang terlewat. Dengan demikian, ada beberapa kru pesawat yang tidak mendapatkan informasi secara penuh.

Walaupun telah disiapkan dengan baik dan juga telah disimulasikan, namun mengingat sistem yang baru ini akan mengelola kegaiatan penerbangan GA yang cukup besar, yang melibatkan 81 pesawat, 580 penerbang, 2.000 awak kabin, dan penerbangan yang mencapai 2.000 setiap minggunya, maka dalam proses migrasi/transisi dari sistem lama ke sistem baru, masih juga terjadi ketidaksinkronan data/informasi khususnya menyangkut jadwal tugas para awak kabin.

Emir menambahkannya, sementara Garuda melakukan perbaikan, sistem penerbangan yang biasa dilakukan secara otomatis terpaksa dilakukan manual. Akibatnya, pelayanan penerbangan Garuda belum bisa sempurna sampai selesai tanggal 25 November lalu.

Sistem tersebut, kata Emirsyah, sudah saatnya diperbarui. Pasalnya, sistem yang selama ini digunakan Garuda itu terakhir kali diperbarui lebih dari 10 tahun lalu.
Emir menambahkan, pengembangan sistem penerbangan itu dilakukan menggunakan belanja modal perseroan sejak tahun 2007. Biayanya diperkirakan mencapai US$ 1,5 juta.

Emirsyah Satar mengakui, pihaknya menerapkan IOCS, terkait dengan rencananya untuk masuk ke dalam aliansi penerbangan dunia, Global Alliance Sky Team.

Untuk menjadi anggota aliansi, sistem penerbangan Garuda harus terkoneksi dengan sistem seluruh anggota Global Alliance Sky Team. Karenanya, sistem tersebut dipasang mulai 18 November lalu. Sayangnya, sistem pendukung untuk mengantisipasi dalam pemasangan IOCS mengalami penurunan sehingga membuat layanan maskapai pelat merah tersebut jadi terganggu. Namun gangguan ini, menurut Emir, tidak berpengaruh terhadap rencana Garuda masuk ke Global Alliance.

Global Alliance adalah aliansi perusahaan penerbangan di seluruh dunia yang saat ini beranggotakan 13 maskapai seperti KLM, Air France, Korea Airlines, Delta Airlines, Aeroflot, Aero Mexico, Lufthansa dan Chinna Southern.

Kini sepeken setelah insiden 'tiga hari' itu, aktifitas Garuda telah kembali normal. Sepertinya sistem IOCS itu sudah berlangsung mulus sehingga pelanggan kembali menemukan bentuk pelayanan Garuda yang sudah diakui jauh lebih baik, terutama sejak airline kebanggaan Indonesia itu dikomandani oleh Emirsyah Satar.

Semoga penerapan IOCS semakin meningkatkan kinerja Garuda, sehingga ujung-ujungnya dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Bagaimanapun, insiden tiga hari itu, bisa menjadi semacam 'blessing in disguise', yang semakin memacu kualitas pelayanan Garuda di masa depan.

Monday, November 29, 2010

Mobile Internet : Masih Sebatas OPUD


Sudah sejak beberapa bulan terakhir, teman saya memutuskan untuk tidak melanjutkan aktifitas isi ulang layanan mobile internet milik satu provider GSM. Alasannya klasik, putus nyambung, putus nyambung. Jika dipakai di rumah, kondisinya lebih parah lagi, terutama pada saat hari libur yang benar-benar nggak nyambung. "Meski unlimited, tapi kualitasnya benar-benar payah, tidak sebanding dengan biaya yang harus saya keluarkan, Rp 200 ribu/bulan", katanya sambil bersungut-sungut.

Pengalaman yang teman saya rasakan, mungkin pernah juga menimpa Anda. Tak sedikit yang memutuskan pindah 'ke lain hati'. Iming-iming harga murah, jangkuanan luas, layanan unlimited, dan sederetan jargon iklan lainnya, memang seharusnya membuat kita tidak terpukau. Sebab, mobile internet memiliki karakteristik yang berbeda dengan layanan tradisional yang selama ini sudah lebih dulu akrab, yakni voice dan SMS.

Karena membutuhkan bandwidth besar, layanan mobile broadband mensyaratkan tiga paremater yang wajib dipenuhi oleh setiap operator. Yakni sudah meng-cover sedikitnya 95% penetrasi jaringan 3G, quality of service (PDP success rate 98,5%, data serving through put 80%) dan utilisasi perangkat (Internet dan BlackBerry 80%, PS Core 80% dan Node B/3G 60%).

Alhasil, dengan beragamnya kualitas menyangkut coverage, capacity hingga quality, terdapat tiga katagori mobile broadband, yakni Ready and Good (indeks >75%), Ready But Sufficient (Indeks >50%), dan Not Ready (Indeks <50%).

Kota-kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya, rata-rata sudah tergolong sebagai Ready and Good. Hal ini cukup masuk akal, karena hampir semua operator memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki untuk menggarap pasar yang sudah terbilang siap dengan layanan data. Namun, bukan berarti soal coverage merata, karena banyak juga jaringan operator di kota besar yang masih blank spot, terutama di kawasan perumahan.

Meski memiliki potensi besar, nyatanya operator masih belum agresif dalam menggenjot layanan broadband. Investasi yang mahal, membuat mereka (sementara ini) masih fokus ke layanan tradisional. Meski pertumbuhannya menunjukkan trend stagnan, namun SMS dan voice masih menyumbang sekitar 60% total revenue operator.

Nah, melihat beban investasi dan kondisi dilapangan, bisa dipastikan kualitas jaringan broadband yang ditawarkan operator sangat beragam. Bahkan, jika dikaitkan dengan banyaknya keluhan, dapat dipastikan sebenarnya kualitas broadband di Indonesia sebagian besar masih terbilang "Ready But Sufficient" atau bahkan "Not Ready".

Alhasil, jangankan untuk aplikasi yang berat seperti download gambar atau dokumen, aplikasi yang ringan saja, seperti email atau melongok ke situs jejaring sosial, pelanggan sering mengeluhkan karena lelet. Kalau sudah begini, tak ada istilah lain kecuali OPUD (Over Promes Under Delivery).





Tuesday, November 23, 2010

Tablet PC, Dari Transnote, Ultra Mobile Hingga iPad


So cool! Inilah ungkapan yang tepat bila ditengah meeting, seorang klien mengeluarkan iPad yang menjadi incaran Anda belakangan ini. Yup, iPad yang note bene merupakan tablet PC generasi anyar, kini mampu menggusur Blackberry di segmen gadget kelas premium. Spesies baru yang diposisikan sebagai MID (Mobile Internet Device) ini, tidak sekedar berguna untuk mendukung beragam aktifitas mobile, namun juga sudah menjadi fashion statement untuk mendukung citra diri.

Namun ditengah momentum pertumbuhan, percayakah Anda, bila tablet PC memerlukan waktu yang sangat panjang untuk menjadi produk massal seperti laptop atau netbook. Dan lagi-lagi Apple, menjadi vendor yang mampu mengubah mindset konsumen di seluruh dunia. Dengan memanfaatkan momentum mobile broadband, serta memperluas fungsi dan aplikasi, Apple sukses menjadikan tablet PC sebagai gadget impian. Padahal, jauh sebelum Apple, dua vendor raksasa, IBM dan Microsoft, sudah melakukan eksplorasi dengan mengeluarkan varian sejenis. Namun sayang, keberuntungan belum memihak mereka.

The Story Behind
Perkembangan Tablet PC sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Vendor-vendor raksasa telah kebelet untuk bisa menciptakan komputer yang sanggup mengenali tulisan tangan, dan mampu mengubahnya menjadi teks yang dapat disunting, seperti dalam program pengolah kata.

Usaha itu mulai berhasil, ketika IBM meluncurkan TransNote pada awal 2001. Produk ini adalah kombinasi notebook seri ThinkPad dengan sebuah buku tulis biasa (writing pad), yang digabungkan ke dalam sebuah map folio dari kulit berwarna hitam yang elegan. Bila tidak digunakan notebook-nya, pengguna TransNote bisa membuat catatan diatas buku tulis itu.

Stylus yang khusus disediakan, membuat semua coretan berupa tulisan huruf tegak, diagram, denah, dan sebagainya, bisa disimpan secara otomatis dalam sebuah file di hard disk dalam notebook. Sayang, meski sempat mencuri perhatian, TransNote setahun kemudian hanya tinggal sejarah.

Microsoft Experience
IBM boleh saja mengubur TransNote yang layak disebut sebagai cikal bakal tablet PC. Namun tidak bagi Bill Gates. Apalagi jauh sebelum IBM mengembangkan TransNote, pada 1997, juragan Microsoft itu rupanya sudah memperkerjakan dua insinyur terbaik untuk menghasilkan produk sejenis.

Pada pameran Comdec di AS, November 2001, Bill mulai menebar 'ancaman' dengan mempertontonkan prototipe tablet PC karya Microsoft, yang diberi label ID-enhanced. Dan, setahun kemudian, versi komersialnya resmi diluncurkan. Tak tanggung-tanggung, sebanyak delapan vendor terlibat dalam proyek ambisius itu, seperti Compaq, Acer, Fujitsu, VIA Technology, dan Viewsonic. Salah satu fasilitas koneksi yang pada saat itu mulai mencorong, yakni WiFi, turut dibenamkan dalam gadget berbasis Windows itu.

Namun seperti halnya IBM, jalan terjal pun menghadang Microsoft. Lebih dari dua tahun sejak diluncurkan, produk ini tidak banyak direspon pasar. Meski telah didukung oleh hampir seluruh vendor komputer kelas dunia, termasuk IBM yang sebelumnya oga-ogahan, ID-enhanced besutan Microsoft tak juga menjadi produk massal. Analis menilai, kendala utama adalah keterbatasan software dan harga yang relatif mahal.

Menyerahkan Gates? Tidak juga. Pendiri Bill Gates Foundation ini, tetap mencoba peruntungan. Pada 2007, Gates membenamkan OS Longhorn pada tablet PC generasi selanjutnya, yakni Microsoft Ultra Mobile. Gates berharap, dengan penetapan harga yang terjangkau, antara US$ 600 - 800, gadget ini dapat lebih populer.

Namun, apa mau dikata, disaat Microsoft masih tertatih-tatih, Apple dengan iPad-nya justru mampu menyalip 'ditikungan'. Dukungan jutaan aplikasi di Apple Store, membuat iPad menjelma menjadi gadget pendukung gaya hidup. Berkat iPad, tablet PC kini bersiap menjadi produk masal.

Ironisnya, alih-alih mengejar Apple, tak terdengar lagi upaya Microsoft mempersiapkan tablet PC andalannya, selain Microsoft Zune yang diluncurkan beberapa bulan lalu untuk mengimbangi dominasi iTunes di pasar musik digital. Bill Gates tampaknya sudah menyimpan rapat-rapat ide melanjutkan produk tablet PC di lemari kantornya.

Thursday, November 18, 2010

Tablet, The New Rising Star!


Cepatnya perkembangan teknologi, berdampak terhadap pendeknya siklus sebuah produk. Tengok saja, netbook. Spesies ini, pertama kali hadir di akhir 2007. Krisis global yang dipicu oleh kehancuran industri properti di AS, membuat prefensi konsumen berubah. Banyak yang awalnya adalah snob costumer tiba-tiba menjadi smart spender, termasuk dalam urusan gadget. Dengan budget yang terbatas, pilihan terhadap notebook misalnya tentu tak sesuai kantung. Apalagi jika aktifitas cuma sebatas browsing atau up date status di jejaring sosial. Produsen pun dengan jeli menangkap peluang, sehingga netbook yang sebelumnya hanya diposisikan sebagai gadget alternatif, malah jadi fenomena sepanjang 2008 - 2009, menggusur laptop.

Namun era laptop mini, diperkirakan hanya akan seumur jagung. Penyebab apalagi kalau bukan kehadiran tablet. Dipicu oleh meledaknya penjualan iPad diseluruh dunia yang mendorong vendor-vendor lain untuk bertarung di segmen yang sama, lembaga survey pun memprediksi bahwa komputer genggam itu akan merajai pasaran dalam empat tahun ke depan.

Gartner misalnya, memperkirakan penjualan tablet media di seluruh dunia akan mencapai 19,5 juta unit pada 2010, kemudian melonjak 54,8 juta unit pada 2011- naik 181 persen dari tahun 2010, dan melampaui 208 juta unit pada 2014.

Di Indonesia sendiri, sepanjang 2010 kiprah tablet PC dianggap masih sebatas penjajakan. Namun dengan edukasi yang konsisten serta penetrasi produk yang massif dari berbagai vendor serta operator, pada 2011 nanti, iPad dan 'teman-temannya' akan menggila, dan bukan tak mungkin menggilas penjualan netbook.

Bagi Ketua Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) Suhanda Wijaya, tablet PC masuk dalam kategori mobile internet device (MID).

Di mana pada produk ini, pengguna tak cuma bisa berselancar di internet, mengelola email, dan membereskan pekerjaan kantor. Namun juga bisa dipakai untuk bertelepon ria. Nah, lantaran kemampuannya yang 'kaya', Suhanda optimistis produk MID alias tablet PC akan semakin populer di tengah masyarakat.

"Nanti juga bakal meng-overlap netbook. Tunggu saja di 2011," tukasnya.

Apa dasarnya? Tablet PC sudah mampu mengakomodir kebutuhan dasar pengguna. Mulai dari cek email, internetan, hingga telepon. Jadi lebih efisien, tegas Suhanda.

Hal itupun sudah dibuktikan oleh Samsung ketika melepas perdana tablet PC mereka, Galaxy Tab ke pasaran. Animo masyarakat sampai membuat antrean mengular dan menghabiskan stok barang cuma dalam waktu beberapa jam. "Sekarang dengan harga hampir sama dengan ponsel, kita sudah bisa dapat tablet PC. Itu sudah bisa dipakai telepon, email, internet, dan kerja," tandasnya.

Emirsyah Satar Pun Menenteng iPad


Kehadiran iPad akan memberikan banyak perubahan dalam keseharian penggunanya. Gadget canggih ini besutan Apple itu, semakin melengkapi gaya hidup masyarakat dunia yang semakin go digital.

Berkat iPad, istilah dunia dalam genggaman kini bukan lagi sekedar jargon. Perangkat digital yang merupakan perpaduan antara laptop dengan smartphone ini, memiliki fitur super untuk meningkatkan produktifitas penggunanya, seperti e-book reader, pemutar video hingga game konsol (hiburan) dan lainnya

Komputer tablet keluaran Apple Computer Inc itu semakin digemari banyak orang di seluruh dunia, bahkan kehadiran iPad disebut-sebut akan segera mengubah banyak hal dalam keseharian penggunanya. Bagaimana tidak, dengan perangkat komunikasi sekecil ini setiap orang yang memilikinya dapat melakukan banyak hal, mulai dari aktivitas sosial seperti browsing dan chatting di jejaring sosial hingga aktivitas bisnis.

Kehadiran iPad ini semakin melengkapi gaya hidup digital yang tengah mewabah di seantero dunia mengingat iPad memang sangat memanjakan penggunanya dalam membaca data digital, termasuk buku-buku digital, dengan mudah dan cepat. Tak hanya itu, untuk urusan membuka data gambar, video, musik, bahkan untuk main game pun, iPad sangat mumpuni.

Untuk urusan menampilkan gambar, Ipad juga menjadi gadget yang menyenangkan. Gambar terlihat cerah dan begitu kontras. Dengan teknologi Premi IPS, gambar yang terpampang bisa dilihat dari sudut pandang yang cukup luas.

