Tuesday, November 17, 2009

Properti Siap (Kembali) Melesat


Setelah sepanjang 2009 terpuruk, pasar properti terutama sektor residensial pada tahun depan diperkirakan akan membaik. Pemicunya adalah semakin menurunnya tingkat suku bunga KPR dan tersedianya pasokan baru sejalan dengan menguatnya keyakinan pengembang.

Meski bank masih lambat dalam menurunkan suku bunga kredit, termasuk kredit pemilikan rumah dan apartemen, toh, pasar properti terus menggeliat. Survei Bank Indonesia (BI) yang dilansir Rabu (11/11) menunjukkan, penjualan properti untuk hunian (residensial) pada triwulan III 2009 naik 2,5% dibandingkan dengan triwulan II 2009. Porsi penjualan residensial terbesar disumbang rumah tipe kecil, yakni 32,85%, dan tipe rumah menengah sebesar 23,38%.

Seiring meningkatnya permintaan, harga residensial pun ikutan naik. Survei BI menunjukkan, kenaikan harga terjadi di semua tipe rumah. Kenaikan tertinggi dialami tipe rumah kecil yang pada triwulan III 2009 naik 0,71% dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan jika dibandingkan triwulan III 2008, kenaikannya mencapai 2,75%.
BI menyebut, kenaikan harga rumah dipicu kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja. Kenaikan ini diperkirakan berlanjut di kuartal IV 2009.

Senada dengan BI, riset yang dilakukan konsultan properti Procon Savills menunjukkan, pasar properti yang mulai menunjukkan perbaikan. Kondisi ini tercermin dari penjualan rumah di DKI Jakarta dan sekitarnya yang naik 75% dari 1.400 unit pada kuartal II 2009, menjadi 2.560 unit pada kuartal III 2009.

Kenaikan penjualan tersebut, karena ada pasokan baru sebesar 42% telah diserap pasar, dan di daerah Bogor sendiri menyerap sekitar 35% dari penjualan pasokan baru”, ujar Utami Prastiana, Direktur Riset dan Konsultan PS, dalam Property Market Outlook 2010 di Jakarta, Rabu (11/11).

Utami menjelaskan, pasar perumahan atau residensial di Jabodetabek akan bertambah sebanyak 80% menjadi 3.820 unit selama tiga bulan terakhir. “Naiknya pasar perumahan sejalan dengan menguatnya keyakinan para pengembang, dan bunga pinjaman yang semakin terjangkau. Pasokan baru dan penjualan meningkat secara nyata terutama untuk property kelas menengah”, urainya.

Dia berasalan, selain menguatnya keyakinan konsumen seiring dengan membaiknya perekonomian, suku bunga BI (SBI rate) yang rendah dan stabil, berdampak positif terhadap bunga KPR.

“Pada kuartal ketiga, pasokan kumulatif mencapai 346.300 dengan Tangerang sebagai penyumbang terbesar sekitar 42%. Itu berarti ada kenaikan sebesar 80% dibandingkan kuartal sebelumnya” papar Utami.

Ia menambahkan bahwa kinerja pasar residensial diperkirakan akan tetap membaik, yang tercermin dari kenaikan penjualan. Namun begitu, diperkirakan hanya terdapat 1.500 unit akan dipasarkan pada akhir kuartal 2009. Itu berarti lebih rendah dari kuartal ketiga, karena masa pemasaran yang cukup pendek.

Ritel, Perkantoran dan Kondominium
Seperti halnya sektor residensial, pasar properti untuk katagori ritel diperkirakan mulai membaik setelah tidur panjang sejak awal tahun 2009. Procon memperkirakan sektor ritel sewa akan stabil pada 2010 mendatang, meski sampai dengan triwulan ketiga masuk 120.000 m2, sehingga ruang sektor ini seluruhnya mencapai 3 juta m2. Pasokan baru sektor ritel ditandai dengan beroperasinya Central Park di Jalan S Parman dan Pasar Grosir Senen di Kawasan Senen, serta Rasuna Epicentrum (Epi Walk).
Sebelumnya pasar properti ritel tertekan oleh imbas krisis ekonomi. Lucy Rumantir, Chairman Jones Lang LaSalle Indonesia (JLL), perusahaan konsultan properti, mengungkapkan, "Ketika sektor properti mengalami penurunan, yang pertama paling turun adalah sektor ritel," katanya.

Riset JLL mencatat, tahun 2009 jumlah pasokan baru ritel di Jakarta diperkirakan sebesar 190.000 m2. Sementara permintaan justru hanya sebesar 85.000 m2. "Untuk semester I 2009 pasokan berasal dari Emporium Pluit dan Plaza Indonesia Extension, sedangkan di semester II 2009 berasal dari Central Park, rasuna Epicentrum, dan St. Moriz," beber Wendy Haryanto, Director, Head of Retail, JLL.

Jika dibandingkan dengan tahun 2008, ketimpangan antara pasokan ruang baru ritel di Jakarta dengan permintaan terasa besar. Tahun 2008, jumlah pasokan tercatat sekitar 140.000 m2, sementara permintaan justru lebih besar di kisaran angka 145.000 m2.

Lesunya permintaan terlihat dari penurunan tingkat okupansi mal-mal di Jakarta. Wendy mencatat, jika tahun 2008 tingkat okupansi sebesar 84%, di tahun 2009 tingkat okupansi diperkirakan turun menjadi 82%. "Tahun 2007 tingkat okupansi justru lebih besar, di kisaran 89%," tukas Wendy.

Penurunan permintaan itu membuat harga sewa rata-rata ruang ritel di mal selama semester I-2009 turun sekitar 4%. "Penurunan bisa lebih besar, terutama bagi penyewa yang berasal dari kalangan fashion," tutur Wendy.

Pengelola mal mau tak mau menurunkan harga sewa karena banyak calon penyewa yang cenderung menahan diri. Mereka melihat kondisi ekonomi belum terlalu baik. Meski begitu, Wendy justru menilai, yang paling baik dilakukan oleh pengelola saat ini adalah berupaya mengisi malnya supaya penuh. "Kita lihat tren sekarang, permintaan dari penyewa kalangan F&B dan entertainment selalu tinggi, sementara untuk fashion justru tidak besar," kata Wendy memberi petunjuk.

Sementara untuk sektor perkantoran, Procon menjelaskan bahwa pada kuartal ketiga 2009, terdapat tambahan pasokan baru sebesar 110.700 m2 ruang kantor di pusat bisnis Jakarta. Disumbang oleh Cyber II di Kuningan dan The Plaza di Thamrin. ”Pasokan baru ruang perkantoran akan bertambah sampai dengan 2011. Diperkirakan akan masuk 367.000 m2, dimana 60% berasal dari pasokan 2010.” jelasnya.

Sementara peningkatan permintaan juga akan dialami oleh sektor kondominium. Total pasokan selama kuartal ketiga mencapai 69.000 unit, naik sekitar 2,6% dibandingkan kuartal II. Kenaikan itu berasal dari empat proyek, serta masih bertambah sampai dengan 2012 dengan masuknya Pulomas Park dan Signature Park.

No comments: