Sunday, October 24, 2010

‘Total Football’ Ala Telkomsel


100 juta pelanggan, 25 broadband city, 30 juta pelanggan data dan 15% revenue berbasis data, adalah empat target utama yang dicanangkan Telkomsel pada tahun ini. Meski kompetisi memperebutkan pelanggan semakin ketat, tak ada pilihan lain bagi operator terbesar di Indonesia ini untuk terus menerapkan strategi bertumbuh di medan pertempuran yang semakin sengit, sembari memantapkan landasan cash cow di masa depan.

Untuk mencapai target tersebut, Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno kerap mewanti-wanti para karyawan Telkomsel agar tidak berpikir dan bertindak business as usual. Sebaliknya, ia percaya pada konsep changing within continuity untuk mengimbangi situasi perekonomian yang kerap kali berubah. “Perubahan dalam kontinuitas adalah sikap terbaik yang harus dilaksanakan bersama di seluruh lini organisasi Telkomsel, untuk mewujudkan bisnis Telkomsel yang berkelanjutan,” katanya dalam satu kesempatan.

Seperti kita ketahui, industi selular kini tengah berada dipersimpangan. Transisi dari generasi 2G dan 2,5 G(GPRS dan EDGE) ke 3G, HSPA+ dan selanjutnya generasi ke-4 yang dikenal sebagai LTE (Long Term Evolution), memberikan implikasi yang sangat luas terutama dari sisi revenue.

Kerasnya persaingan yang sudah menjurus pada akuisisi terutama di inner area, menyebabkan basic service, yakni SMS dan voice telah menjadi komoditas yang cenderung menjadi barang gratisan. Memang, untuk menjaring pelanggan baru. operator marjinal seperti Tri (HTCP), Axis (NTS), Fren (Mobile Eight) dan Smart (Sinar Mas), sepertinya tak ada pilihan lain kecuali menjadikan harga murah dan bonus berlimpah sebagai senjata untuk menjaring pelanggan baru.

Kondisi itu pada akhirnya memaksa operator di second layer, yakni Fleksi (Telkom 15 juta pelanggan) dan Esia (Bakrie Telecom, 13,3 juta pelanggan) dan operator tiga besar Telkomsel (94 juta pelanggan), XL Axiata (35 juta pelanggan) dan Indosat (32 juta pelanggan), juga berlaku sama. Lima operator itu pun pada akhirnya terpaksa menggunakan jurus yang nyaris serupa. Jadi, dengan kata lain, perang tarif jilid 2 sebenarnya kembali berkecamuk namun dengan embel-embel data sebagai amunisi baru. Hal itu juga sejalan dengan euphoria pelanggan mengakses internet secara mobile, terutama jejaring sosial.

Namun dampaknya dapat ditebak. Dengan harga murah, otomatis pendapatan ARPU dari voice dan SMS semakin terjun bebas. Kini rata-rata ARPU dari basic service berada di kisaran Rp 20 – Rp 30 ribu. Bandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, yang masih bisa bertengger di kisaran Rp Rp 75 – Rp 100 ribu.

Disisi lain, revenue berbasis data, pelan tapi pasti mulai memberikan harapan bagi operator. Beragam layanan broadband, mampu memberikan revenue rata-rata Rp 100 – Rp 200 ribu per pelanggan. Operator pantas bergembira dengan tren pengguna mobile broadband yang semakin meningkat. Saat ini diperkirakan terdapat 30 – 40 juta pengguna mobile internet di Indonesia, namun mereka yang berlangganan masih dibawah 10 juta pengguna. Jadi, meski 60% revenue masih didominasi oleh basic service yang cenderung stagnan, operator sudah merintis ‘jalur baru’, yakni mobile broadband yang diyakini akan ‘happening’ dalam kurun lima tahun lagi.

Simpati Freedom dan Blackberry Torch
Nah, melihat tren tersebut, dapat dipahami jika strategi yang ditempuh Telkomsel semakin all-out. Operator yang sebagian besarnya sahamnya dikuasai oleh PT Telkom ini, tak ingin market share-nya terus tergerus oleh pemain lain. Strategi produk dengan fitur berlimpah, kualitas handal, namun harga terjangkau baik untuk basic service maupun data, tercermin dari dua produk andalan, yakni Simpati Freedom dan Blackberry Torch.

Dengan kartu perdana seharga RP 5.000, pelanggan Simpati Freedom memperoleh gratis 100 SMS ke semua operator tanpa batas waktu, gratis 1 MB internetan dan chat tanpa batas waktu. Untuk menikmati layanan ini, pelanggan Telkomsel cukup mengirim kode akses *999#. Di situ, pelanggan dapat memilih satu dari tiga paket yang disediakan sesuai kebutuhan. Paket Internet Tanpa Batas untuk yang suka internetan, gratis fitur terlengkap untuk chatting dan browsing dengan tarif murah Rp 0,1 per kilobyte. Gratis 10 MB per hari dan Zero Facebook.

Kemudian Paket Seharian Tanpa Batas. Di paket ini, pelanggan mendapatkan Talkmania selama 300 menit, gratis 100 menit menelpon dari isi ulang dan bicara sepanjang malam. Sedangkan Paket Semaleman Tanpa Batas memberikan gratis bicara sepanjang malam dan gratis 100 menit dari layanan Malam Mania. Pilihan paket tanpa batas ini semakin memperluas segmen pengguna Simpati mulai dari orang kantoran hingga anak muda.

Dengan re-packaging tersebut, hasilnya pun spektakuler. Sejak diluncurkan sekitar dua bulan lalu, jumlah pelanggan Simpati Freedom hingga saat ini sudah mencapai 4 juta.

Sementara untuk mendongkrak pengguna Blackberry, Telkomsel baru-baru ini meluncurkan varian teranyar yakni Torch sekaligus pengenaan tarif unlimited baru yang semakin terjangkau. Tingginya minat penggunaan Blackberry dan persaingan tarif yang ditawarkan masing-masing operator, memang membuat Telkomsel harus mengikuti arah baru 'permainan'.

Sebelumnya tarif unlimited bulanan Telkomsel Rp150.000. Tak tanggung-tanggung dipangkas hingga Rp 90.000. Bahkan bagi pelanggan baru, Telkomsel hanya membebankan hanya Rp70.000 di bulan pertama. Bulan selanjutnya, keseluruhan akan dikenakan biaya Rp99.000 per bulan.

VP Channel Management Telkomsel Gideon Purnomo, mengklaim saat ini pelanggan Blackberry Telkomsel telah menguasai 35 persen pangsa pasar, dengan pertumbuhan sebanyak 100 persen dibandingkan akhir 2009 lalu. Artinya, terdapat sekira 700.000 pelanggan Blackberry yang menggunakan jaringan Telkomsel.

Dengan tarif yang terjangkau, Telkomsel menargetkan bisa menutup tahun 2010 dengan pencapaian 1,2 juta pelanggan BlackBerry. Handset anyar Torch yang dibanderol Rp 6,5 juta itu memang menjadi andalan pamungkas dan dapat diserap pasar sedikitnya 30 ribu unit.

Ssaat ini, tambah Gideon, Telkomsel telah membukukan 700 ribu pelanggan BlackBerry. 690 ribu di antaranya berlangganan BlackBerry Internet Service (BIS). Sisanya, 10 ribu, pelanggan korporat BlackBerry Enterprise Server (BES).

Jadi, merujuk pada kelebihan yang ditawarkan Simpatif Freedom dan tarif baru Blackberry, kita bisa mengibaratkannya, operator yang telah berusia 15 tahun itu sudah tidak tanggung-tanggung lagi dalam menerapkan strategi total football. Dengan gaya ini, tak ada lagi istilah bertahan (cattenacio). “Dalam iklim kompetisi yang semakin keras, memang strategi menyerang adalah pilihan paling tepat”, ujar Sarwoto.

Ia mengakui bahwa strategi harga murah dapat berdampak terhadap masa depan operator lain, terutama operator kecil dibawah 10 juta pelanggan. Namun, menurutnya Telkomsel pun tak ingin dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, sebagai akibat dari strategi yang diterapkan oleh operator lain, yang bisa merusak pasar sekaligus mengancam posisinya sebagai nomor satu.

Sarwoto merujuk penerapan SMS antar operator yang sempat menjadi polemik. Karena harus comply dengan aturan yang diterapkan oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), Telkomsel terlambat merespon kecenderungan pasar sehingga berdampak terhadap perolehan market share. Jika pada akhir 2009, pangsa pasar Telkomsel masih diatas 50%, kini berkisar 47%. Penerapan SMS antar operator dituding menjadi salah satu dari penurunan market share itu.

Kini, dengan waktu tersisa tinggal 2 bulan lagi, masih ada kesempatan bagi Telkomsel untuk win back, terutama untuk mencapai jumlah 100 juta pelanggan pada akhir 2010. Dengan segenap ototnya, banyak pihak meyakini target ambisius itu dapat tercapai. Jadi, bagi operator lain, siap-siap saja dengan dengan total football ala Telkomsel!

No comments: