Wednesday, December 15, 2010

Afrika Utara, Lumbung Baru Industri Telekomunikasi


Menurut analisa terbaru dari Frost & Sullivan, diketahui bahwa negara-negara di Afrika Utara relatif lebih agresif ketimbang Asia Selatan. Kawasan ini memiliki 100 persen penetrasi pasar di bawah persaingan atau lingkungan yang bersifat duopoli.

Diluar dugaan negara-negara di Afrika Utara memiliki 100 persen penetrasi pasar dan berkembang di bawah tekanan ARPU. Agar dapat bertahan, masing-masing operator telekomunikasi mengeluarkan berbagai paket menarik untuk meraup pelanggan baru dan menghindari turunnya ARPU (average revenue per user).

Menarik diketahui, karakter pelanggan di kebanyakan negara Timur Tengah dan Afrika Utara mirip dengan pelanggan di Indonesia, di mana cenderung untuk memilih layanan prabayar. Di sana, para operator telekomunikasi menawarkan harga rendah untuk mendongkrak jumlah pelanggan.

Para analis menilai, layanan prabayar dapat diterima oleh kebanyakan masyarakat di Afrika Utara, terutama masyarakat dengan pendapatan rendah. Ini dikarenakan layana prabayar lebih fleksibel dalam penggunaannya.

Disisi lain, persaingan yang semakin ketat dan cenderung ‘berdarah-darah’ telah membuat para operator telekomunikasi mau tak mau harus menurunkan tarif agar dapat menjaga posisi mereka dalam pasar. Untuk meraih pelanggan, para operator mengeluarkan berbagai program dan harga pulsa yang murah.

Pasar telekomunikasi di Afrika utara memiliki beragam peluang dan juga tantangan dalam pengembangannya. Selama periode 2007 sampai 2009 pasar telah menunjukkan pertumbuhan pada CAGR sebesar 20 persen dan diharapkan terus berkembang hingga lima tahun ke depan dengan adanya kombinasi segmen antara voice dan mobile broadband. Wilayah yang luas dan populasi anak muda yang sangat besar merupakan faktor yang menguntungkan bagi perkembangan industri telekomunikasi di afrika utara.

Banyaknya populasi anak muda ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan mobile data hingga 35 persen per tahun dan memberikan kontribusi sebesar 10 persen dari total revenue industri telekomunikasi pada tahun 2014 nanti.

Namun demikian, profitabilitas industri ini kemungkinan akan mengalami penurunan mengingat berkurangnya jumlah potensial pelanggan baru yang pada akhirnya akan memaksa para operator untuk menentukan alokasi investasi modal baru yang tepat guna. Tetapi secara keseluruhan, pasar industri telco di Afrika Utara ini tetap memberikan berbagai peluang pertumbuhan yang prospektif terutama dengan tumbuhnya animo pengguna di segmen mobile internet .

Di sisi lain, kehadiran para pemain internasional dalam industry telco afrika utara akan sedikit menyulitkan bagi para pemain lokal. Operator besar seperti MTN, Q-Tel dan Etisalat telah menunjukkan minatnya untuk berinvestasi di wilayah ini.

Untuk itu beberapa negara sedang menyusun regulasi yang akan mengatur pola investasi dan aturan mainnya sebagai dasar untuk terciptanya persaingan usaha yang sehat dan dalam rangka memperkuat pondasi para pemain ICT lokal dan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi sector telekomunikasi di Afrika Utara.

Dengan kondisi seperti ini tentu para CEO operator telekomunikasi menghadapi sejumlah tantangan berat. Pemahaman yang baik dan penanganan yang tepat akan menentukan siapa yang akan keluar sebagai penguasa pasar.

Seperti halnya Indonesia, saat ini sebagian besar operator seluler di Afrika Utara, 80 persen pendapatannya masih bergantung pada basic service, yaitu voice dan SMS. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga era broadband mulai diluncurkan. Oleh karena itu para operator diharapkan untuk dapat meningkatkan revenue dari non voice mengingat infrastruktur Negara-negara Afrika Utara memberikan peluang besar bagi pertumbuhan mobile broadband.

Untuk memaksimalkan pendapatan revenue dalam mobile broadband ini operator harus bias menyediakan tidak hanya perangkat yang tetapi juga konten yang relevan dengan permintaan pasar.

Bagaimana peta persaingan telekomunikasi di Afrika Utara? mari kita tengok kondisinya di tiga negara.

Maroko
Orange telecom, operator telekomunikasi asal prancis telah mengakuisisi 40 persen saham Meditel Meditel, operator telekomunikasi terbesar kedua di Maroko. Hal tesebut dilakukan untuk mengembangkan layanan 3G di Maroko. Layanan 3G memang telah menjadi medan pertempuran besar baru operator telekomunikasi di Maroko.

Tunisia
Perkembangan penting lainnya dalam sektor telekomunikasi di Afrika Utara adalah peluncuran layanan 3G oleh Orange Tunisia pada Mei 2010. Orange, yang dimiliki bersama oleh France Telecom dan Tunisia Grup Mabrouk, memasuki pasar sebagai operator telekomunikasi pertama di Tunisia benar-benar konvergen dalam menawarkan layanan mobile, fixed line dan internet. Orange juga akan menginvestasikan dananya sebesar USD689 pada tahun 2015 nanti dalam rangka mengembangan jaringan 3G.

Aljazair
Meskipun Aljazair belum mengeluarkan lisensi 3G untuk tiga operator jaringan mobile - mobilis milik negara, Orascom Telecom milik Djezzy dan Wataniya's Nedjma –Namun baru-baru ini menurut pemberitaan di beberapa media mengindikasikan bahwa pemerintah Aljazair mungkin akan meniadakan layanan 3G dan memilih untuk mengembangkan layanan mobile 4G sebagai gantinya. Pada bulan Juli 2010, harian El Khabar menulis bahwa pemerintah berencana untuk mengadakan tender lisensi 4G pada tahun 2011. Penerbitan lisensi 4G akan membantu untuk merevitalisasi sektor mobile Aljazair, yang pertumbuhan telah melambat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

No comments: