Monday, November 2, 2009

Strategi Diono Nurjadin Besarkan Mandala


Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Perumpamaan ini, tampaknya cocok dengan sosok Diono Nurjadin. Menurut Presdir Mandala Airlines ini, karena ayahnya adalah seorang pilot maka lingkungan kedirgantaraan adalah makanan sehari-hari. Alhasil, sejak kecil ia sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan burung besi itu.

Namun sebelum nyemplung ke industri penerbangan, Diono yang menempuh jenjang sekolah di luar negeri, pernah berkarir di berbagai perusahaan yang sama sekali tidak berkaitan dengan industri penerbangan. Terakhir ia menjabat sebagai Direktur di Peregrine Securities Singapura dan Vice President di Bankers Trust Singapura. Sekembalinya ke Indonesia, ia melihat banyak peluang yang bisa dimaksimalkan industri penerbangan domestik dengan lebih fokus pada bisnis ‘airport services’ seperti ground handling, cargo handling, freight forwarding, in-flight catering, integrated logistic solutions, international courier, cargo airlines dan passenger airlines.

Jadilah Diono memulai petualangan baru. Karir pertamanya dimulai dengan menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur di Cardig Air dan di JAS Airport Services di tahun 1998.

Akuisisi Mandala oleh Cardig membuka jalan bagi Diono untuk membuktikan keahliannya sebagai trouble shooter. Dengan penguasaan saham sebesar 51% di Mandala, Cardig International leluasa menentukan posisi di jajaran manajemen puncak. Diono menceritakan, pada saat Mandala dibeli oleh Cardig International di tahun 2006, ia menjabat sebagai President & CEO Cardig International. ‘Sudah merupakan tanggung jawab dan kewajiban saya untuk menjalankan amanah dari pemegang saham Mandala yaitu menjadikan Mandala sebagai maskapai generasi modern yang akan menjadi ‘kebanggaan’ Bangsa Indonesia’, ujarnya optimis.

Menurut Diono, karena imbas krisis ekonomi global, saat ini hampir semua maskapai penerbangan di berbagai belahan dunia mengalami masa-masa sulit. Tidak terkecuali maskapai penerbangan di Indonesia yang harus bertahan ditengah turunnya load factor dan cekikan harga bahan bakar. Meski demikian, selalu ada peluang dibalik krisis. Demikian Diono berprinsip.

Ia menilai, seburuk apa pun kondisi ekonomi global, bisnis penerbangan di Indonesia masih menjanjikan. Apa lagi negara Indonesia adalah negara kepulauan dimana moda transportasi udara masih menjadi satu kebutuhan. Hanya saja, maskapai penerbangan di Indonesia masih perlu mencermati melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika meskipun harga minyak dunia turun. Selain itu, desentralisasi telah menjadikan pergerakan bisnis tidak melulu hanya di Jakarta tetapi di daerah-daerah lain di Indonesia, sehingga peluang bepergian untuk keperluan bisnis masih terbuka lebar, demikian Diono.

Dengan banyaknya pemain, baik domestik maupun manca negara, banyak yang menilai, bisnis penerbangan nasional pada 2010 mendatang akan menjadi lebih kompetitif. Diono pun berpendapat sama. Menurutnya, bukan jamannya lagi jualan maskapai hanya bertumpu pada harga murah. ‘’Setiap maskapai penerbangan dituntut untuk lebih bisa menawarkan added value bagi pelanggannya’, tukas Diono. Untuk Mandala, pihaknya telah memiliki diferensiasi yang membedakan dari maskapai penerbangan lainnya untuk bisa menarik penumpang terbang dengan Mandala.

Agar lebih kompetitif, berbagai inovasi yang telah dilakukan Mandala. Seperti menerapkan kebijakan pengoperasian satu jenis pesawat saja yaitu AIRBUS jenis A320 dan Airbus A319 sehingga dapat berujung pada ‘cost efficient’. Pemilihan terhadap Airbus juga karena pertimbangan bahwa pesawat buatan Eropa itu yang ramah lingkungan sesuai standar EURO, imbuh Diono.

Bagaimana dengan harga tiket? Tidak seperti low cost carrier yang cenderung jor-joran, murah namun miskin layanan, Mandala mematok harga kompetitif sesuai dengan kebutuhan penumpang, baik untuk segmen korporasi maupun untuk ‘mass market’. Umumnya penetapan harga disesuaikan dengan berbagai kondisi, seperti peak season atau low season. Untuk mendukung kemudahan, model transaksi on-line juga diperkenalkan Mandala. Mulai pertengahan Maret lalu, penumpang Mandala semakin memiliki kemudahan untuk membayar tiket melalui internet banking dan ATM yang disediakan oleh Panin Bank dan Bank Permata. ‘Dengan inovasi itu, Mandala selalu berupaya menyediakan easybook and easy pay untuk para pelanggan’, ujar Diono

Dan kini, tanpa terasa telah 11 tahun pria yang terkesan kalem ini telah menekuni bisnis penerbangan. Dengan kinerja yang semakin membaik, ia sangat optimis Mandala dapat menjadi maskapai tangguh yang mampu bersaing dengan maskapai lain yang telah leading lebih dahulu, baik di pasar domestik maupun internasional.

1 comment:

Andi Harris said...

Ternyata tidak semudah yang disangka, mending jualan tiket murah tapi rame.

Diono sudah gagal untuk membangkitkan Mandala. Zaman sekarang di Indonesia yang penting murah dulu, masih banyak yang berpenghasilan menengah kebawah.