Tuesday, December 28, 2010

Dari Jack The Ripper Hingga Taman Neraka


Wisata horor merupakan salah satu genre dari industri pariwisata. Para pelaku dibidang ini, memang dituntut harus kreatif melihat keinginan wisatawan, yang tentu tidak ingin melihat obyek yang "itu-itu saja" saja.

Nah, Indonesia dengan beragam obyek seram dan menakutkan, jelas punya potensi untuk mendatang lebih banyak wisatawan. Lawang Sewu sudah membuktikan hal tersebut, meski belum digarap secara maksimal. Untuk hal ini, mungkin kita perlu belajar dengan pemerintah kota London yang pintar mengemas Legenda Jack The Ripper. Obyek lain yang tak kalah menarik adalah Taman Neraka di Suphanburi, Thailand.

Jack The Ripper
Jack the Ripper (Jack sang Pencabik) adalah julukan untuk tokoh misterius yang melakukan serangkaian pembunuhan berantai dan mutilasi di Inggris pada abad 19.

Pada pertengahan 1888, lewat tengah malam di distrik East End di kota London, Inggris, yang dikenal dengan nama Whitechapel (daerah lampu merah) pernah dihebohkan dengan aksi pembunuhan berantai sadis terhadap sejumlah wanita tuna susila.

Salah satunya adalah Catherine Eddowes terlihat di sudut jalan itu, di St James’s Passage di kawasan Whitechapel, 30 September 1888. Catherine adalah korban keempat Jack The Ripper. Identitas pelaku pembunuhan hingga kini tidak berhasil diungkap. Polisi hanya tahu bahwa sang pembunuh menjuluki dirinya "Jack the Ripper".

Jack The Ripper tidak meninggalkan bukti satu pun dalam tindakan kriminalnya, pola pembunuhannya pun tidak diketahui, bahkan bisa dibilang acak. Satu-satunya persamaan antara korban-korbannya ialah bahwa mereka adalah wanita tuna susila.

Jack The Ripper membunuh korban-korbannya tanpa ampun. Setelah memotong leher korbannya, kemudian Jack The Ripper memutilasi mereka. Bagaikan bayangan di malam hari, tidak ada seorangpun yang dapat menguak siapakah Jack The Ripper sebenarnya. Walaupun Jack The Ripper "hanya" beraksi lebih kurang satu tahun, korbannya sangat banyak dan telah menjadi legenda sampai sekarang.

Ada juga dugaan kalau pelaku adalah seorang dokter atau setidaknya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran spesialisasi di bidang operasi bedah karena sayatan-sayatan di tubuh korbannya sangat rapi yang hanya bisa dilakukan menggunakan alat-alat operasi kedokteran yang membutuhkan keahlian khusus.

Identitas Jack the Ripper sampai hari ini masih merupakan misteri; para spekulan memprediksi bahwa Jack the Ripper telah menyebrangi Laut Atlantik dan bermukim di AS setelah pembunuhan-pembunuhan tersebut.

Dua abad setelah pembunuhan berantai itu, legenda Jack The Ripper yang mendunia masih membius dan menjadi obyek wisata. Berdasarkan buku panduan yang diterbitkan dinas pariwisata London, titik pertama yang harus disinggahi adalah St James’s Passage yang bermuara di Mitre Square, tempat mayat Catherine Eddowes tadi ditemukan. Lokasinya sekitar 20 menit berjalan kaki dari Tower Hill.

Panduan dalam buku mungil disajikan cukup deskriptif, dilengkapi peta, cuplikan cerita seperti kesaksian orang yang melihat Catherine terakhir kali, hingga arahan kanan dan kiri. Seluruhnya cukup ditempuh berjalan kaki. Suasana malam yang dingin, semakin menumbuhkan rasa ngeri dan pilu saat membayangkan belati yang dihunus The Ripper menghujam tubuh para korban.

Setelah lokasi pertama, buku panduan akan membawa wisatawan ke empat lokasi dimana para korban pembunuhan ditemukan bersimbah darah The Ripper di kawasan Whitechapel. Kawasan ini sebenarnya tak menjanjikan keindahan, hanya berbagai bangunan kelam, apartemen, perkantoran, masjid (The East London Mosque), toko, dan juga bar. Beberapa bar lawas bahkan terkait dengan Jack The Ripper. Sekali pun kuno, atmosfer bar-bar ini amat nyaman, tak terasa angker.

Bar kuno itu, misalnya, Still and Star Pub yang berdiri sejak tahun 1880, Hoop and Grapes Pub (tahun 1600), The White Hart Pub (1721), dan The Ten Bells (1753). Bar yang terakhir diduga merupakan lokasi favorit The Ripper untuk minum-minum. Annie Chapman yang mayatnya ditemukan di Hanbury Street masih sempat bekerja di The Ten Bells pada malam dia tewas di ujung belati The Ripper.

Jack The Ripper jelas adalah salah satu contoh kreatif pengelolaan turisme dengan bermodal narasi, tak semata keindahan kota ataupun alamnya. Kendati hal itu berupa narasi keji dan pilu.

Sadisme Taman Neraka
Taman Neraka di Kuil Wat Phai Rong Wua, Distrik Song Phi Nong, Suphanburi, Thailand, menjadi tempat tujuan wisata paling aneh di dunia. Tidak ada keindahan atau kegembiraan yang ditampilkan, tapi justru teror adegan-adegan sadistis yang diperagakan melalui ratusan patung. Taman itu memang dimaksudkan sebagai gambaran tentang neraka.

Ratusan patung manusia, dipamerkan dalam kondisi disiksa. Ada yang ditusuk wajahnya dengan tombak, ada yang digergaji, digantung atau tubuh hancur diludahkan dari mulut monster.

Efek sadis semakin terasa, saat menyaksikan ceceran darah bertebaran dimana-mana. Ditambah raungan penderitaan dan jerit tangis penyiksaan yang keluar dari mulut pengeras suara, menambah suasana bertambah seram.

Wat Phai Rong Wua adalah salah satu kuil besar di Thailand. Disini terdapat patung Budha terbesar di dunia yang dibangun pada 1926, terbuat dari logam cor setinggi 61 meter. Selain itu terdapat ratusan patung Budha dalam berbagai posisi doa, Istana Chedis bergaya India, dan simbolisasi ajaran-ajaran Budha lainnya.

Taman Neraka dimaksudkan sebagai wahana belajar anak-anak dan generasi muda, tentang balasan yang akan mereka terima di kehidupan pasca kematian, jika tidak mau berdoa, beribadah dan gemar berbuat dosa.

Terlepas dari pesan moral, Taman Neraka adalah wujud kreatifitas dalam mengemas obyek pariwisata kontemporer berbau horor. Bagaimana dengan Indonesia?

No comments: