Tuesday, December 7, 2010
Mengukur Loyalitas Pelanggan Garuda Indonesia
Selama tiga hari (4-6 Des), saya sempat melakukan kunjungan ke Medan. Seperti biasa, saya memanfaatkan jasa Garuda Indonesia. Saya bersyukur, kali ini perjalanan berlangsung mulus tanpa hambatan.
Seperti kita ketahui, akhir November lalu, pelanggan Garuda Indonesia mendapatkan pelayanan yang mengecewakan. Akibat penerapan sistem baru untuk mengontrol operasional secara integral, atau yang lebih dikenal dengan Integreted operation control Sistem (AIOCS), muncul kekacauan jadwal penerbangan sehingga terjadi sejumlah keterlambatan hingga berjam-jam lamanya.
Dihadapkan pada kondisi yang berpotensi melunturkan kepercayaan pelanggan, manajemen Garuda Indonesia bertindak cepat. Langkah perbaikan terus dilakukan, sementara tanggung jawab terhadap pelanggan yang dirugikan tidak ditunda-tunda. Meski harus menanggung kerugian milyaran rupiah, karena harus mengganti setiap tiket yang terkena pembatalan, Garuda tetap menempuh opsi tersebut.
Tak tanggung-tanggung, penjelasan kepada publik dilakukan langsung oleh sang Dirut, Emirsyah Satar. Emir memastikan pelayanan penerbangan BUMN itu bisa berjalan normal pada 25 November 2010. Selama 3 hari ke depan, Garuda masih melakukan migrasi sistem lama ke sistem baru.
Emir bilang, kacaunya pelayanan penerbangan Garuda sejak Minggu (21/11) diakibatkan migrasi sistem lama ke sistem baru yang sedang berjalan sehingga ada beberapa data penting mengenai penerbangan yang terlewat. Dengan demikian, ada beberapa kru pesawat yang tidak mendapatkan informasi secara penuh.
Walaupun telah disiapkan dengan baik dan juga telah disimulasikan, namun mengingat sistem yang baru ini akan mengelola kegaiatan penerbangan GA yang cukup besar, yang melibatkan 81 pesawat, 580 penerbang, 2.000 awak kabin, dan penerbangan yang mencapai 2.000 setiap minggunya, maka dalam proses migrasi/transisi dari sistem lama ke sistem baru, masih juga terjadi ketidaksinkronan data/informasi khususnya menyangkut jadwal tugas para awak kabin.
Emir menambahkannya, sementara Garuda melakukan perbaikan, sistem penerbangan yang biasa dilakukan secara otomatis terpaksa dilakukan manual. Akibatnya, pelayanan penerbangan Garuda belum bisa sempurna sampai selesai tanggal 25 November lalu.
Sistem tersebut, kata Emirsyah, sudah saatnya diperbarui. Pasalnya, sistem yang selama ini digunakan Garuda itu terakhir kali diperbarui lebih dari 10 tahun lalu.
Emir menambahkan, pengembangan sistem penerbangan itu dilakukan menggunakan belanja modal perseroan sejak tahun 2007. Biayanya diperkirakan mencapai US$ 1,5 juta.
Emirsyah Satar mengakui, pihaknya menerapkan IOCS, terkait dengan rencananya untuk masuk ke dalam aliansi penerbangan dunia, Global Alliance Sky Team.
Untuk menjadi anggota aliansi, sistem penerbangan Garuda harus terkoneksi dengan sistem seluruh anggota Global Alliance Sky Team. Karenanya, sistem tersebut dipasang mulai 18 November lalu. Sayangnya, sistem pendukung untuk mengantisipasi dalam pemasangan IOCS mengalami penurunan sehingga membuat layanan maskapai pelat merah tersebut jadi terganggu. Namun gangguan ini, menurut Emir, tidak berpengaruh terhadap rencana Garuda masuk ke Global Alliance.
Global Alliance adalah aliansi perusahaan penerbangan di seluruh dunia yang saat ini beranggotakan 13 maskapai seperti KLM, Air France, Korea Airlines, Delta Airlines, Aeroflot, Aero Mexico, Lufthansa dan Chinna Southern.
Kini sepeken setelah insiden 'tiga hari' itu, aktifitas Garuda telah kembali normal. Sepertinya sistem IOCS itu sudah berlangsung mulus sehingga pelanggan kembali menemukan bentuk pelayanan Garuda yang sudah diakui jauh lebih baik, terutama sejak airline kebanggaan Indonesia itu dikomandani oleh Emirsyah Satar.
Semoga penerapan IOCS semakin meningkatkan kinerja Garuda, sehingga ujung-ujungnya dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Bagaimanapun, insiden tiga hari itu, bisa menjadi semacam 'blessing in disguise', yang semakin memacu kualitas pelayanan Garuda di masa depan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment