Friday, October 29, 2010

Hasnul Suhaimi dan Blognya


Selalu ada yang menarik bila membahas seorang Hasnul Suhaimi. Gebrakan CEO XL Axiata ini, memang membuat banyak pihak terkagum-kagum, bahkan oleh para pesaingnya sekalipun.

Bayangkan saja, hengkang dari Indosat pada 2005 (karena merasa cuma dijadikan boneka meski posisinya sebagai marketing director), membuat pria asal Bukit Tinggi ini tidak kecil hati. Justru talentanya yang sedemikian besar, dimanfaatkan oleh TM Company, grup perusahaan Telekomunikasi asal Malaysia. Hasilnya, hanya dalam tempo empat tahun, XL yang sebagian besar sahamnya kini dikuasai oleh Axiata Berhard, mampu menyalip Indosat di posisi kedua.

Tak puas dengan posisi kedua, Hasnul yang didukung penuh oleh para pemegang saham, kini membidik Telkomsel di posisi nomor satu. Memang perlu waktu dan sumber daya yang luar biasa untuk menggeser Telkomsel, sebab dari sisi customer base, Telkomsel kini tiga kali lipatnya XL. Namun tak ada yang tak mungkin, dukungan top manajemen, manajamen support yang tangguh dan SDM yang handal, membuat Hasnul optimis pihaknya dapat membalikkan posisi satu saat nanti.

Memang selain kehandalannya memimpin XL, ada sisi lain yang membedakan Hasnul dengan para CEO top lainnya. Hal itu menyangkut keakrabannya membangun aktualisasi diri lewat blog. Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan XL Axiata, Hasnul kerap menurunkan pokok pikiran dan pandangannya di dalam blog. Baik tentang manajemen dan motivasi, produk dan service XL, hingga CSR. Anda pun bisa mengunjunginya di hasnulsuhaimi.com.

Kurang Peduli
Apa yang dilakukan Hasnul adalah bagian dari fenomena netizen society khususnya social media. Selain jejaring sosial, blog adalah sarana efektif untuk melakukan aktualisasi diri, promosi bahkan advokasi. Hasnul tampkanya juga menyadari bahwa masa depan industri telko ada pada broadband yang erat dengan aktifitas mobile internet, sehingga ia pun merasa terjun ke dunia yang sama sehingga tercipta engagement.

Langkah Hasnul dengan blognya memang perlu ditiru oleh para CEO lain. Pasalnya, merujuk hasil riset yang dirilis firma public relations global Weber Shandwick terungkap bahwa mayoritas CEO (64%) dari perusahaan besar dunia tidak menggunakan social media. Artinya, para pemimpin tersebut tidak terlibat secara online dengan pemegang kepentingan (stakeholder) eksternal. Padahal, “ Social media sangat berpotensi sebagai alat yang mendukung komunikasi langsung,” “ ungkap Chris Perry, Presiden Weber Shandwick Digital Communications.

Ditambah lagi dengan jumlah pengguna internet sebesar 1.96 miliar di seluruh dunia, hal tersebut semakin menguatkan argumen Weber Shandwick bahwa para CEO seharusnya berada diantara masyarakat yang menonton, membaca, berbicara dan mendengar di internet.

Berbagai temuan tersebut sejatinya diungkapkan dalam survei Weber Shandwick bertitel, “Socializing Your CEO: From (Un)Social to Social.” Survei tersebut mengamati aktifitas komunikasi publik yang dilakukan oleh 60 pemimpin perusahaan dari 50 perusahaan besar dunia. Rinciannya, 20 perusahaan di Amerika Serikat, 27 di Eropa, 9 di Asia Pasifik, dan 4 di Amerika Latin. Sekadar catatan, beberapa perusahaan memiliki beberapa CEO di tahun 2009.

Survei tersebut juga mengungkapkan sembilan dari 10 CEO dari 50 perusahaan (93 %) melakukan komunikasi eksternal melalui metode tradisional: 93 % diantaranya dikutip pada publikasi global dan bisnis serta 40 % diantaranya berpartisipasi dalam kaitannya melalui keterlibatan eksternal, non-investor dan audiens.

Adapun saat ini kebanyakan kehadiran CEO di dunia online hanya sebatas yang terdapat dalam Wikipedia, sebuah ensiklopedia online dimana CEO dan timnya tidak bertanggung jawab terhadap publikasinya.

“Analisis kami mengenai CEO yang menjabat di seluruh dunia mengatakan bahwa media tradisional masih bertahan sebagai saluran komunikasi eksternal. Hal yang sudah berubah adalah bagaimana CEO secara perlahan memadukan komunikasi tradisional dengan jaringan sosial dan saluran dimana mereka dapat menjaring lebih banyak stakeholder,” kata Leslie Gaines-Ross, kepala strategi reputasi Weber Shandwick dan ahli reputasi online.

Menurut Gaines-Ross terdapat banyak ‘alasan’ para CEO enggan eksis di social media. Beberapa contohnya adalah, pertama waktu yang ada lebih baik diluangkan kepada pelanggan dan pegawai. Kedua, reputasi mereka yang sepanjang waktu berada pada level terendah di kalangan masyarakat umum, ketiga, laba atas investasi yang belum tercatat, keempat lantaran konsultan hukum yang cenderung berhati-hati terhadap hal apapun yang berbau ’selebriti CEO’.

Meski demikian, Weber Shandwick memberikan tips“Six Rules of The Road” (“Enam Peta Jalan”) bagi CEO agar semakin ‘eksis’ di dunia social media. Caranya pertama, kenali praktik online terbaik dari pergaulan CEO terutama yang terbaik di kelasnya. Kemudian, bentuk dan kembangkan sesuai zona nyaman CEO bersangkutan. Kedua, mulailah dengan hal-hal dasar seperti video atau foto. Coba pilah dan kumpulkan pesan CEO sesuai masing-masing tujuan online.

Ketiga, simulasikan partisipasi social media dari CEO bersangkutan. Pelajari feedbacknya sebelum mensosialisasikan diri. Mulailah komunikasi online secara internal, walau melalui komunikasi internal, semua pesan dapat menyebar ke luar dengan mudah. Keempat, putuskan secara tegas waktu yang dapat diberikan oleh seorang CEO dalam bersosialisasi. Waktu dapat bervariasi mulai sekali dalam seminggu sampai sekali dalam sebulan atau sekali dalam seperempat bulan atau lebih sering. Jadikan diri CEO itu sendiri sebagai penentu waktu. Kelima, susunlah narasi yang mampu mengundang perhatian audiens yang berkaitan dengan reputasi perusahaan. Dan terakhir, sadarilah bahwa kebutuhan sosialisasi menjadi bagian penting dari program manajemen reputasi perusahaan. Aturlah reputasi sosial CEO bersangkutan maupun reputasi perusahaan anda.

Dengan keenam langkah tersebut diyakini akan lebih banyak lagi CEO yang eksis di social media. “ Kurang lebih 4 dari 10 social CEO (CEO yang aktif di social media) dalam analisis Weber Shandwick dapat dikatakan sebagai perintis saat ini, tetapi dalam waktu singkat, akan banyak pemimpin yang menggambarkan perusahaan sebagai transparan, mudah diakses dan terpercaya. Sosial CEO akan menjadi umum suatu hari nanti,” ujar Gaines-Ross.

No comments: