Wednesday, October 21, 2009

Harga Daging Sapi Impor Lebih Murah, Kok Bisa?


Mungkin Anda pernah mendengar kabar bahwa harga daging sapi impor kini lebih murah ketimbang harga daging sapi lokal. Memang isu itu bukan isapan jempol semata. Di banyak pasar tradisional di Jakarta, daging sapi impor dapat ditebus cukup dengan harga Rp 27.000 - Rp 33.000 per kg. Bandingkan dengan harga sapi lokal yang rata-rata mencapai Rp 40.000 – Rp 50.000 per kg. Umumnya daging sapi impor dijual dalam kardus yang berkapasitas sekitar 20 kg daging.

Memang tidak ada jaminan kualitas untuk daging impor. Namun dengan harga yang super miring, pengusaha restoran atau pedagang biasanya tidak banyak pertimbangan dalam memutuskan pembelian. Seorang penjual daging sapi impor di pasar Kebayoran Lama, sebut saja Iming, mengungkapkan bahwa sejak menjual daging sapi impor yang lebih murah omzetnya semakin bertambah.

Tentu saja, penjualan daging impor yang ia lakukan sejauh ini masih secara sembunyi-sembunyi. Ciri daging sapi impor adalah warnanya tidak lagi merah dan umumnya dingin karena telah dibekukan. Menurut Iming, penjualan daging impor mulai marak sejak krisis moneter tahun 1998. Beberapa pelanggannya beralih ke pembelian daging impor. Namun, ia juga tetap menjual daging segar yang dipasok dari Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Bagaimana bisa harga daging sapi lokal lebih mahal ketimbang daging impor? Inilah pertanyaan yang tidak pernah bisa dijawab tuntas. Padahal, harga daging sapi impor seharusnya tidak lebih murah dibandingkan dengan harga daging sapi lokal. Hal ini mengingat pengolahan dan pengemasan daging sapi impor umumnya melalui proses pemeriksaan dan pengemasan yang ketat dan teruji, seperti pemeriksaan melalui proses karantina, dan izin penjualan.

Selain itu, harga beli daging impor disesuaikan dengan kurs mata uang negara pengekspor. Apalagi tarif retribusi daging sapi impor tergolong lebih mahal. Penjualan daging sapi impor dikenai retribusi Rp 100-Rp 200 per kg, sedangkan retribusi daging sapi lokal Rp 22.500 per ekor. Jadi kalau lebih murah, perlu dicurigai daging itu mungkin sudah kedaluwarsa atau sisa dagangan yang tidak laku dari pasar modern.

Impor Kebablasan

Ruwet! Memang hanya itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan peliknya persoalan yang menggayut industri peternakan nasional. Dan persoalan importasi memang menjadi pangkal dari segala persoalan itu. Kebijakan impor yang seharusnya menjadi pelengkap untuk memenuhi konsumsi daging masyarakat, dinilai justru kontradiktif dengan keinginan para pelaku usaha yang mendambakan Indonesia dapat berswasembada daging mulai 2010.

Belum lagi persoalan harga daging sapi impor tuntas, kini para pelaku usaha peternakan semakin meradang. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang belum lama ini telah disahkan oleh DPR, pemerintah secara resmi telah membuka izin impor daging sapi dari Irlandia, setelah sebelumnya mengizinkan impor daging sapi dari Brazil.

Dengan adanya dua izin baru itu, maka tercatat ada enam negara yang boleh memasukkan daging sapi ke Indonesia. Mereka adalah Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada.

Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veterinary Departemen Pertanian (Deptan) Turni Rusli Syamsudin mengatakan, izin impor dari dua negara tersebut hanya diberikan untuk daging tanpa tulang bukan jeroan dan karkas. ”Pembukaan keran impor dari kedua negara itu, juga diharapkan bakal memberikan alternatif pasokan daging impor serta meningkatkan kualitas”, ujarnya. Selama ini, impor daging sapi didominasi oleh Australia dengan porsi 60%, dan Selandia Baru dengan porsi 30% dari total impor 70.000 ton per tahun.

Sebelum mengeluarkan izin importasi daging sapi itu, pemerintah melalui Departemen Pertanian telah melakukan analisis risiko terhadap rumah potong hewan, khususnya sapi di Irlandia. Dalam analisanya, Tim Analisis Risiko Indonesia (TARI) melihat sistem keamanan pangan yang bersangkutan, mulai dari pelaksanaan peraturan kesehatan hingga fasilitas laboratorium dan pemeriksaan kesehatan hewan. “Dari hasil analisa itu, maka pemerintah memutuskan untuk membuka impor,” kata Turni.

Hanya saja Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Teguh Budiana mengkhawatirkan dibukanya pasar impor daging dari kedua negara tersebut bakal mematikan petani dan peternak lokal. “Akan terjadi gempuran produk daging sehingga harga akan turun dan tidak akan merangsang petani untuk beternak lagi,” kata Teguh.

Menurut Teguh, pembukaan izin itu sangat kontradiktif dengan keinginan dan sasaran pembangunan pemerintahan SBY-Boediono untuk berswasembada daging sapi pada tahun 2010. Di satu sisi, pemerintah membuka impor daging secara besar-besaran. Tapi, di sisi lain, mereka juga berkeinginan mengembangkan peternakan dan pemenuhan daging domestik. “Pemerintah jangan berpikir pragmatis, namun harus jangka panjang,” katanya.

5 comments:

ipan said...

kenapa daging lokal lebih tinggi harganya? ingat hukum pasar supply and demand, sapi lokal sekarang emang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. supply yang kurang otomatis menimbulkan harga tinggi, selain itu yang paling berpengaruh adalah biaya produksi (biaya pakan) sapi potong yang biasanya memanfaatkan limbah industri pertanian dari waktu ke waktu juga naik.
program pemerintahan SBY tentang "Swasembada Daging", dari judul programnya saja sudah menunjukkan ketidak seriusan dan ketidak beranian mengambil resiko gagal program (ambil jalan aman).
kenapa??
itu karakter pemerintah kita sekarang mas...
kasarnya begini mas, untuk memenuhi kekurangan kebutuhan daging dari tahun ketahun mulai tahun ini, 2010 saja bisa. tinggal menghentikan import daging dan diganti import sapi sebanyak-banyaknya, dipotong di Indonesia dagingnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat. dah tercapailah swasembada daging. sangat instan dan cepat bukan???
itu bisa terjadi jika pemerintah mentok..
kenapa tidak buat program "Swasembada Sapi"???
kenapa pemerintah tidak membuat program yang serius dan berkelanjutan untuk mengembangkan sapi lokal yang sangat potensial??
yang saya utarakan diatas, sudah terlihat tanda-tanda / kecederungan mengarah kesana. kita lihat Program SMD (Sarjana Membangun Desa) dua tahun ini dan Program KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), pemerintah mewajibkan sapi BX (sapi Brahman Cross Australia)/sapi import sebagai ternak yang diberikan dan dikembangkan kepada peternak rakyat tanpa mempertimbangkan faktor tehnis dan faktor ekonomi yang dikandungnya.
faktor teknis:
- bukan sekali ini program pembibitan sapi potong menggunakan sapi BX dan ternyata bermasalah dengan reproduksinya.
- produksifitas kurang baik, bagaimanapun sapi sub-tropis dan langsung dipindah ke tropis akan mempengaruhi produktifitas dan reproduksinya.
- sapi BX adalah sapi final stock/commercial bukan merupakan sapi yang diperuntukkan untuk dikembang biakkan. otomatis bukan merupakan sapi berkualitas baik.

faktor ekonomis:
- harga beli kurang sesuai dengan harga jualnya nanti.
- sapi BX membutuhkan biaya pakan yang lebih banyak bila dibanding sapi lokal untuk dapat berproduksi dan berreproduksi. dan apakah peternak kita yang kebanyakan "wong cilik" mampu membiayainya??
- import = uang berputar di atas (sekelas importir dan australia) yang lebih banyak mengambil keuntungan dari usaha tersebut, bukan membiarkan uang berputar ditingkat bawah dan bisnis peternak kecil lebih bisa berkembang.

Mungkin faktor-faktor seperti ini dilupakan pemerintah dan DPR "si wakil rakyat".
benar yang anda katakan ini sangat dapat menimbulkan efek jera berternak sapi karena iklim bisnis yang tidak sehat tersebut.
memang import sapi dapat sangat cepat meningkatkan populasi sapi di Indonesia. akan tetapi melupakan peternak kecil yang dilimpahi sapi BX, sudah susah payah memberi pakan dan memelihara sapi malah rugi... ini juga menimbulkan efek jera mas.. naaah lama-lama siapa yang mau berternak sapi????
Melihat apa yang terjadi saat ini kok kesannya pemerintah ingin instantnya saja dan asal program tercapai dan melupakan proses yang seharusnya dijalani..

terimakasih dan mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kesalahan kata-kata dan pemahaman saya..

Endik 99 IPS-5 said...

Setuju bung ipan, seharusnya pemerintah konsekuwen dengan programnya. Namanya juga swasembada berarti program tersebut harus menggali potensi dengan menggunakan kekuatan sendiri bukan dengan impor. Kalau caranya dengan impor bukan swasembada namanya karena itu hasil ternak negara lain bukan murni hasil ternak dalam negeri. Ganti saja istilah Swasembada Daging dengan Impor Daging. Jadi ndak perlu melakukan program bantuan pembibitan sapi potong ke masyrakat kalau ternyata hasil dari program pembibitan tersebut tidak laku dijual alias (harganya anjlok)dipasaran dalam negeri. Dari program khan sudah jelas swasembada pastinya melibatkan masyrakat dalam negeri sebagai mesin guna meraih swasembada daging 2010. Kalau caranya dengan impoir bukan swasembada namanya.

Unknown said...

telah hadir daging sapi impor murah, kunjung kami di daging sapi impor
kami berikan harga yang istimewa

Unknown said...

Terimkasih atas informasinya, kami selaku mitra usaha peternak, koperasi atau perusahaan bersedia membantu dalam penyediaan milkcan dan ember perah susu stainless dan alumunium dengan berbagai type dan ukuran, untuk lebih jelasnya silahkan kunjungi Koleksi Milkcan stainless

Unknown said...

Halo,
Apakah Anda secara finansial turun? mendapatkan pinjaman sekarang dan bisnis Anda menghidupkan kembali, Kami adalah pemberi pinjaman dapat diandalkan dan kami memulai program pinjaman ini untuk memberantas kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi yang kurang istimewa untuk memungkinkan mereka membangun sendiri dan menghidupkan kembali bisnis mereka. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami melalui email: (gloryloanfirm@gmail.com). mengisi formulir Informasi Debitur berikut:

Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

silahkan mengajukan permohonan perusahaan yang sah.