Wednesday, September 2, 2009

Industri Penerbangan Domestik Kebal Krisis


Meksi masih dihantui banyak persoalan, namun pasca penghapusan larangan terbang ke Eropa pada Agustus lalu, industri penerbangan domestik semakin melejit. Hal itu ditandai dengan semakin bersemangatnya sejumlah maskapai menambah rute-rute baru baik domestic maupun regional. Dukungan pesawat-pesawat terbaru membuat langkah maskapai nasional semakin mantap.

Tengok saja Garuda Indonesia. Maskapai papan atas ini, berencana membuka 18 rute baru baik domestik maupun internasional. "13 diantaranya sudah terealisasi," ujar Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Pujobroto.

Mandala Airlines pun kini tengah bersiap terbang ke sejumlah wilayah Australia, negara-negara ASEAN, India, serta wilayah China bagian selatan. "Mudah-mudahan akhir 2009 ini rencana terbang ke sejumlah rute internasional bisa terlaksana," kata Presiden Direktur PT Mandala Airlines Diono Nurjadin.

Corporate Communication Sriwijaya Air Hanna Simatupang menilai, meskipun krisis belum berlalu namun, masa depan industri penerbangan di Indonesia terlihat masih cukup bagus. "Persaingan yang makin ketat sesungguhnya merupakan pertanda bagus bahwa industri ini masih terus tumbuh," tandas Hanna.

Sementara itu Direktur Komersial Sriwijaya Air Toto Nursatyo, mengungkapkan bahwa pihaknya berencana membuka rute baru ke Yogyakarta pada akhir tahun 2009 ini. Rute baru ini akan melengkapi rute penerbangan Sriwijaya di wilayah Jawa. Saat ini Sriwijaya masih menyisakan 2 provinsi yang belum diterbangi yaitu Maluku Utara dan Papua.

Dikatakannya selama ini pihaknya masih fokus untuk menggarap pasar Sumatera. Namun pembukaan rute baru ke Yogyakarta perlu dilakukan untuk memperluas pasar meski rute tersebut terkenal ketat persaingannya. "Rute Yogyakarta terkenal gemuk, tapi persaingannya ketat," jelasnya.

Pembukaan rute baru ini, kata dia, tidak terlepas dari target peningkatan penumpang dari 4,3 juta penumpang di 2008 menjadi 5,5 juta tahun di 2009 yang didukung oleh penambahan 6 pesawat baru. Saat ini Sriwijaya telah memiliki 23 pesawat Boeing 737 300-400. "Tahun ini Sriwujaya Air menargetkan pendapatan hingga Rp 3 triliun," imbuhnya.

Berbeda dengan kondisi penerbangan domestik yang semakin mengkilap, secara umum industri penerbangan global terbilang muram. Lesunya perekonomian dunia, tak pelak mengguncang industri penerbangan dunia. Kerugian IATA (The International Air Transport Association) diprediksi mencapai US$ 9 miliar dengan pendapatan anjlok 15% menjadi US$ 448 miliar.

"Ini adalah situasi paling sulit yang pernah dihadapi industri penerbangan. Belum pernah terjadi pengalaman resesi seperti ini dalam dunia ekonomi modern. Industri kita terombang-ambing," ujar Direktur Jenderal IATA Giovanni Bisignani, pada pertemuan tahunan IATA ke-65 di Kuala Lumpur, kemarin.

Giovanni mengatakan resesi ekonomi saat ini paling berdampak buruk bagi industri penerbangan. IATA terpaksa merevisi proyeksi pendapatan US$ 80 miliar dari US$ 528 miliar pada 2008 menjadi US$ 448 miliar tahun ini. "Saat ini kita menghadapi kejatuhan sebesar 15% atau kehilangan pendapatan US$ 80 miliar di tengah resesi global," katanya.

Kondisi ini menggambarkan terpuruknya krisis industri penerbangan bahkan lebih parah ketimbang dampak serangan 11 September 2001, yang menekan penerimaan sektor penerbangan dunia sebesar 7% dan butuh pemulihan 3 tahun.

Menurunnya industri penerbangan ini akan terlihat dari laporan kerugian dari perusahaan penerbangan di seluruh dunia tahun ini. Terutama maskapai Asia-Pacific Airlines, salah satu perusahaan paling berjaya di industri penerbangan yang menguasai lebih dari sepertiga total aset penerbangan dunia, sebesar US$ 3,3 miliar.

1 comment:

gmail2010 said...
This comment has been removed by the author.