Monday, December 27, 2010

Lawang Sewu: Lebih Dari Sekedar Wisata Sejarah


Semarang bukan hanya terkenal dengan Gereja Belenduk yang masih berdiri kokoh hingga kini. Namun ada juga Lawang Sewu yangpenuh dengan misteri karena sejarah kelam dimasa lalu.

Seperti halnya Bandung, Surabaya, Medan atau Jakarta (Kota), Semarang terkenal dengan bangunan-bangunan kuno peninggalan Belanda. Kota yang mulai dibangun pada 2 Mei 1547 itu, memiliki banyak bangunan bernilai historis dan arsitektur tinggi, terutama di kawasan cagar budaya Kota Lama, dimana Gereja Blenduk yang dibangun pada 1742 menjadi landmark-nya.

Kawasan Kota Lama sebenarnya merupakan pusat kota Semarang yang asli, dimana tampak berbagai bangunan pemerintahan dan sejumlah bangunan pendukung lain sebagai unsur kawasan pusat kota dengan gaya arsitektur Belanda. Gedung dan prasana pendukung itu, mulai dibangun semenjak Semarang-Kaligawe diserahkan ke Belanda pada 15 Januari 1679 oleh Amangkurat II sebagai pembayaran atas keberhasilan Belanda menumpas pemberontakan Trunojoyo.

Jika kita susuri, sebagian besar kompleks kota asli Semarang , jejaknya dimulai dari Pelabuhan Semarang, Jembatan Berok, Gereja Blenduk, Kompleks Stasiun Tawang hingga Lawang Sewu.

Menariknya, jika gedung-gedung lain sekedar menawarkan nuasa kuno dan romansa sejarah kolonial, hal itu tidak berlaku buat lawang Sewu. Apa pasal? Berdiri kokoh dan tepat di kawasan Tugu Muda pusat Kota Semarang, pengunjung disuguhi pesona lain, yakni unsur magis sekaligus angker yang membuat puluhan paranormal dari berbagai penjuru tanah air, sempat menjadikan Lawang Sewu sebagai ladang perburuan hantu. Saking banyaknya korban yang dibantai pada waktu itu, Lawang Sewu kini juga mendapat julukan sebagai kawasan wisata horor. Menegangkan sekaligus mengasyikkan.

Hal tersebut bisa dimaklumi, karena pada masa peperangan dulu, yang melibatkan Angkatan Muda Kereta Api (pemuda-pemuda Semarang) melawan bala tentara Kido Buati Jepang, gedung Lawang Sewu menjadi ajang penyiksaan dan pembantaian. Tidak jelas berapa nyawa telah melayang, tapi jumlahnya bisa dipastikan mencapai ribuan.

Dari catatan sejarah, Lawang Sewu yang selalu dipadati wisatawan pada musim liburan, dibangun pertama kali pada tahun 1903 dan diresmikan pengunaannya pada 1 Juli 1907.

Pemerintah Kota Semarang telah memasukkan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah yang wajib dilindungi. Sesuai kaidah arsitektur morfologi bangunan sudut, Lawang Sewu yang cantik memiliki menara kembar model ghotic yang terletak di sisi kanan dan kiri pintu gerbang utama. Model bangunan gedung yang memanjang ke belakang makin mengesankan kekokohan, kebesaran, dan keindahan.

Dengan status sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi, PT KA sebagai pemilik Lawang Sewu, saat ini tengah merenovasi bangunan bersejarah itu untuk disiapkan menjadi galeri industri kreatif di Kota Semarang.

Wisata Horor
Dengan segala keunikan dan kebesarannya, siapapun tak menyanggah jika Lawang Sewu berpotensi untuk menarik wisatawan lokal maupun manca negara. Saat saya mendatangi Lawang Sewu belum lama ini, belasan wisatawan sudah mengantri meskipun proses rehabilitasi belum tuntas dilakukan.

Untuk mengenang romansa masa lalu, turis tak perlu repot membayangkan sendiri, karena sudah tersedia tour guide yang akan menemani pengunjung, sekaligus menerangkan seluk beluk gedung yang dahulu digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api Belanda, Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS).

Saat memasuki gedung dua lantai ini, pesona kemegahan sudah terasa. Salah satu ciri yang kuat dari bangunan art deco ini adalah banyaknya pintu di berbagai sisi. Saking banyaknya, tak banyak pengunjung yang hapal berapa jumlah sebenarnya. Sebab itu tak salah jika masyarakat setempat menjulukinya sebagai pintu atau ‘lawang’ dalam bahasa Jawa, sedang ’sewu’ artinya seribu, sebagai arti kiasan dari jumlah pintunya banyak sekali. Sisi lain yang tak kalah menarik adalah kekokohan bangunan, baik dinding maupun atap yang mampu menahan serangan meriam.

Penjara Bawah Tanah
Tak salah jika keberadaan penjara bawah tanah, semakin memperkuat citra seram Lawang Sewu. Pengunjung yang ‘bersedia’ melongoknya dipastikan bergidik membayangkan kekejaman tentara Jepang. Dulunya tempat itu merupakan tempat penampungan air oleh tentara Belanda. Namun tentara Jepang menjadikannya tempat penyiksaan. Tempat itu sendiri baru diketahui setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia yaitu sekitar tahun 1945. Berbagai tempat penyiksaan dan penjara dapat disaksikan, diantaranya :

Penjara Berdiri
Tahanan (yang pastinya orang indonesia) dimasukan kedalam ruangan kurang lebihberukuran lebar 1×1 meter sebanyak 6 orang. Mereka lalu di beri air selutut kemudian di kurung berdiri. Dengan ukuran sesempit itu maka tidak mungkin jongkok, seandainya jongkok pun mereka akan terlelap air. Mereka akan dikurung sampai meninggal.

Penjara jongkok
Tahanan harus duduk jongkok di ruangan kurang lebih selebar 1,5 m dan setinggi 1 m sebanyak 7- 8 orang dan juga dikurung sampai meninggal.

Tempat pemasungan kepala
Tahanan yang membandel, akan dilakukan pemasungan kepala, didalam sebuah bak. Saat itu saya masih melihat alat pasungnya yg sudah berkarat. Setelah di pasung kemudian badan dan kepala secara diam-diam di tenggelamkan ke sungai dengan jalan bawah tanah.

Perantai Badan
Tempat merantai badan, kemudian mereka disiksa, baik di cambuk disundut rokok, atau cara-cara menyedihkan lainnya.