Tuesday, July 21, 2009
Camcoder Semakin Diminati
Dari sisi populasi, pengguna ponsel jelas merupakan yang terbesar. Meski begitu, demam gadget lainnya juga tidak kalah banyaknya. Lihat saja camcorder, pertumbuhannya juga semakin meningkat setiap tahunnya. Data yang dilansir EMC (Electronic Marketer Club) menyebutkan bahwa hingga akhir 2008, penjualan camcorder menembus 100.000 unit.
Trend yang semakin meningkat tentu saja membuat para pelaku di bisnis ini sumringah. Edukasi yang konsisten kepada masyarakat, terutama dalam lima tahun terakhir, tampaknya mulai menuai hasil yang signifikan. Para pemain di bisnis ini pun tetap optimis, pasar tetap bertumbuh meski kondisi perekonomian Indonesia didihadang limpasan krisis ekonomi global.
Seperti yang diungkapkan oleh Monica Aryasetiawan, Senior Marketing Manager PT Datascrip-distributor camcorder Canon. ”Pasar camcoder cenderung semakin meningkat. Pemain lama memang masih mendominasi, namun tetapi merek-merek baru kini sudah mulai bermunculan dengan harga yang terjangkau”, ujarnya. Monica memang betul. Belakangan, selain Korea, merek-merek asal Taiwan dan China juga semakin merambah pasar camcorder di tanah air.
Chinavision misalnya merilis berbagai varian camcoder dengan label HDMI. Harganya terbilang murah, antara Rp 1,5 – Rp 2 juta. Sementara dua merek lain asal Taiwan yang sudah lebih dulu populer di pasar lokal adalah Creative dan Genius dengan bandrol yang tidak mahal. Harga yang super miring dibandingkan dengan camcorder buatan Jepang memang menjadi daya tarik utama dari camcorder-camcorder ini.
Harga yang terjangkau memang berperan besar dalam mendongrak popularitas camcoder. Meski begitu,bagi sebagian konsumen keputusan membeli tentu tidak semata-mata didasari oleh faktor harga yang murah. Apalagi produk seperti camcorder yang memerlukan pengetahuan tambahan agar konsumen dapat memaksimalkan fitur-fitur yang tersedia, sehingga masih diperlukan supporting dari retailer atau distributor pasca pembelian.
Itu sebabnya, sejauh ini merek-merek yang sudah lebih dulu eksis, seperti Sony, JVC, Canon atau Panasonic, tetap menjadi brand yang paling dicari oleh konsumen. Sony misalnya, diperkirakan masih memegang market share lebih dari 50%, terutama untuk produk-produk yang menyasar segmen mid to high end yang selama ini memang menjadi target pasar mereka. Sony dengan brand handycam yang kerap menjadi gernerik, bahkan tidak terpancing menurunkan harga agar bisa kompetitif dengan kompetitor.
Strategi yang sama juga dilakukan oleh JVC yang terkenal dengan varian Everio yang merupakan camcorder pertama di dunia yang berbasis HD (high definition). Marketing Manager PT JVC Indonesia Denny Santosa, menyebutkan bahwa karakteristik pelanggan camcorder di segmen menengah atas, cenderung lebih menempatkan kualitas dan jaminan purna jual, dalam memutuskan pembelian. Karenanya JVC belakangan lebih gencar memperkenalkan produk dengan fitur HDD (Hard Disk Drive) dan High Definition (HD).
Strategi berbeda justru dilakukan oleh Canon. Sejak diageni oleh PT Datascrip yang kampiun dalam urusan pemasaran consumer product dan business solution, camcorder merek Canon belakangan semakin agresif menyerbu pasar. Menurut Monica Aryasetiawan, pada 2008, pihaknya mampu menjual camcorder Canon sebanyak 9.000 unit.
Peluncuran beberapa tipe terbaru mulai dari kelas mini DV, DVD, bahkan di segmen high defenition dan pro DV, dibarengi langkah promosi yang tepat serta harga yang kompetitif, tampaknya cukup ampuh mendorong penetrasi camcorder Canon. Memasuki 2009, Monica tetap optimis Canon dapat memperluas market share,. Meski begitu pihaknya akan tetap berhati-hati karena kondisi ekonomi yang diprediksi menyurut tentu akan berdampak terhadap pasar camcorder.
Penetrasi camcorder di Indonesia memang masih terbilang rendah, baru sekitar 20%-30% dari potensi pasar yang ada. Itu sebabnya ceruk pasar yang semakin menjanjikan ini dimanfaatkan oleh para pabrikan untuk menggelontorkan produknya melalui berbagai varian, dari low end untuk kelas pemula hingga high end bagi kelompok yang sudah expert.
Bila dahulu orang memilih camcorder semata-mata hanya berdasarkan harganya, karena fitur dan peruntukannya relatif sama, maka kini tak bisa lagi demikian. Ragam camcorder kini semakin banyak, yang antara lain bisa dibedakan berdasarkan media penyimpanannya (MiniDV, DVD, Hard Drive, dan Flash Memory) atau berdasarkan kebutuhan (tahan air, ukuran mungil dan ringan, mampu merekam dalam durasi yang lama, kualitas hasil yang diharapkan dll).
Dipicu oleh berbagai faktor seperti kemudahan serta konektifitas dengan device lain, seperti HDTV atau desktop komputer, saat ini terdapat kecenderungan bahwa konsumen mulai beralih ke segmen camcorder yang mengusung fitur lebih canggih, terutama dari sisi media penyimpanan. Model analog seperti MiniDV dengan media penyimpanan konvensional berupa tape, pelan namun pasti akan bergeser ke model digital seperti DVD, Hard Disk Drive (HDD) atau Flash Memory.
Menurut data dari lembaga riset GFK, pasar di Indonesia masih didominasi camcorder dengan media penyimpanan miniDV, yaitu sebesar 50%. Sedangkan sisanya 50% dikuasai oleh camcorder berbasis media penyimpan DVD. Para pelaku di bisnis ini memperkirakan pada 2009 diperkirakan pasar camcorder dengan media penyimpan DVD akan semakin berkembang dan akan menggerus porsi pasar miniDV. Keinginan pengguna untuk mendapatkan kemudahan dalam proses penyimpanan akhir, semakin mendorong peralihan konsumen dari analog ke digital terutama camcorder dengan format DVD. Sementara camcorder dengan flash memory dan HDD yang memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dua format sebelumnya, diperkirakan juga akan semakin berkembang pada tahun-tahun mendatang. Kita tunggu saja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment