Monday, November 29, 2010

Mobile Internet : Masih Sebatas OPUD


Sudah sejak beberapa bulan terakhir, teman saya memutuskan untuk tidak melanjutkan aktifitas isi ulang layanan mobile internet milik satu provider GSM. Alasannya klasik, putus nyambung, putus nyambung. Jika dipakai di rumah, kondisinya lebih parah lagi, terutama pada saat hari libur yang benar-benar nggak nyambung. "Meski unlimited, tapi kualitasnya benar-benar payah, tidak sebanding dengan biaya yang harus saya keluarkan, Rp 200 ribu/bulan", katanya sambil bersungut-sungut.

Pengalaman yang teman saya rasakan, mungkin pernah juga menimpa Anda. Tak sedikit yang memutuskan pindah 'ke lain hati'. Iming-iming harga murah, jangkuanan luas, layanan unlimited, dan sederetan jargon iklan lainnya, memang seharusnya membuat kita tidak terpukau. Sebab, mobile internet memiliki karakteristik yang berbeda dengan layanan tradisional yang selama ini sudah lebih dulu akrab, yakni voice dan SMS.

Karena membutuhkan bandwidth besar, layanan mobile broadband mensyaratkan tiga paremater yang wajib dipenuhi oleh setiap operator. Yakni sudah meng-cover sedikitnya 95% penetrasi jaringan 3G, quality of service (PDP success rate 98,5%, data serving through put 80%) dan utilisasi perangkat (Internet dan BlackBerry 80%, PS Core 80% dan Node B/3G 60%).

Alhasil, dengan beragamnya kualitas menyangkut coverage, capacity hingga quality, terdapat tiga katagori mobile broadband, yakni Ready and Good (indeks >75%), Ready But Sufficient (Indeks >50%), dan Not Ready (Indeks <50%).

Kota-kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya, rata-rata sudah tergolong sebagai Ready and Good. Hal ini cukup masuk akal, karena hampir semua operator memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki untuk menggarap pasar yang sudah terbilang siap dengan layanan data. Namun, bukan berarti soal coverage merata, karena banyak juga jaringan operator di kota besar yang masih blank spot, terutama di kawasan perumahan.

Meski memiliki potensi besar, nyatanya operator masih belum agresif dalam menggenjot layanan broadband. Investasi yang mahal, membuat mereka (sementara ini) masih fokus ke layanan tradisional. Meski pertumbuhannya menunjukkan trend stagnan, namun SMS dan voice masih menyumbang sekitar 60% total revenue operator.

Nah, melihat beban investasi dan kondisi dilapangan, bisa dipastikan kualitas jaringan broadband yang ditawarkan operator sangat beragam. Bahkan, jika dikaitkan dengan banyaknya keluhan, dapat dipastikan sebenarnya kualitas broadband di Indonesia sebagian besar masih terbilang "Ready But Sufficient" atau bahkan "Not Ready".

Alhasil, jangankan untuk aplikasi yang berat seperti download gambar atau dokumen, aplikasi yang ringan saja, seperti email atau melongok ke situs jejaring sosial, pelanggan sering mengeluhkan karena lelet. Kalau sudah begini, tak ada istilah lain kecuali OPUD (Over Promes Under Delivery).





No comments: