Tuesday, June 9, 2009
TREND SPOTTING
Siapa bilang ilmu ramal meramal hanya milik Ki Joko Bodo atau Mama Laurence. Para entrepreneur dan top executive, dewasa ini pun wajib memiliki ilmu meneropong yang bakal terjadi masa yang akan datang. Trend Spotting, demikian istilah yang kini merupakan topik hangat diantara para CEO kelas dunia. Terutama sejak hantaman krisis, melanda perekonomian global. Ribuan perusahaan bangkrut dan banyak CEO yang harus kehilangan jabatan karena salah memprediksi arah pasar.
Mundurnya Ho Ching, istri Perdana Menteri Lee Hsien Loong, setelah lima tahun sebagai CEO Temasek Holdings, merupakan cerita kelabu salah satu perusahaan pengelola dana pemerintah terbesar di dunia. Ho Ching dianggap bertanggung jawab atas memburuknya kinerja Temasek. Sejak Desember 2007, Temasek telah menanamkan miliaran dolar AS ke dalam bekas bank investasi Wall Street, Merrill Lynch, yang menderita kerugian besar-besaran dari subprime AS, atau investasi mortgage berisiko tinggi.
Sebelumnya, krisis telah memaksa CEO Merrill Lynch Stan O'Neal untuk meletakkan jabatan. O'Neal mundur setelah bank investasi global itu mencatat kerugian hingga miliaran dolar AS, yang merupakan angka kerugian terbesar dalam 93 tahun sejarah Merrill Lynch.
Kontras dengan Ho Ching dan O’Neal, CEO Apple Corp Steve Jobs justru semakin melaju. Sang jenius perfeksionis yang hampir tamat karirnya ini sempat merasakan pahitnya didepak dari Apple pada 1985, saat generasi pertama Mac kurang mendapat respon pasar. Namun Jobs tetap pada keputusan untuk tidak mengubah fitur yang terdapat pada Mac. Jobs pun lompat ke perusahaan gurem NeXT, dimana ia sempat menciptakan PC seharga $ 10,000 yang penuh inovasi, namun tetap saja kelewat mahal.
Perjudian Jobs yang terbesar tentu saja adalah saat ini merogoh $ 50 juta dari koceknya, guna membiayai sendiri Pixar Animation yang saat itu tengah dilanda krisis keuangan. Namun kali ini keberuntungan mulai hinggap, ketika film Toy Story buatan Pixar yang dirilis pada 1995, meraih box office. Selanjutnya, dewi fortuna seakan tak ingin lepas dari Jobs. Akuisisi Apple atas NeXT setahun kemudian, memberi jalan baginya untuk mengalirkan darah baru bagi Apple, guna bersaing dengan raksasa peranti lunak Microsoft. Setelah iMac (1999), produk fenomenal tentu saja adalah iPod (2001) yang mengguncang bisnis pemutar musik digital. Jobs kemudian meluncurkan iTunes (2003) yang memungkinkan label besar menjual lagu mereka secara on-line. Dan yang paling anyar, Jobs meluncurkan iPhone, ponsel dengan kemampuan iPod. Tidak tanggung-tanggung produk ini diprediksi mampu terjual sebanyak 45 juta unit pada 2009.
Inovasi dan value, barangkali itulah yang menjadi kunci keberhasilan Steve Jobs dalam merumuskan trend produk di masa yang akan datang. Semoga kemampuan trend spotting juga menular pada para CEO kita, termasuk Karen Agustiawan yang kini menjadi nahkoda baru Pertamina.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment