Wednesday, September 2, 2009
Ampuhnya Strategi Desa Mengepung Kota
Majalah Fortune Global Top 500, yang memuat daftar perusahaan-perusahaan terbesar dunia, setiap tahunnya semakin banyak mencantumkan nama-nama China. Tetapi dalam daftar Interbrand top 1.000 merek-merek terkenal di dunia, hingga sekarang, tidak ada satu pun merek Cina. Sebenarnya seberapa jauh perkembangan ekonomi di China? Bisakah China menjadi negara dengan merek-merek sendiri dan bukannya gudang kerja dunia saja?
Harus diakui, meski mulai mendunia, merek-merek China terutama dari sisi kualitas masih dipersepsikan berada dibawah merek tradisional yang sudah lebih dulu populer, baik dari Jepang, AS, Eropa maupun Korea. Uniknya, persepsi ini sebenarnya tidak hanya terjadi di banyak negara lain, namun juga di China sendiri.
Tengok saja di sepanjang Wangfujing, pusat pertokoan terbesar ibu kota Beijing, seolah mendapat kesan bahwa perkembangan ekonomi Cina sudah selesai. Pusat-pusat pertokoan mewah dipenuhi toko-toko terkenal. Klip iklan yang menarik perhatian, memperkenalkan produk-produk terbaru di layar-layar televisi super lebar. Generasi trendy muda Cina memiliki hobi baru: shopping alias berbelanja. Tetapi di antara deretan iklan, seperti Philips, Louis Vuitton, Nikon, Nokia, McDonalds dan Samsung, ada satu yang kurang: merek-merek terkenal Cina.
Liu Baocheng, guru besar pemasaran pada Universitas untuk Bisnis Internasional dan Ekonomi di Beijing mengakui bahwa kesadaran membangun merek pengusaha-pengusaha China masih harus ditingkatkan. Padahal untuk bisa bersaing terutama di tingkat global, investasi dalam membangun reputasi merek tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Menurut Liu, walaupun berbagai daerah di China seperti Wangfujing menunjukkan kemewahan dan kemasyhuran, Cina masih belum memasuki tahap keempat perkembangan.
Kendati demikian, sangatlah penting bagi Cina untuk mengembangkan mereknya sendiri. "Sebuah negara yang menanggapi dirinya dengan serius dan ingin ikut dalam perkembangan ekonomi dunia, harus bisa ikut dalam berbagai bidang. Dan untuk itu, selain produksi, penelitian, pengembangan, investasi merek menjadi keharusan." , ujarnya.
Kritik Liu, tampaknya cukup efektif untuk menyadarkan para pengusaha China akan arti penting sebuah merek. Dampaknya dalam beberapa tahun terakhir, merek-merek asli China mulai berkibar. Mulai dari ritel, perabot rumah tangga, elektronik, otomotif, minuman kemasan, pakaian, makanan cepat saji dan lebih banyak lagi merek-merek yang cukup kuat untuk mendominasi pasar dalam negeri dan untuk berkembang di luar negeri. ”Mereka jelas tengah mengglobal”, ujar Glenn Murphy, Managing Director AC Nielsen di Shanghai, China. Dengan sumber daya dan basis produksi yang sangat luas, China akan cukup besar untuk menggapai dunia, imbuhnya.
Kini ada banyak merek China yang mulai mendunia, seperti GOME, Haier Group, TCL, Lenovo, Wahaha, Geely, Li-Ning, Yonghe-King, Bird, Tsingtao dan lainnya. Tentang Wahaha dibawah ini adalah sekelumit cerita suksesnya.
Wahaha dalam bahasa Mandarin tidak ada artinya. Itu adalah suara anak-anak yang sedang tertawa terbahak-bahak. Kata itulah yang dipakai Zong Qinghou, sang pendiri, saat pertama kali merintis usaha minuman ringan pada 1980. Kini Wahaha adalah produsen minuman botol papan atas di China. Awalnya dalam memperluas pasar, Wahaha tidak secara langsung berkonfrontasi dengan dua merek yang sudah mengglobal, Coke dan Pepsi. Merek ini lebih memilih ke wilayah pedalaman dan pesisir China.
Setelah sukses bergerilya, Zong kembali memproduksi cola yang akan dipersaingkan secara langsung dengan Coca Cola maupun Pepsi Cola. Zong menamakan colanya itu dengan Feichang Cola. Feichang, dalam bahasa Mandarin, berarti istimewa atau amat sangat. Hurufnya dibuat sangat mirip Coca Cola. Warna merahnya juga serupa. Rasanya, kata penggemar, di antara Coca Cola dan Pepsi Cola. Dengan strategi desa mengepung kota, seperti yang dipraktekkan oleh tokoh komunis China Mao Zedong, Zong memfokuskan pemasaran yang dimulai dari kota-kota kecil.
Strategi itu cukup efektif. Feichang Cola sukses menggerogoti pangsa pasar Coke dan Pepsi yang selama ini merajai pasar minuman ringan di China. Hasilnya, Wahaha bukan lagi merek gurem. Tak tanggung-tanggung, Zong diperkirakan meraup omzet hingga Rp 20 triliun pada akhir tahun ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment