Tuesday, June 16, 2009

Kasus Prita dan Tantangan PR di Era Digital


Dunia kini memasuki online social media, era di mana konsumen melakukan percakapan secara horisontal satu sama lain di dunia maya. Era web 2.0 dan maraknya situs-situs pertemanan membuat dunia online menjadi tak terbatas. Dari milis, blog, facebook, friendster, MySpace, Plurk, Youtube, dsb.

Tidak seperti media mainstream yang diwarnai keterbatasan, online social media dapat meningkatkan “popularitas” citra perusahaan, produk, servis, bahkan citra individu. Jejaring media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk tukar menukar gagasan, iptek, masukan dan lainnya.

Begitu pentingnya kehadiran online social media , maka sudah menjadi keharusan bagi para praktisi PR untuk melekatkan diri, jika ingin meraih sukses di era digital. Kenapa? Pertama, reputasi, relationship dan sukses korporasi bisa diciptakan atau sebaliknya dirusak melalui media sosial. Kedua, nilai dasar dari PR adalah membangun dan memelihara relationship. Dan ketiga, online social media adalah domain baru di era modern.

Karenanya, memahami dan mengenali cara kerja online social media adalah kewajiban, tidak saja untuk melihat peluang namun juga ancamannya. Sehingga, pada akhirnya perusahaan mampu memanfaatkan kanal ini untuk menunjang strategi komunikasi yang efektif terhadap konsumen.

Nah, dalam perspektif itu, kita dapat melihat berbagai kasus yang mengemuka sebagai pelajaran penting. Pendekatan PR yang terbilang sukses dilakukan oleh Oli Top 1. Seperti kita ketahui, beberapa tahun lalu, Top 1 digempur oleh isu negatif di dunia maya. Lewat email berantai, isu itu menyebar ke berbagai mailing list milik berbagai komunitas otomotif. Alhasil, hampir semua mailing list mengeluarkan “fatwa haram” bagi Top 1 (baik berupa pendapat pribadi maupun pendapat resmi kelompok).

Untuk mengcounter isu itu, sejak setahun lalu, Top 1 mulai melakukan online PR secara terintegrasi. Yakni membangun situs web khusus Indonesia, melakukan pendekatan ke media-media online, memperbanyak publikasi positif di media online, membuka konsultasi online untuk hal-hal yang berkaitan dengan motor dan mobil, terutama mengenai sistem pelumasan di mesin kendaraan, serta edukasi mengenai pengetahuan pelumas bagi masyarakat dan membangun komunikasi dua arah dengan pengguna Internet. Hasilnya, belakangan isu negatif tentang Top 1 sudah mulai meluruh.

Jika pendekatan PR yang dilakukan Top 1 terbilang berhasil dalam mengatasi isu miring yang berasal dari dunia maya, maka sebaliknya RS Omni Internasional merupakan contoh paling buruk. Karena lebih mengedepankan pendekatan hukum bukan PR, Omni kini malah harus menanggung beban berat. Rusaknya kredibilitas dan kepercayaan konsumen. Bila sebelumnya, Omni hanya ‘bertarung’ dengan seorang Prita Mulyasari. Kini Omni harus bertarung dengan seluruh publik di Indonesia (dan mungkin di negara-negara lain) yang bersimpati pada penderitaan ibu dua anak itu. Sekarang, Omni harus memulai jalan terjal untuk memulihkan nama baiknya yang kadung rusak.

1 comment:

Anab Afifi said...

Memang, industri sekelas Omni keteteran gara-gara seorang Prita. Penekatan PR mestinya lebih dikedepankan, daripada sebentar-bentar masalah kecil memanggil pengacara.

Sudah keluar banyak dana, citra malah longsor. Meski, tentunya manajemen rumah sakit itu, juga jago manajement strategic.