Adanya iPad ini juga bakal menggantikan era cetak bagi media massa mengingat beberapa surat kabar kini dapat diakses melalui iPad. Bahkan media yang sempat tutup kini hadir kembali dengan versi digitalnya di iPad.

iPad memang diciptakan untuk berbagi kesenangan sekaligus mengakomodir kebutuhan para pekerja profesional yang acap kali harus menemui klien untuk melakukan presentasi bisnis. Bahkan dengan posisi berdiri pun, Anda bisa menunjukkan materi presentasi yang akan disampaikan.

Gadget canggih ini menjadi pilihan banyak ornag mengingat tingkat kesulitan untuk mempelajari iPad cukup rendah dan kemampuan sistem operasinya membuatnya mudah digunakan.

Seperti Virus
Demam Ipad sudah begitu menggeliat, bukan hanya di luar negeri di Indonesia pun sudah terkena wabahnya. Salah satu yang terkena dampak demam iPad adalah Dirut Garuda Emirsyah Satar. Ke mana-mana dia tak lagi menenteng notebook, tapi iPad. Bahkan dia juga mewajibkan jajaran direksi lainnya untuk selalu membawa iPad untuk urusan pekerjaan.

Dengan adanya iPad, Emirsyah benar-benar terbantu dalam urusan pekerjaan. Saat memberikan presentasi kepada para mitra, Emirsyah juga menggunakan iPad. Dia sudah jarang menggunakan PC atau laptop, termasuk membaca berita.

Di Amerika Serikat, nenek yang berumur hampir 100 tahun pun bisa kepincut iPad dan suka dengan tablet komputer terbaru buatan Apple itu. Memang erangkat berlayar sentuh semacam iPad dapat berpotensi menjadi alat komunikasi bagi orang yang mengalami kemunduran fungsi fisik, seperti para manula dan penyandang penyakit saraf.

Sejak terserang glaukoma, nenek itu kesulitan membaca buku-buku koleksinya. Kini, dengan hadirnya iPad, dia bisa kembali membaca dan bahkan menulis dengan lebih mudah. Dia bisa mengatur ukuran huruf yang paling pas buat matanya tanpa repot menggunakan mouse atau keyboard seperti kalau menggunakan komputer.

Yang lebih dahsyat lagi Perdana Menteri Norwegia kini dapat memerintah Lewat iPad. Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg adalah salah satu dari jutaan orang yang terjebak di bandara akibat meletusnya Gunung Eyjafjallajokull, Eslandia, beberapa waktu lalu. Meski pesawatnya tertunda di New York, sang PM tetap bisa mengendalikan pemerintahan. Komunikasi dengan stafnya di Norwegia tetap dilakukan menggunakan berbagai perangkat telekomunikasi termasuk iPad.

Ragam Aplikasi
Apa yang membuat iPad begitu heboh? Komputer tablet berlayar sentuh ini tidak hanya sekedar perangkat hiburan, tetapi juga bisa difungsikan untuk banyak hal karena beragamnya aplikasi yang ada di dalamnya.

Salah satunya adalah membantu penderita stroke. Menurut Profesor Gregg Vanderheiden dari Universitas Wisconson, Madison, AS, yang mencoba memanfaatkan iPad untuk membantu penderita stroke mengatakan bahwa dengan aplikasi tambahan yang memberdayakan fitur layar sentuh, iPad bisa menjadi alternatif alat komunikasi murah bagi orang-orang yang kesulitan menggunakan bahasa verbal. Sasaran pengguna yang bisa memanfaatkan iPad untuk kebutuhan tersebut tidak hanya penderita stroke, tetapi juga anak-anak autis dan penderita gangguan saraf. iPad menjadi solusi murah bagi mereka.

Untuk aplikasi, saat ini sudah ada yang mengembangkan hal itu, seperti Prologue2Go buatan AssistiveWare yang memanfaatkan bahasa simbol sebagai pengganti kata. Meski berbayar, setidaknya peranti ini masih lebih murah ketimbang alat bantu standar.

Bukan hanya itu saja, sebuah restoran di Sydney, Australia, pun kini menggunakan iPad sebagai buku menu. Semua menu yang diinginkan pengunjung restoran kini hadir di layar iPad. Keberadaan aplikasi khusus yang ditanamkan pada iPad memungkinkan pengunjung restoran menyusuri lembar demi lembar halaman menu virtual hanya dengan menyentuh dan menggeser jemari mereka pada layar iPad.

Aplikasi iPad ini juga bisa mengawasi data stok makanan dan minuman. Jika telah habis, makanan dan minuman tersebut otomatis akan hilang dari daftar menu. Setelah selesai menentukan menu, nantinya semua daftar pesanan akan langsung terkirim ke data di dapur.

Di Vatikan, seorang uskup baru-baru ini mengembangkan sebuah aplikasi yang akan membuat pastor bisa memimpin misa dengan iPad di altar layaknya misa biasa. Aplikasi yang diberi nama iBreviary ini berisi buku doa-doa sehari-hari digunakan oleh para pastor dan tata perayaan misa lengkap berisi semua yang diucapkan dan dinyanyikan dalam misa sepanjang liturgi.

Monday, November 15, 2010

Internet Murah Ala Telstra


Kebutuhan akses internet semakin hari kian dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Setelah Finlandia menetapkan akses internet sebagai hak yang harus dimiliki oleh setiap warga negaranya, kini giliran Australia mengikuti jejak negeri Skadinavia itu.

Telstra sebagai provider jasa sambungan telepon lokal dan jarak jauh, telepon seluler, akses internet terbesar di Australia menyediakan akses internet murah bagi warga Australia. Kontrak penyediaan layanan koneksi Internet yang lebih cepat, murah, dan efisien senilai 11 miliar dollar Australia atau setara 9,6 miliar dollar AS dilakukan bersama pemerintah Australia. Pemerintah berharap jaringan internet murah dapat terpasang di rumah penduduk di seluruh Australia.

Kontrak tersebut merupakan upaya untuk menghubungkan 90 persen rumah di Australia, termasuk di daerah terpencil di pedalaman dan yang tersebar di pesisir, pada 2017. menurut Menteri Komunikasi Stephen Conroy kesepakatan ini bentuk konkret kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk bersama-sama merevolusi sektor telekomunikasi.

Internet murah ini dimungkinkan dengan adanya kerjasama yang dilakukan Telstra dengan perusahaan milik negara, National Broadband Network (NBN), yang tengah membangun jaringan untuk menyediakan jaringan Internet berkecepatan tinggi. Dengan adanya kerjasama ini diharapkan NBN dapat memperoleh akses ke infrastrukstur milik Telstra. Hal ini tentunya akan membuka jalan menuju pembangunan jaringan yang lebih cepat, murah, dan efisien

Untuk mendukung program tersebut, pemerintah Australia telah menganggarkan dana senilai 43 miliar dollar Australia. Kalangan pemerintah optimis kerjasama antara NBN dan Telstra dapat segera diimplementasikan agar membawa dampak yang signifikan baik bagi negara maupun perekonomian.

Seperti halnya negara-negara di kawasan Asia Pasifik, lembaga pengawasan industri telekomunikasi Australia, Telecommunications Industry Ombudsman, tengah berjuang untuk terus meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi dan internet. Lembaga ini mengakui bahwa kualitas layanan operator telekomunikasi di Australia masih dipertanyakan. Pelanggan sering mengeluhkan kualitas layanan. Tema keluhan yang masih sering diungkapkan pengguna diantaranya, layanan internet, dan layanan Mobile premium.

Namun demikian, tercatat terjadi penurunan jumlah keluhan pelanggan layanan telekomunikasi. Sepanjang tiga bulan terakhir dari Januari 2010 hingga Maret 2009, jumlah keluhan menurun dari 54.287 keluhan menjadi 52.730 keluhan.

Meski menurun, angka di kisaran 52 ribu dalam kurun waktu tiga bulan masih terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Inggris. Di negara tersebut jumlah keluhan dalam tiga bulan hanya 8867 itu pun dalam jangka waktu setahun pada periode 2008-2009. Sedangkan pada periode satu tahun di Australia jumlah keluhan mencapai 230.065 keluhan sejak 2008 hingga 2009.

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Telstra mengatakan, secara matematis jumlah keluhan terus menurun sejak tiga tahun terakhir. Telstra juga telah melatih petugas customer service-nya agar memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan.

Broadband Super Cepat
Diluar kesepakatan dengan Telstra, pemerintah Australia berkomitmen jaringan internet dengan kecepatan 40 kali dari kecepatan broadband yang kini ada, untuk melayani 98% penduduk, kata Menteri Broadband, Komunikasi dan Ekonomi Digital, Senator Stephen Conroy.

Pembangunan jaringan nasional internet berkecepatan tinggi yang disebut fibre-to-the node (FTTN) itu, menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong Australia menjadi bagian dari abad ke-21.

"Bagi dua persen penduduk Australia sisanya, mereka akan menerima layanan standar yang sedapat mungkin mendekati apa yang ditawarkan jaringan baru itu serta mendapat pelayanan melalui teknologi satelit, gelombang mikro, dan nirkabel terbaik," katanya.

Pemerintah, kata Senator Conroy, menerapkan proses yang terbuka dan transparan dalam menentukan pihak yang akan membangun jaringan yang sudah diimplementasikan sejak Juni 2008.

Australia tercatat sebagai negara di kawasan Asia Pasifik yang telah lama memasyarakatkan pemakaian jaringan internet berkecepatan tinggi (broadband).

Setidaknya ada 10 perusahaan jasa penyedia layanan broadband di negara benua berpenduduk sekitar 21 juta jiwa itu, yakni Bigpond (terbesar), Optus, Internode, 3 Mobile, Unwired, People Telecom, Westnet, Dodo, Simpliciti, dan Netspace.

Tuesday, November 9, 2010

Akhirnya RIM Pun Mengiklankan Blackberry


Belakangan, iklan Blackberry (BB) terbaru yakni Torch mulai menghiasi sejumlah media, baik cetak maupun online. Menariknya, iklan tersebut langsung dipublikasikan oleh sang produsen yakni RIM (Research in Motion). Sebelumnya, iklan-iklan BB yang bertebaran di media massa, merupakan gawean operator yang menjadi mitra RIM. Sementara RIM sendiri, menikmati betul banjir publisitas dari hasil word of mouth, yang menjadikan BB sebagai gadget paling keren, tidak hanya mendukung gaya hidup namun juga aktifitas mobile internet yang terus marak. Sehingga, sejak kehadirannya sekitar enam tahun silam di Indonesia, nyaris RIM tak mengeluarkan dana promosi sepeser pun.

Apa yang mendasari keputusan RIM untuk beriklan? Merujuk pada pandangan pakar public realtion, Al Ries, langkah tersebut sejalan dengan tren mulai menurunnya publisitas karena dimata media, tak ada lagi yang spesial dari BB, selain sebagai gadget untuk merambah dunia on-line yang sudah dibangung selama ini. Itu sebabnya, setelah brand equity terbentuk dari publisitas maka langkah selanjutnya untuk mempertahankan merek adalah dengan beriklan.

Ries yang juga penulis "The Fall of Advertising and The Rise of PR", bilang untuk tetap berada di memori konsumen, perusahaan tak bisa lagi mengandalkan publisitas apalagi jika obyek yang disodorkan tak lagi memiliki value proposition yang kuat di mata media. Bagi media, terpenting adalah apa yang paling terbaru, bukan pada apa yang disodorkan oleh produsen. Iklan juga diperlukan, terutama untuk mempertahankan pangsa pasar, karena gempuran para pesaing pasti akan semakin deras.

Digerus Android
Pandangan Ries ini memang tepat. Tengok saja, pasar smartphone di AS kini berubah drastis sejak Google mengusung Android pada akhir tahun lalu. Sesuai prediksi, Android kini tumbuh cukup pesat ketimbang platform lainnya.

Data yang dirilis oleh comScore MobiLens, awal pekan ini, menunjukkan untuk periode tiga bulan per Agustus 2010, 234 juta orang AS yang sedikitnya berusia 13 tahun menggunakan ponsel berbasis Android.

Pada bulan Mei hingga Agustus 2010, pangsa pasar Android di AS tumbuh 51 persen, dari 13 persen menjadi 19,6 persen. Pertumbuhan Android ini satu-satunya yang positif dibandingkan platform lainnya yang justru minus alias merosot.

Bandingkan dengan penguasaan pasar produsen BlackBerry, RIM, yang anjlok dari 41,7 persen pada bulan Mei 2010 menjadi 37,6 persen pada periode yang sama. Sementara itu, pasar Microsoft juga terkikis dari 13,2 persen menjadi 10,8 persen.

Apple dan Palm bernasib sama, yaitu hanya membukukan penurunan pangsa pasar yang tipis. Pada bulan Mei, Apple menguasai 24,4 persen atau turun tipis pada bulan Agustus 2010 menjadi 24,2 persen. Palm juga turun dari 4,8 persen menjadi 4,6 persen.

Melihat data-data tersebut, tampaknya demam android mulai memakan korban. Kondisi ini dipastikan juga akan segera merambah ke Indonesia, mengingat sejumlah vendor handset sudah mulai meramaikan line-up produk Android , seperti Nexian, Samsung, Motorola, Sony Ericsson dan HTC. Apalagi, sebagai open source, smartphone berbasis Android memiliki kelebihan dibandingkan gadget sekelas lainnya, yakni fitur yang tak kalah canggih namun harga yang lebih murah.

Monday, November 8, 2010

Batam, Surga Belanja Warga Singapura


Akhir bulan lalu, saya sempat mengunjungi Batam. Meski tidak memiliki waktu cukup banyak untuk mengeksplorasi kota ini, namun melihat geliat ekonomi yang dipicu oleh sektor jasa dan retail, tak ada yang membantah jika Batam terus berdetak kencang sebagai magnet pertumbuhan Indonesia, khususnya kawasan Kepri.

Memang dengan membaiknya perekonomian dan meningkatnya daya beli, belakangan ini telah banyak kota-kota di Indonesia yang mencoba menjadi kota tujuan wisata belanja. Namun sejauh ini predikat sebagai kota belanja, tetap melekat kuat pada Batam. Apalagi mal atau pusat-pusat perbelanjaan baru terus bermunculan. Sebut saja Lucky Plaza, DC Mall, Centre Point, dan Mega Mall Batam Centre, Nagoya Hill, dan yang belum lama ini buka, Harbour Bay. Banyak sekali outlet di pusat-pusat perbelanjaan itu yang menjual produk-produk international brand, parfum, jam tangan, tas, dan gadget.

Alhasil, Anda pasti tergiur belanja di batam karena selain bisa mendapatkan barang yang jarang dijumpai di pasaran, produk yang dijual juga lebih murah karena bebas bea cukai alias duty free shop.

Nah, selain mampu menarik minat belanja warga lokal yang 'kebelet' dengan barang-barang branded, belakangan ada fenonema menarik di Batam, yakni serbuan warga Singapura. Setiap akhir pekan, ribuan warga negeri tetangga itu menyerbu datang ke Batam. Sebagian datang untuk berwisata, namun lebih banyak lagi yang bertujuan membelanjakan dollarnya untuk memborong barang-barang kebutuhan sehari-hari. Harga yang murah dibandingkan hypermarket sejenis di negerinya, membuat para warga Singapura itu, kini menjadikan Batam sebagai surga produk-produk retail.

Mudah ditebak, tumbuhnya market baru yang didominasi pelanggan dari Singapura ini mendorong retailer kelas kakap memperluas ekspansi ke Batam. Tengok saja langkah PT Carrefour Indonesia. Juli silam, Carrefour resmi mengoperasikan gerai di Harbour Bay. Dan dalam waktu dekat, penguasa terbesar pasar hypermarket ini, akan membuka satu gerai lagi di Kepri Mal Batam.

Kehadiran dua gerai di Batam itu, semakin memperkuat posisi Carrefour terutama di luar Jawa yang tumbuh prospektif. Saat ini Carrefour telah memiliki 83 gerai di 26 kota.

Satria Ahmadi, Manajer Humas Carrefour Indonesia, bilang sebanyak delapan dari gerai tersebut baru beroperasi tahun ini. Rencananya, Carrefour akan menambah lagi lima gerai baru hingga akhir tahun ini.

Wednesday, November 3, 2010

Sigi SCTV, Momentum Publisitas Yang Hilang


Anda tentu sudah mengetahui polemik batal tayangnya program Sigi. Menteri Hukum dan Ham Patrialis Akbar yang diisukan bakal terkena reshuffle, dituding telah mengintervensi agar SCTV tidak menayangkan program bertajuk "Bisnis Seks di Balik Terali Besi" yang seharusnya sudah dapat dinikmati pemirsa pada 13 Oktober 2010 lalu.

Kisruh itu pun akhirnya melibatkan Dewan Pers. Setelah melakukan pertemuan dengan Patrialis pada Jumat (22/10), Dewan Pers yang diketuai Bagir Manan, akhirnya menyimpulkan bahwa tayang atau tidaknya program SIGI itu, diserahkan sepenuhnya kepada pihak SCTV.

Bagir mengatakan berdasarkan pengakuan pihak Kementerian Hukum dan HAM, tidak ada intervensi dari mereka kepada SCTV terkait program tersebut. Namun, menurut Bagir, Dewan Pers akan terus melakukan pemeriksaan terkait hal tersebut.

Pihak SCTV sendiri merasa diintervensi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia soal penayangan program Sigi itu. “Dari kronologi yang kami alami, intervensi itu jelas ada,” kata Kepala Liputan 6 News Center SCTV Don Bosco Selamun.

Don bilang, seseorang yang mengaku sebagai staf Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berkali-kali menelepon, mengirim pesan singkat, hingga datang ke kantor SCTV, meminta program Sigi tersebut tak ditayangkan.

Sebelumnya pihak redaksi SCTV bergeming dan memutuskan untuk tetap menayangkan meski harus menunda sepekan kemudian. Namun, tunggu punya tunggu, jutaan pemirsa hanya kembali menelan kekecawaan karena tayangan yang membuka borok di lingkungan penjara itu tetap tidak muncul. Sampai belakangan diketahui, 'intervensi' justru dilakukan sendiri oleh Dirut SCTV Fofo Sariaatmadja.

Bisnis Vs Politik
Memang setelah pertemuan yang terkesan cuma basi-basi tersebut, kini 'bola' sepenuhnya berada di SCTV. Namun, dari diskusi saya dengan sumber di SCTV, Fofo tampaknya lebih memilih untuk 'membekukan' program kontroversial itu, terutama untuk menghindari benturan lebih jauh dengan sumbu-sumbu politik. Keputusan Fofo untuk 'mengalah',jelas tidak populer. Tidak hanya internal SCTV, namun juga masyarakat yang rindu dengan tayangan bermutu.

Saya sendiri sangat menyayangkan keputusan tersebut. Padahal, jika benar-benar on-air, niscaya pamor SCTV di segmen berita punya kesempatan untuk kembali meroket. Sebelumya, meski bukan dikenal sebagai stasiun TV berita seperti Metro TV, SCTV memiliki kredibilitas yang tinggi dalam setiap penayangan berita. Analisis mendalam dan kritis, menjadi poin penting yang menjadi diferensiasi sekaligus kekuatan program berita SCTV. Video kekerasan yang terjadi di STPDN beberapa waktu lalu, semakin memperkuat citra tersebut.

Bahkan untuk program Sigi, Selama dua bulan berturut-turut, Maret dan April 2008, program investigasi khas Liputan 6 itu, pernah meraih penghargaan dari dua buah lembaga berbeda: Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Dari AJI, karya berjudul "Anak-Anak Yang Tercerabut" memperoleh penghargaan sebagai Juara II dalam lomba Karya Jurnalistik bertemakan Buruh Anak. Sedangkan dari Dephukham, Sigi 30 Menit meraih Juara Pertama atas liputan bertajuk "Di Nusa Kambangan Menanti Eksekusi".

Tak dapat dipungkiri, hijrahnya banyak figur penting seperti Indi Rahmawati cs, ke TV One, jelas melemahkan divisi news SCTV. Kondisi bukan semakin membaik, karena sang nahkoda, Rossiana (Rossy) Silalahi yang sebelumnya menjabat sebagai Pemred Liputan 6, memilih hijrah ke Global TV karena terus berbenturan dengan kebijakan yang digariskan oleh Fofo. Alhasil, divisi news SCTV boleh dibilang hanya menjadi pelengkap dari divisi program (musik dan entertainment).

Kini tayangan musik seperti InBox, reality show dan lusinan sinetron yang dinilai memiliki rating tinggi, lebih banyak menghiasi layar SCTV. Program berita benar-benar terpinggirkan. Indikasinya tak hanya menyangkuat kualitas, namun juga konsistensi. Ambil contoh, Liputan 6 Malam yang sebelumnya tayang tepat pukul 12, kini harus mengalah digusur sinetron. Tayangan berita malam ini bahkan kerap tayang pukul 01.30, saat kebanyakan orang sudah terlelap tidur

Keputusan Fofo yang menghentikan tayangan SIGI bertema seks dipenjara itu, memang patut disayangkan. Sebab inilah momentum bagi SCTV untuk kembali bisa bersaing di segmen berita, yang kini relatif sudah direbut oleh Metro TV dan TV One. Apalagi publisitasnya sudah sedemikian heboh dan gratis pula. Semua media kecil dan besar, termasuk Tempo Group, memberitakan polemik ini.

Namun dari sisi manajemen, keputusan Fofo dapat dipahami. Sebab diantara pengelola TV lainnya, keluarga Fofo dikenal paling 'independen'. Mereka tak suka 'berpolitik'. Sebagai pebisnis murni, keluarga ini sangat berhati-hati, apalagi jika hal itu berpotensi mengganggu kelangsungan bisnis yang sudah dibangun selama ini.

Bandingkan dengan Aburizal Bakrie (TV One dan AnTV), Chairul Tanjung (Trans Group), Surya Paloh (Media Indonesia Group) dan Harry Tanoe (MNC Group) yang pandai berakrobat, tak hanya di dunia bisnis, namun juga politik. Keempatnya, terutama Harry Tanoe dan Ical, sangat piawai memanfaatkan media yang mereka dimiliki tak hanya untuk mendulang fulus, namun juga untuk meningkatkan posisi tawar dimata penguasa.

Sunday, October 31, 2010

XL, Axiata dan Rivalitas Regional


Tak percuma AXIATA Group Berhad, kelompok bisnis dari Malaysia, menguasai XL. Melalui anak perusahaannya yaitu Indocell Holding Sdn Bhd, Axiata yang sebelumnya dikenal sebagai TM International, menjadi pemilik mayoritas (83,3% saham), kini mulai menikmati hasil dari investasi yang mereka tanam saat mengambil alih dari PT Excelcomindo Pratama Tbk, pada 2005.

Tengok saja kinerja yang dicapai oleh XL sepanjang sembilan bulan pertama 2010. Mereka berhasil mencetak pendapatan usaha sebesar Rp. 13 triliun (naik 32% YoY) dan laba bersih Rp. 2,1 triliun (naik 73% YoY). Dengan demikian, XL telah merevisi target 2010 untuk EBITDA marjin menjadi lebih dari 50%.

”Pada triwulan ketiga ini, XL lebih memusatkan kepada penambahan jumlah pelanggan sehingga jumlah pelanggan kami telah meningkat sebesar 44% YoY menjadi 38,5 juta pelanggan. Selain itu, EBITDA juga mengalami pertumbuhan sebesar 60% YoY menjadi Rp. 6,8 triliun dengan EBITDA marjin 52%,” ujar Presdir XL, Hasnul Suhaimi.

Sampai dengan September 2010, XL telah melakukan pembayaran pinjaman baik yang sudah jatuh tempo maupun yang belum jatuh tempo dengan total sejumlah USD 233.9 juta dan Rp 3.2 triliun menggunakan sebagian besar arus kas internal. Selain itu, XL telah menandatangani pinjaman baru dengan total sejumlah Rp 6.5 triliun, di mana telah dilakukan penarikan sejumlah Rp 3 triliun. Pada akhir bulan September, saldo hutang XL menjadi Rp 10.9 triliun dengan ratio Hutang Bersih (Hutang berbunga dikurangi Kas)/EBITDA sebesar 1,2 kali.

Menurut Hasnul, kunci sukses XL tidak hanya terletak pada penawaran tarif terjangkau sehingga memicu lonjakan trafik percakapan, namun juga memperhatikan kepuasan pelanggan. Sebagai buktinya, peringkat Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) untuk produk prabayar XL meningkat menjadi peringkat ke-2 pada 2010. Selain itu, XL juga menerima penghargaan dari Frost and Sullivan sebagai Mobile Service Provider of The Year dan Service Provider of The Year.

Yang menarik, kinerja gemilang yang dibukukan oleh XL terjadi justru pada saat industri selular Indonesia, mulai menunjukkan masa maturitas. Kompetisi ketat diantara 11 operator, membuat pasar Indonesia cenderung berdarah-darah sehingga pola akuisisi kini sudah jamak dalam meraih pelanggan. Hebatnya lagi, pencapaian XL pada tahun ini sekaligus menggusur Indosat di posisi kedua, sekaligus mulai menebar ancaman pada Telkomsel sebagai market leader.

Kondisi ini sudah pasti membuat President and Group CEO Axiata Berhard, Datuk Seri Jamaludin Ibrahim, semakin bersemangat untuk menguasai pasar regional, terutama dalam bersaing dengan SingTel, raksasa telekomunikasi asal Singapura yang sebelumnya sudah lebih dahulu malang melintang.

Seperti diketahui, saat ini Axiata menguasai 7 operator di kawasan Asia dengan kepemilikan bervariasi, masing-masing Celcom(100%)- Malaysia, XL(83.8%)- Indonesia, Dialog Telekom(85%)- Sri Lanka, Robi (70%)- Bangladesh, HELLO (100%)- Cambodia, Idea Cellular(19.1%)- India, dan M1(29.7%)- Singapore.

Sedangkan SingTel, selain Singapura juga memiliki kepemilikan saham di 7 negara, masing-masing AIS (Advanced Info Service) - Thailand, Globe Telecom - Philipina, Yes Optus - Australia, City Cell - Banglandesh, Telkomsel - Indonesia, Bharti - India, dan Warid Telecom - Pakistan.

Friday, October 29, 2010

Hasnul Suhaimi dan Blognya


Selalu ada yang menarik bila membahas seorang Hasnul Suhaimi. Gebrakan CEO XL Axiata ini, memang membuat banyak pihak terkagum-kagum, bahkan oleh para pesaingnya sekalipun.

Bayangkan saja, hengkang dari Indosat pada 2005 (karena merasa cuma dijadikan boneka meski posisinya sebagai marketing director), membuat pria asal Bukit Tinggi ini tidak kecil hati. Justru talentanya yang sedemikian besar, dimanfaatkan oleh TM Company, grup perusahaan Telekomunikasi asal Malaysia. Hasilnya, hanya dalam tempo empat tahun, XL yang sebagian besar sahamnya kini dikuasai oleh Axiata Berhard, mampu menyalip Indosat di posisi kedua.

Tak puas dengan posisi kedua, Hasnul yang didukung penuh oleh para pemegang saham, kini membidik Telkomsel di posisi nomor satu. Memang perlu waktu dan sumber daya yang luar biasa untuk menggeser Telkomsel, sebab dari sisi customer base, Telkomsel kini tiga kali lipatnya XL. Namun tak ada yang tak mungkin, dukungan top manajemen, manajamen support yang tangguh dan SDM yang handal, membuat Hasnul optimis pihaknya dapat membalikkan posisi satu saat nanti.

Memang selain kehandalannya memimpin XL, ada sisi lain yang membedakan Hasnul dengan para CEO top lainnya. Hal itu menyangkut keakrabannya membangun aktualisasi diri lewat blog. Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan XL Axiata, Hasnul kerap menurunkan pokok pikiran dan pandangannya di dalam blog. Baik tentang manajemen dan motivasi, produk dan service XL, hingga CSR. Anda pun bisa mengunjunginya di hasnulsuhaimi.com.

Kurang Peduli
Apa yang dilakukan Hasnul adalah bagian dari fenomena netizen society khususnya social media. Selain jejaring sosial, blog adalah sarana efektif untuk melakukan aktualisasi diri, promosi bahkan advokasi. Hasnul tampkanya juga menyadari bahwa masa depan industri telko ada pada broadband yang erat dengan aktifitas mobile internet, sehingga ia pun merasa terjun ke dunia yang sama sehingga tercipta engagement.

Langkah Hasnul dengan blognya memang perlu ditiru oleh para CEO lain. Pasalnya, merujuk hasil riset yang dirilis firma public relations global Weber Shandwick terungkap bahwa mayoritas CEO (64%) dari perusahaan besar dunia tidak menggunakan social media. Artinya, para pemimpin tersebut tidak terlibat secara online dengan pemegang kepentingan (stakeholder) eksternal. Padahal, “ Social media sangat berpotensi sebagai alat yang mendukung komunikasi langsung,” “ ungkap Chris Perry, Presiden Weber Shandwick Digital Communications.

Ditambah lagi dengan jumlah pengguna internet sebesar 1.96 miliar di seluruh dunia, hal tersebut semakin menguatkan argumen Weber Shandwick bahwa para CEO seharusnya berada diantara masyarakat yang menonton, membaca, berbicara dan mendengar di internet.

Berbagai temuan tersebut sejatinya diungkapkan dalam survei Weber Shandwick bertitel, “Socializing Your CEO: From (Un)Social to Social.” Survei tersebut mengamati aktifitas komunikasi publik yang dilakukan oleh 60 pemimpin perusahaan dari 50 perusahaan besar dunia. Rinciannya, 20 perusahaan di Amerika Serikat, 27 di Eropa, 9 di Asia Pasifik, dan 4 di Amerika Latin. Sekadar catatan, beberapa perusahaan memiliki beberapa CEO di tahun 2009.

Survei tersebut juga mengungkapkan sembilan dari 10 CEO dari 50 perusahaan (93 %) melakukan komunikasi eksternal melalui metode tradisional: 93 % diantaranya dikutip pada publikasi global dan bisnis serta 40 % diantaranya berpartisipasi dalam kaitannya melalui keterlibatan eksternal, non-investor dan audiens.

Adapun saat ini kebanyakan kehadiran CEO di dunia online hanya sebatas yang terdapat dalam Wikipedia, sebuah ensiklopedia online dimana CEO dan timnya tidak bertanggung jawab terhadap publikasinya.

“Analisis kami mengenai CEO yang menjabat di seluruh dunia mengatakan bahwa media tradisional masih bertahan sebagai saluran komunikasi eksternal. Hal yang sudah berubah adalah bagaimana CEO secara perlahan memadukan komunikasi tradisional dengan jaringan sosial dan saluran dimana mereka dapat menjaring lebih banyak stakeholder,” kata Leslie Gaines-Ross, kepala strategi reputasi Weber Shandwick dan ahli reputasi online.

Menurut Gaines-Ross terdapat banyak ‘alasan’ para CEO enggan eksis di social media. Beberapa contohnya adalah, pertama waktu yang ada lebih baik diluangkan kepada pelanggan dan pegawai. Kedua, reputasi mereka yang sepanjang waktu berada pada level terendah di kalangan masyarakat umum, ketiga, laba atas investasi yang belum tercatat, keempat lantaran konsultan hukum yang cenderung berhati-hati terhadap hal apapun yang berbau ’selebriti CEO’.

Meski demikian, Weber Shandwick memberikan tips“Six Rules of The Road” (“Enam Peta Jalan”) bagi CEO agar semakin ‘eksis’ di dunia social media. Caranya pertama, kenali praktik online terbaik dari pergaulan CEO terutama yang terbaik di kelasnya. Kemudian, bentuk dan kembangkan sesuai zona nyaman CEO bersangkutan. Kedua, mulailah dengan hal-hal dasar seperti video atau foto. Coba pilah dan kumpulkan pesan CEO sesuai masing-masing tujuan online.

Ketiga, simulasikan partisipasi social media dari CEO bersangkutan. Pelajari feedbacknya sebelum mensosialisasikan diri. Mulailah komunikasi online secara internal, walau melalui komunikasi internal, semua pesan dapat menyebar ke luar dengan mudah. Keempat, putuskan secara tegas waktu yang dapat diberikan oleh seorang CEO dalam bersosialisasi. Waktu dapat bervariasi mulai sekali dalam seminggu sampai sekali dalam sebulan atau sekali dalam seperempat bulan atau lebih sering. Jadikan diri CEO itu sendiri sebagai penentu waktu. Kelima, susunlah narasi yang mampu mengundang perhatian audiens yang berkaitan dengan reputasi perusahaan. Dan terakhir, sadarilah bahwa kebutuhan sosialisasi menjadi bagian penting dari program manajemen reputasi perusahaan. Aturlah reputasi sosial CEO bersangkutan maupun reputasi perusahaan anda.

Dengan keenam langkah tersebut diyakini akan lebih banyak lagi CEO yang eksis di social media. “ Kurang lebih 4 dari 10 social CEO (CEO yang aktif di social media) dalam analisis Weber Shandwick dapat dikatakan sebagai perintis saat ini, tetapi dalam waktu singkat, akan banyak pemimpin yang menggambarkan perusahaan sebagai transparan, mudah diakses dan terpercaya. Sosial CEO akan menjadi umum suatu hari nanti,” ujar Gaines-Ross.

Tuesday, October 26, 2010

Fighting Brand Bukan Sekedar Pelengkap


Belum lama ini Toyota Astra Motor (TAM) dan Astra Daihatsu Motor (ADM), secara hampir bersamaan meluncurkan varian facelift terbaru mereka, yakni Rush dan Terios. Peluncuran dua SUV di kelas medium itu, semakin memberikan pilihan bagi konsumen untuk memiliki salah satu diantaranya dengan tampilan yang lebih sporty, namun dengan kenaikan harga yang terbilang tidak signifikan dibandingkan fitur yang diusung.

Rush versi penyegaran misalnya, menawarkan beberapa tambahan fitur baru, antara lain steering switch, corner sensor, dan electric power steering (EPS). Untuk entry level, New Rush G M/T ditawarkan hanya dengan harga Rp 191,7 juta dan yang tertinggi tipe S A/T dibanderol Rp 214,8 juta.

Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran TAM, bilang sepanjang Januari-September 2010, penjualan Rush mencapai 14.000-an unit. Berarti, rata-rata penjualan bulanan adalah sekitar 1.500 unit. Dengan peluncuran New Rush itu, pihaknya berharap dapat mempertahankan pangsa pasar di atas 50 persen.

Sementara Direktur Marketing ADM Amelia Tjandra, menyebutkan pengembangan produk merupakan strategi yang mutlak ditempuh ADM guna merespon permintaan pasar. “Tidak hanya sebatas penyegaran wajah, namun juga peningkatan kualitas pembakaran emisi yang lebih baik”, ujar Amelia.

Itu sebabnya di New Terios ini, konsumen semakin dimanjakan dengan penghematan BBM hingga mencapai 6% dibandingkan seri sebelumnya, yaitu rata-rata sekitar 1 liter untuk jarak tempuh 11,7 Km dengan kondisi jalan sehari-hari, empat penumpang dan AC single.

“Dengan semakin iritnya bahan bakar itu, maka Terios baru ini akan menjadi value maker, karena mobil ini terbukti memiliki value for money sangat tinggi di kelasnya,” tambah Amelia Tjandra.

Disruptive Inovation
Model kendaraan sport utility-vehicle (SUV) memang semakin digemari. Banyaknya merek dan varian produk yang meramaikan segmen ini mengindi-kasikan pangsa kendaraan jenis SUV terus tumbuh. Kini hampir semua ATPM memiliki jagoan, bahkan beberapa diantaranyan memiliki dua varian. Honda (CRV), Toyota (Fortuner, Rush), Nissan (X-trail), Daihatsu (Terios), Suzuki (SX X-Over), Hyundai (Santa Fe), Ford (Everest, Escape), Chevrolet (Captiva), Kia (Sportage), Mitsubishi (Pajero Sport, Grandis), BMW (X5, X3) dan lainnya.

Itu sebabnya peluncuran Rush dan Terios dalam waktu yang hampir bersamaan dapat dimaklumi, mengingat persaingan di segmen SUV terutama kelas medium cenderung semakin ketat.

Mengutip data Gaikindo, hingga Agustus 2010 total penjualan mobil di segmen ini mencapai 23.080 unit, atau 5,21% dari total pangsa pasar seluruh penjualan otomotif nasional yang mencapai 443.120 unit. Itu berarti terjadi penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang mencapai 24.830 unit.

Repotnya, hampir seluruh pemain di SUV medium ini mengalami penurunan penjualan, tak terkecuali Daihatsu Terios, dari 11.491 unit tahun 2009 menjadi 10.122 unit. Hanya Toyota Rush yang tumbuh 4%, yakni dari 11.553 unit (2009) menjadi 12.061 unit.
Melihat kecenderungan tersebut, Astra International Tbk, yang menjadi induk dari TAM dan ADM, berusaha untuk terus menekan para pesaingnya sekaligus memperlebar gerak bagi dua produk andalannya itu.

Khusus untuk Daihatsu Terios, meski diposisikan sebagai fighting brand, produk ini berpeluang untuk terus meningkatkan pangsa pasar sekaligus melindungi posisi “saudarnya”, yakni Toyota Rush yang merupakan market leader. Dengan strategi disruptive inovation, Terios mampu yang mengacaukan fokus pesaing untuk kepentingan group. Pilihan harga yang terjangkau, fitur dan kualitas setara Toyota, merupakan value for money sangat menggoda konsumen. Apalagi harga jual kembalinya (resale value) juga tetap tingi. So, siapa bilang fighting brand cuma jadi pelengkap?

Sunday, October 24, 2010

‘Total Football’ Ala Telkomsel


100 juta pelanggan, 25 broadband city, 30 juta pelanggan data dan 15% revenue berbasis data, adalah empat target utama yang dicanangkan Telkomsel pada tahun ini. Meski kompetisi memperebutkan pelanggan semakin ketat, tak ada pilihan lain bagi operator terbesar di Indonesia ini untuk terus menerapkan strategi bertumbuh di medan pertempuran yang semakin sengit, sembari memantapkan landasan cash cow di masa depan.

Untuk mencapai target tersebut, Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno kerap mewanti-wanti para karyawan Telkomsel agar tidak berpikir dan bertindak business as usual. Sebaliknya, ia percaya pada konsep changing within continuity untuk mengimbangi situasi perekonomian yang kerap kali berubah. “Perubahan dalam kontinuitas adalah sikap terbaik yang harus dilaksanakan bersama di seluruh lini organisasi Telkomsel, untuk mewujudkan bisnis Telkomsel yang berkelanjutan,” katanya dalam satu kesempatan.

Seperti kita ketahui, industi selular kini tengah berada dipersimpangan. Transisi dari generasi 2G dan 2,5 G(GPRS dan EDGE) ke 3G, HSPA+ dan selanjutnya generasi ke-4 yang dikenal sebagai LTE (Long Term Evolution), memberikan implikasi yang sangat luas terutama dari sisi revenue.

Kerasnya persaingan yang sudah menjurus pada akuisisi terutama di inner area, menyebabkan basic service, yakni SMS dan voice telah menjadi komoditas yang cenderung menjadi barang gratisan. Memang, untuk menjaring pelanggan baru. operator marjinal seperti Tri (HTCP), Axis (NTS), Fren (Mobile Eight) dan Smart (Sinar Mas), sepertinya tak ada pilihan lain kecuali menjadikan harga murah dan bonus berlimpah sebagai senjata untuk menjaring pelanggan baru.

Kondisi itu pada akhirnya memaksa operator di second layer, yakni Fleksi (Telkom 15 juta pelanggan) dan Esia (Bakrie Telecom, 13,3 juta pelanggan) dan operator tiga besar Telkomsel (94 juta pelanggan), XL Axiata (35 juta pelanggan) dan Indosat (32 juta pelanggan), juga berlaku sama. Lima operator itu pun pada akhirnya terpaksa menggunakan jurus yang nyaris serupa. Jadi, dengan kata lain, perang tarif jilid 2 sebenarnya kembali berkecamuk namun dengan embel-embel data sebagai amunisi baru. Hal itu juga sejalan dengan euphoria pelanggan mengakses internet secara mobile, terutama jejaring sosial.

Namun dampaknya dapat ditebak. Dengan harga murah, otomatis pendapatan ARPU dari voice dan SMS semakin terjun bebas. Kini rata-rata ARPU dari basic service berada di kisaran Rp 20 – Rp 30 ribu. Bandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, yang masih bisa bertengger di kisaran Rp Rp 75 – Rp 100 ribu.

Disisi lain, revenue berbasis data, pelan tapi pasti mulai memberikan harapan bagi operator. Beragam layanan broadband, mampu memberikan revenue rata-rata Rp 100 – Rp 200 ribu per pelanggan. Operator pantas bergembira dengan tren pengguna mobile broadband yang semakin meningkat. Saat ini diperkirakan terdapat 30 – 40 juta pengguna mobile internet di Indonesia, namun mereka yang berlangganan masih dibawah 10 juta pengguna. Jadi, meski 60% revenue masih didominasi oleh basic service yang cenderung stagnan, operator sudah merintis ‘jalur baru’, yakni mobile broadband yang diyakini akan ‘happening’ dalam kurun lima tahun lagi.

Simpati Freedom dan Blackberry Torch
Nah, melihat tren tersebut, dapat dipahami jika strategi yang ditempuh Telkomsel semakin all-out. Operator yang sebagian besarnya sahamnya dikuasai oleh PT Telkom ini, tak ingin market share-nya terus tergerus oleh pemain lain. Strategi produk dengan fitur berlimpah, kualitas handal, namun harga terjangkau baik untuk basic service maupun data, tercermin dari dua produk andalan, yakni Simpati Freedom dan Blackberry Torch.

Dengan kartu perdana seharga RP 5.000, pelanggan Simpati Freedom memperoleh gratis 100 SMS ke semua operator tanpa batas waktu, gratis 1 MB internetan dan chat tanpa batas waktu. Untuk menikmati layanan ini, pelanggan Telkomsel cukup mengirim kode akses *999#. Di situ, pelanggan dapat memilih satu dari tiga paket yang disediakan sesuai kebutuhan. Paket Internet Tanpa Batas untuk yang suka internetan, gratis fitur terlengkap untuk chatting dan browsing dengan tarif murah Rp 0,1 per kilobyte. Gratis 10 MB per hari dan Zero Facebook.

Kemudian Paket Seharian Tanpa Batas. Di paket ini, pelanggan mendapatkan Talkmania selama 300 menit, gratis 100 menit menelpon dari isi ulang dan bicara sepanjang malam. Sedangkan Paket Semaleman Tanpa Batas memberikan gratis bicara sepanjang malam dan gratis 100 menit dari layanan Malam Mania. Pilihan paket tanpa batas ini semakin memperluas segmen pengguna Simpati mulai dari orang kantoran hingga anak muda.

Dengan re-packaging tersebut, hasilnya pun spektakuler. Sejak diluncurkan sekitar dua bulan lalu, jumlah pelanggan Simpati Freedom hingga saat ini sudah mencapai 4 juta.

Sementara untuk mendongkrak pengguna Blackberry, Telkomsel baru-baru ini meluncurkan varian teranyar yakni Torch sekaligus pengenaan tarif unlimited baru yang semakin terjangkau. Tingginya minat penggunaan Blackberry dan persaingan tarif yang ditawarkan masing-masing operator, memang membuat Telkomsel harus mengikuti arah baru 'permainan'.

Sebelumnya tarif unlimited bulanan Telkomsel Rp150.000. Tak tanggung-tanggung dipangkas hingga Rp 90.000. Bahkan bagi pelanggan baru, Telkomsel hanya membebankan hanya Rp70.000 di bulan pertama. Bulan selanjutnya, keseluruhan akan dikenakan biaya Rp99.000 per bulan.

VP Channel Management Telkomsel Gideon Purnomo, mengklaim saat ini pelanggan Blackberry Telkomsel telah menguasai 35 persen pangsa pasar, dengan pertumbuhan sebanyak 100 persen dibandingkan akhir 2009 lalu. Artinya, terdapat sekira 700.000 pelanggan Blackberry yang menggunakan jaringan Telkomsel.

Dengan tarif yang terjangkau, Telkomsel menargetkan bisa menutup tahun 2010 dengan pencapaian 1,2 juta pelanggan BlackBerry. Handset anyar Torch yang dibanderol Rp 6,5 juta itu memang menjadi andalan pamungkas dan dapat diserap pasar sedikitnya 30 ribu unit.

Ssaat ini, tambah Gideon, Telkomsel telah membukukan 700 ribu pelanggan BlackBerry. 690 ribu di antaranya berlangganan BlackBerry Internet Service (BIS). Sisanya, 10 ribu, pelanggan korporat BlackBerry Enterprise Server (BES).

Jadi, merujuk pada kelebihan yang ditawarkan Simpatif Freedom dan tarif baru Blackberry, kita bisa mengibaratkannya, operator yang telah berusia 15 tahun itu sudah tidak tanggung-tanggung lagi dalam menerapkan strategi total football. Dengan gaya ini, tak ada lagi istilah bertahan (cattenacio). “Dalam iklim kompetisi yang semakin keras, memang strategi menyerang adalah pilihan paling tepat”, ujar Sarwoto.

Ia mengakui bahwa strategi harga murah dapat berdampak terhadap masa depan operator lain, terutama operator kecil dibawah 10 juta pelanggan. Namun, menurutnya Telkomsel pun tak ingin dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, sebagai akibat dari strategi yang diterapkan oleh operator lain, yang bisa merusak pasar sekaligus mengancam posisinya sebagai nomor satu.

Sarwoto merujuk penerapan SMS antar operator yang sempat menjadi polemik. Karena harus comply dengan aturan yang diterapkan oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), Telkomsel terlambat merespon kecenderungan pasar sehingga berdampak terhadap perolehan market share. Jika pada akhir 2009, pangsa pasar Telkomsel masih diatas 50%, kini berkisar 47%. Penerapan SMS antar operator dituding menjadi salah satu dari penurunan market share itu.

Kini, dengan waktu tersisa tinggal 2 bulan lagi, masih ada kesempatan bagi Telkomsel untuk win back, terutama untuk mencapai jumlah 100 juta pelanggan pada akhir 2010. Dengan segenap ototnya, banyak pihak meyakini target ambisius itu dapat tercapai. Jadi, bagi operator lain, siap-siap saja dengan dengan total football ala Telkomsel!