Monday, August 10, 2009

Tantangan Selular, Product and Services


Menjelang usia Telkomsel ke 14, Maret 2009 lalu, tongkat komando operator nomor satu di Indonesia itu berpindah dari Kiskenda Suriadihardja ke Sarwoto Atmosutarno. Pria kelahiran Solo, 2 Oktober 1957 ini, mewarisi persoalan yang tidak ringan bagi perkembangan Telkomsel di masa depan. Khususnya menyangkut pendapatan ARPU yang terus melorot. Itu sebabnya dengan beragam tantangan yang menghadang, penyuka kuliner ini, menyebutnya sebagai periode konsolidasi.

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan berdiskusi langsung dengan pria yang telah mengabdikan dirinya selamanya 30 tahun di PT Telkom ini. Menurutnya krisis finansial global, tampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan industri selular. Tengok saja, dengan animo yang terus meningkat, pengguna ponsel di Indonesia diperkirakan akan menembus angka 100 juta pada tahun ini. Alhasil, dengan pertumbuhan double digit, banyak yang memperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, penetrasi pelanggan selular terhadap penduduk, akan menuju masa saturation. Indikasi bisa dilihat dari angka-angka sebagai berikut : Jabotabek sudah lebih dari 120%, di Jawa mendekati 100% dan nasional diperkirakan sudah 60%-70%.

Namun pasar Indonesia terbilang unik. Anomali ini setidaknya bisa dilihat dari empat key driver. Pertama, minutes of usage dari operator yang tetap melonjak. Telkomsel misalnya, mencatat kenaikan hingga 3 kali lipat per bulan. Kedua, voucher-voocher yang ditawarkan oleh operator masih dijual diatas harga bandrol dan laku! Ketiga, pelanggan umumnya masih mengkonsumsi basic service, yakni SMS dan voice. Padahal bila sudah mengarah ke life style, basic service harus dilengkapi dengan product dan services. “Jadi masih ada ruang yang sangat lebar bagi tumbuhnya layanan yang bersifat value added services (VAS) itu”, ujarnya. Keempat, operator tak pernah mengurangi belanja capex (capital expenditure). Telkomsel misalnya, pada tahun ini tetap mempertahankan capex pada kisaran 1,3 – 1,5 dollar AS. Kondisi ini jelas menyiratkan bahwa manajemen masih memiliki ekspektasi tinggi, bahwa Telkomsel akan tetap menjadi pemimpin pasar di industri ini.

Lantas, apa yang akan menjadi titik perhatian Telkomsel? Menurut Sarwoto, saat ini sudah bukan saatnya lagi operator terjebak pada price war yang cenderung berdarah-darah seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir. Baginya ntuk mempertahankan pertumbuhan, tak ada jalan lain kecuali menempuh tiga strategi sekaligus. Pertama, me-leverage segmen community market, baik komunitas pelanggan Telkomsel sendiri maupun memanfaatkan komunitas yang bersifat interkoneksi dengan operator lain, khususnya dengan parental company (PT Telkom, red). Telkomsel juga akan masuk ke komunitas yang lebih kecil, misalnya dalam bentuk segmentasi korporasi.

Kedua, membuat cost efficiency melalui program-program sinergi. Tak hanya masalah tower, namun juga network selular, baik fixed maupun wireless. Dengan cara ini, unsur biaya yang berbasis pada transport, backbone dan ethernet dapat ditekan, sehingga ujung-ujung akan berbuah pada efisiensi.

Ketiga, menerapkan strategy yang berbasis pada quality. Menurutnya tuntutan akan kualitas layanan bukan hanya karena aturan yang diterapkan oleh regulator, namun pelanggan memang sudah membutuhkannya. “Buat apa murah, tapi tidak bermanfaat”, pungkasnya.

No comments: