Thursday, October 8, 2009
Akankah Kodak Tinggal Menjadi Legenda?
Era digital juga memaksa Kodak untuk tetap survive. Vendor asal negeri Paman Sam itu, kini harus berjuang keras untuk membalikkan bandul keberuntungan. Kodak bahkan rela memangkas hingga 25 ribu pekerja di seluruh dunia. CEO Eastmen Kodak Antonio Perez, mengungkapkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya kini tengah mengalami masa-masa sulit. ”The worst possible place”, demikian Perez mengibaratkan posisi perusahaan yang dipimpinnya. Penurunan permintaan yang dramatis untuk kamera digital dan cetak foto komersial menjadi penyebab utamanya.
Jumlah kerugian yang dialami Kodak pada kuartal akhir lalu mencapai US$ 137 juta atau 51 sen per saham. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun 2007, Kodak mengalami laba sebesar US$ 215 juta atau 75 sen per saham.
"Selama tiga bulan terakhir tahun 2008, kami mengalami penurunan paling dramatis di beberapa bisnis kunci akibat penurunan anggaran belanja konsumen. Hal ini secara signifikan juga turut mengurangi permintaan akan produk kami," papar Perez.
Adanya laporan ini membuat saham Kodak turun 25% ke rekor terendah dalam sejarah. Tentunya, ini menjadikan perusahaan kamera tersebut menjadi pecundang terbesar di New York Stock Exchange.
Untuk itu, Kodak juga berencana untuk melakukan strategi lain dalam menghemat biaya. Terakhir kali, kebijakan ini pernah dilakukan pada 2003 silam.
Sekitar setahun lalu, Kodak pernah mengumumkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan restrukturisasi transformasi ke sistem produk dan printer digital photography. Transformasi ini memakan waktu empat tahun dan biaya yang tidak sedikit. Selama masa restrukturisasi itu, Kodak sudah memangkas armada kerjanya yang saat ini berjumlah 26.900 orang.
Santer terdengar, produsen kamera ini akan mengurangi kembali pekerjanya sekitar 3.500 hingga 4.500 di tahun kerbau ini. Dengan adanya strategi itu, Kodak menargetkan dapat menghemat sekitar US$ 300 juta hingga US$ 350 juta dalam setahun.
Standard & Poors Erik Kolb mempertanyakan apakah jumlah karyawan yang di PHK Kodak sudah cukup banyak. Tidak hanya itu, Kolb juga bertanya-tanya strategi apa yang bakal dilakukan Kodak untuk meningkatkan penjualannya.
"Transformasi yang dilakukan Kodak ke sistem digital agak terlambat. Sekarang mereka harus menghadapi menurunnya permintaan dari konsumen, padahal mereka masih terkena dampak dari transformasi sistem film," jelas Kolb.
Untuk memperbaiki kinerja, Kodak berencana menaikkan investasi hingga US$ 700 juta. Investasi sebesar itu sudah termasuk komitmen dari perusahaan swasta Kohlberg Kravis Roberts & Co untuk memperbaiki neracanya dan menambah modal untuk bisa berinvestasi lebih leluasa.
Kodak yang tidak hanya memproduksi kamera, namun juga bingkai foto, dan printer, tahun lalu baru merampungkan program restrukturisasi besar-besaran. Program ini mentransformasikan usaha Kodak menjadi produser kamera digital dan printer. Selama restrukturisasi, Kodak membagi dua divisi kerjanya.
Sayangnya, setelah itu badai resesi global datang dan membuat konsumen mengurangi bahkan membatasi pengeluarannya. Hal ini, jelas berdampak terhadap penggunaan kamera karena lazimnya penggunaan kamera banyak dipicu oleh kegiatan traveling.
Tak ayal, akibatnya, bisnis Kodak pun oleng. Rapor kinerja Kodak di kuartal kedua pada Juli lalu sungguh mengecewakan karena lemahnya permintaan bisnis fotografi dan film.
Manajemen Kodak pun mengaku, kerugian yang akan dialami perusahaan selama 2009 bisa menciut menjadi US$ 200 juta dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 400 juta. Walau permintaan pasar melemah, mereka akan memangkas kerugian dengan melakukan restrukturisasi biaya, biaya bunga, dan pendapatan bunga.
Trend digital memang sudah mengubur Konika Minolta dan AgfaPhoto dalam kerasnya persaingan. Akankah Kodak tinggal menjadi legenda berikutnya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment