Sunday, October 31, 2010

XL, Axiata dan Rivalitas Regional


Tak percuma AXIATA Group Berhad, kelompok bisnis dari Malaysia, menguasai XL. Melalui anak perusahaannya yaitu Indocell Holding Sdn Bhd, Axiata yang sebelumnya dikenal sebagai TM International, menjadi pemilik mayoritas (83,3% saham), kini mulai menikmati hasil dari investasi yang mereka tanam saat mengambil alih dari PT Excelcomindo Pratama Tbk, pada 2005.

Tengok saja kinerja yang dicapai oleh XL sepanjang sembilan bulan pertama 2010. Mereka berhasil mencetak pendapatan usaha sebesar Rp. 13 triliun (naik 32% YoY) dan laba bersih Rp. 2,1 triliun (naik 73% YoY). Dengan demikian, XL telah merevisi target 2010 untuk EBITDA marjin menjadi lebih dari 50%.

”Pada triwulan ketiga ini, XL lebih memusatkan kepada penambahan jumlah pelanggan sehingga jumlah pelanggan kami telah meningkat sebesar 44% YoY menjadi 38,5 juta pelanggan. Selain itu, EBITDA juga mengalami pertumbuhan sebesar 60% YoY menjadi Rp. 6,8 triliun dengan EBITDA marjin 52%,” ujar Presdir XL, Hasnul Suhaimi.

Sampai dengan September 2010, XL telah melakukan pembayaran pinjaman baik yang sudah jatuh tempo maupun yang belum jatuh tempo dengan total sejumlah USD 233.9 juta dan Rp 3.2 triliun menggunakan sebagian besar arus kas internal. Selain itu, XL telah menandatangani pinjaman baru dengan total sejumlah Rp 6.5 triliun, di mana telah dilakukan penarikan sejumlah Rp 3 triliun. Pada akhir bulan September, saldo hutang XL menjadi Rp 10.9 triliun dengan ratio Hutang Bersih (Hutang berbunga dikurangi Kas)/EBITDA sebesar 1,2 kali.

Menurut Hasnul, kunci sukses XL tidak hanya terletak pada penawaran tarif terjangkau sehingga memicu lonjakan trafik percakapan, namun juga memperhatikan kepuasan pelanggan. Sebagai buktinya, peringkat Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) untuk produk prabayar XL meningkat menjadi peringkat ke-2 pada 2010. Selain itu, XL juga menerima penghargaan dari Frost and Sullivan sebagai Mobile Service Provider of The Year dan Service Provider of The Year.

Yang menarik, kinerja gemilang yang dibukukan oleh XL terjadi justru pada saat industri selular Indonesia, mulai menunjukkan masa maturitas. Kompetisi ketat diantara 11 operator, membuat pasar Indonesia cenderung berdarah-darah sehingga pola akuisisi kini sudah jamak dalam meraih pelanggan. Hebatnya lagi, pencapaian XL pada tahun ini sekaligus menggusur Indosat di posisi kedua, sekaligus mulai menebar ancaman pada Telkomsel sebagai market leader.

Kondisi ini sudah pasti membuat President and Group CEO Axiata Berhard, Datuk Seri Jamaludin Ibrahim, semakin bersemangat untuk menguasai pasar regional, terutama dalam bersaing dengan SingTel, raksasa telekomunikasi asal Singapura yang sebelumnya sudah lebih dahulu malang melintang.

Seperti diketahui, saat ini Axiata menguasai 7 operator di kawasan Asia dengan kepemilikan bervariasi, masing-masing Celcom(100%)- Malaysia, XL(83.8%)- Indonesia, Dialog Telekom(85%)- Sri Lanka, Robi (70%)- Bangladesh, HELLO (100%)- Cambodia, Idea Cellular(19.1%)- India, dan M1(29.7%)- Singapore.

Sedangkan SingTel, selain Singapura juga memiliki kepemilikan saham di 7 negara, masing-masing AIS (Advanced Info Service) - Thailand, Globe Telecom - Philipina, Yes Optus - Australia, City Cell - Banglandesh, Telkomsel - Indonesia, Bharti - India, dan Warid Telecom - Pakistan.

Friday, October 29, 2010

Hasnul Suhaimi dan Blognya


Selalu ada yang menarik bila membahas seorang Hasnul Suhaimi. Gebrakan CEO XL Axiata ini, memang membuat banyak pihak terkagum-kagum, bahkan oleh para pesaingnya sekalipun.

Bayangkan saja, hengkang dari Indosat pada 2005 (karena merasa cuma dijadikan boneka meski posisinya sebagai marketing director), membuat pria asal Bukit Tinggi ini tidak kecil hati. Justru talentanya yang sedemikian besar, dimanfaatkan oleh TM Company, grup perusahaan Telekomunikasi asal Malaysia. Hasilnya, hanya dalam tempo empat tahun, XL yang sebagian besar sahamnya kini dikuasai oleh Axiata Berhard, mampu menyalip Indosat di posisi kedua.

Tak puas dengan posisi kedua, Hasnul yang didukung penuh oleh para pemegang saham, kini membidik Telkomsel di posisi nomor satu. Memang perlu waktu dan sumber daya yang luar biasa untuk menggeser Telkomsel, sebab dari sisi customer base, Telkomsel kini tiga kali lipatnya XL. Namun tak ada yang tak mungkin, dukungan top manajemen, manajamen support yang tangguh dan SDM yang handal, membuat Hasnul optimis pihaknya dapat membalikkan posisi satu saat nanti.

Memang selain kehandalannya memimpin XL, ada sisi lain yang membedakan Hasnul dengan para CEO top lainnya. Hal itu menyangkut keakrabannya membangun aktualisasi diri lewat blog. Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan XL Axiata, Hasnul kerap menurunkan pokok pikiran dan pandangannya di dalam blog. Baik tentang manajemen dan motivasi, produk dan service XL, hingga CSR. Anda pun bisa mengunjunginya di hasnulsuhaimi.com.

Kurang Peduli
Apa yang dilakukan Hasnul adalah bagian dari fenomena netizen society khususnya social media. Selain jejaring sosial, blog adalah sarana efektif untuk melakukan aktualisasi diri, promosi bahkan advokasi. Hasnul tampkanya juga menyadari bahwa masa depan industri telko ada pada broadband yang erat dengan aktifitas mobile internet, sehingga ia pun merasa terjun ke dunia yang sama sehingga tercipta engagement.

Langkah Hasnul dengan blognya memang perlu ditiru oleh para CEO lain. Pasalnya, merujuk hasil riset yang dirilis firma public relations global Weber Shandwick terungkap bahwa mayoritas CEO (64%) dari perusahaan besar dunia tidak menggunakan social media. Artinya, para pemimpin tersebut tidak terlibat secara online dengan pemegang kepentingan (stakeholder) eksternal. Padahal, “ Social media sangat berpotensi sebagai alat yang mendukung komunikasi langsung,” “ ungkap Chris Perry, Presiden Weber Shandwick Digital Communications.

Ditambah lagi dengan jumlah pengguna internet sebesar 1.96 miliar di seluruh dunia, hal tersebut semakin menguatkan argumen Weber Shandwick bahwa para CEO seharusnya berada diantara masyarakat yang menonton, membaca, berbicara dan mendengar di internet.

Berbagai temuan tersebut sejatinya diungkapkan dalam survei Weber Shandwick bertitel, “Socializing Your CEO: From (Un)Social to Social.” Survei tersebut mengamati aktifitas komunikasi publik yang dilakukan oleh 60 pemimpin perusahaan dari 50 perusahaan besar dunia. Rinciannya, 20 perusahaan di Amerika Serikat, 27 di Eropa, 9 di Asia Pasifik, dan 4 di Amerika Latin. Sekadar catatan, beberapa perusahaan memiliki beberapa CEO di tahun 2009.

Survei tersebut juga mengungkapkan sembilan dari 10 CEO dari 50 perusahaan (93 %) melakukan komunikasi eksternal melalui metode tradisional: 93 % diantaranya dikutip pada publikasi global dan bisnis serta 40 % diantaranya berpartisipasi dalam kaitannya melalui keterlibatan eksternal, non-investor dan audiens.

Adapun saat ini kebanyakan kehadiran CEO di dunia online hanya sebatas yang terdapat dalam Wikipedia, sebuah ensiklopedia online dimana CEO dan timnya tidak bertanggung jawab terhadap publikasinya.

“Analisis kami mengenai CEO yang menjabat di seluruh dunia mengatakan bahwa media tradisional masih bertahan sebagai saluran komunikasi eksternal. Hal yang sudah berubah adalah bagaimana CEO secara perlahan memadukan komunikasi tradisional dengan jaringan sosial dan saluran dimana mereka dapat menjaring lebih banyak stakeholder,” kata Leslie Gaines-Ross, kepala strategi reputasi Weber Shandwick dan ahli reputasi online.

Menurut Gaines-Ross terdapat banyak ‘alasan’ para CEO enggan eksis di social media. Beberapa contohnya adalah, pertama waktu yang ada lebih baik diluangkan kepada pelanggan dan pegawai. Kedua, reputasi mereka yang sepanjang waktu berada pada level terendah di kalangan masyarakat umum, ketiga, laba atas investasi yang belum tercatat, keempat lantaran konsultan hukum yang cenderung berhati-hati terhadap hal apapun yang berbau ’selebriti CEO’.

Meski demikian, Weber Shandwick memberikan tips“Six Rules of The Road” (“Enam Peta Jalan”) bagi CEO agar semakin ‘eksis’ di dunia social media. Caranya pertama, kenali praktik online terbaik dari pergaulan CEO terutama yang terbaik di kelasnya. Kemudian, bentuk dan kembangkan sesuai zona nyaman CEO bersangkutan. Kedua, mulailah dengan hal-hal dasar seperti video atau foto. Coba pilah dan kumpulkan pesan CEO sesuai masing-masing tujuan online.

Ketiga, simulasikan partisipasi social media dari CEO bersangkutan. Pelajari feedbacknya sebelum mensosialisasikan diri. Mulailah komunikasi online secara internal, walau melalui komunikasi internal, semua pesan dapat menyebar ke luar dengan mudah. Keempat, putuskan secara tegas waktu yang dapat diberikan oleh seorang CEO dalam bersosialisasi. Waktu dapat bervariasi mulai sekali dalam seminggu sampai sekali dalam sebulan atau sekali dalam seperempat bulan atau lebih sering. Jadikan diri CEO itu sendiri sebagai penentu waktu. Kelima, susunlah narasi yang mampu mengundang perhatian audiens yang berkaitan dengan reputasi perusahaan. Dan terakhir, sadarilah bahwa kebutuhan sosialisasi menjadi bagian penting dari program manajemen reputasi perusahaan. Aturlah reputasi sosial CEO bersangkutan maupun reputasi perusahaan anda.

Dengan keenam langkah tersebut diyakini akan lebih banyak lagi CEO yang eksis di social media. “ Kurang lebih 4 dari 10 social CEO (CEO yang aktif di social media) dalam analisis Weber Shandwick dapat dikatakan sebagai perintis saat ini, tetapi dalam waktu singkat, akan banyak pemimpin yang menggambarkan perusahaan sebagai transparan, mudah diakses dan terpercaya. Sosial CEO akan menjadi umum suatu hari nanti,” ujar Gaines-Ross.

Tuesday, October 26, 2010

Fighting Brand Bukan Sekedar Pelengkap


Belum lama ini Toyota Astra Motor (TAM) dan Astra Daihatsu Motor (ADM), secara hampir bersamaan meluncurkan varian facelift terbaru mereka, yakni Rush dan Terios. Peluncuran dua SUV di kelas medium itu, semakin memberikan pilihan bagi konsumen untuk memiliki salah satu diantaranya dengan tampilan yang lebih sporty, namun dengan kenaikan harga yang terbilang tidak signifikan dibandingkan fitur yang diusung.

Rush versi penyegaran misalnya, menawarkan beberapa tambahan fitur baru, antara lain steering switch, corner sensor, dan electric power steering (EPS). Untuk entry level, New Rush G M/T ditawarkan hanya dengan harga Rp 191,7 juta dan yang tertinggi tipe S A/T dibanderol Rp 214,8 juta.

Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran TAM, bilang sepanjang Januari-September 2010, penjualan Rush mencapai 14.000-an unit. Berarti, rata-rata penjualan bulanan adalah sekitar 1.500 unit. Dengan peluncuran New Rush itu, pihaknya berharap dapat mempertahankan pangsa pasar di atas 50 persen.

Sementara Direktur Marketing ADM Amelia Tjandra, menyebutkan pengembangan produk merupakan strategi yang mutlak ditempuh ADM guna merespon permintaan pasar. “Tidak hanya sebatas penyegaran wajah, namun juga peningkatan kualitas pembakaran emisi yang lebih baik”, ujar Amelia.

Itu sebabnya di New Terios ini, konsumen semakin dimanjakan dengan penghematan BBM hingga mencapai 6% dibandingkan seri sebelumnya, yaitu rata-rata sekitar 1 liter untuk jarak tempuh 11,7 Km dengan kondisi jalan sehari-hari, empat penumpang dan AC single.

“Dengan semakin iritnya bahan bakar itu, maka Terios baru ini akan menjadi value maker, karena mobil ini terbukti memiliki value for money sangat tinggi di kelasnya,” tambah Amelia Tjandra.

Disruptive Inovation
Model kendaraan sport utility-vehicle (SUV) memang semakin digemari. Banyaknya merek dan varian produk yang meramaikan segmen ini mengindi-kasikan pangsa kendaraan jenis SUV terus tumbuh. Kini hampir semua ATPM memiliki jagoan, bahkan beberapa diantaranyan memiliki dua varian. Honda (CRV), Toyota (Fortuner, Rush), Nissan (X-trail), Daihatsu (Terios), Suzuki (SX X-Over), Hyundai (Santa Fe), Ford (Everest, Escape), Chevrolet (Captiva), Kia (Sportage), Mitsubishi (Pajero Sport, Grandis), BMW (X5, X3) dan lainnya.

Itu sebabnya peluncuran Rush dan Terios dalam waktu yang hampir bersamaan dapat dimaklumi, mengingat persaingan di segmen SUV terutama kelas medium cenderung semakin ketat.

Mengutip data Gaikindo, hingga Agustus 2010 total penjualan mobil di segmen ini mencapai 23.080 unit, atau 5,21% dari total pangsa pasar seluruh penjualan otomotif nasional yang mencapai 443.120 unit. Itu berarti terjadi penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang mencapai 24.830 unit.

Repotnya, hampir seluruh pemain di SUV medium ini mengalami penurunan penjualan, tak terkecuali Daihatsu Terios, dari 11.491 unit tahun 2009 menjadi 10.122 unit. Hanya Toyota Rush yang tumbuh 4%, yakni dari 11.553 unit (2009) menjadi 12.061 unit.
Melihat kecenderungan tersebut, Astra International Tbk, yang menjadi induk dari TAM dan ADM, berusaha untuk terus menekan para pesaingnya sekaligus memperlebar gerak bagi dua produk andalannya itu.

Khusus untuk Daihatsu Terios, meski diposisikan sebagai fighting brand, produk ini berpeluang untuk terus meningkatkan pangsa pasar sekaligus melindungi posisi “saudarnya”, yakni Toyota Rush yang merupakan market leader. Dengan strategi disruptive inovation, Terios mampu yang mengacaukan fokus pesaing untuk kepentingan group. Pilihan harga yang terjangkau, fitur dan kualitas setara Toyota, merupakan value for money sangat menggoda konsumen. Apalagi harga jual kembalinya (resale value) juga tetap tingi. So, siapa bilang fighting brand cuma jadi pelengkap?

Sunday, October 24, 2010

‘Total Football’ Ala Telkomsel


100 juta pelanggan, 25 broadband city, 30 juta pelanggan data dan 15% revenue berbasis data, adalah empat target utama yang dicanangkan Telkomsel pada tahun ini. Meski kompetisi memperebutkan pelanggan semakin ketat, tak ada pilihan lain bagi operator terbesar di Indonesia ini untuk terus menerapkan strategi bertumbuh di medan pertempuran yang semakin sengit, sembari memantapkan landasan cash cow di masa depan.

Untuk mencapai target tersebut, Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno kerap mewanti-wanti para karyawan Telkomsel agar tidak berpikir dan bertindak business as usual. Sebaliknya, ia percaya pada konsep changing within continuity untuk mengimbangi situasi perekonomian yang kerap kali berubah. “Perubahan dalam kontinuitas adalah sikap terbaik yang harus dilaksanakan bersama di seluruh lini organisasi Telkomsel, untuk mewujudkan bisnis Telkomsel yang berkelanjutan,” katanya dalam satu kesempatan.

Seperti kita ketahui, industi selular kini tengah berada dipersimpangan. Transisi dari generasi 2G dan 2,5 G(GPRS dan EDGE) ke 3G, HSPA+ dan selanjutnya generasi ke-4 yang dikenal sebagai LTE (Long Term Evolution), memberikan implikasi yang sangat luas terutama dari sisi revenue.

Kerasnya persaingan yang sudah menjurus pada akuisisi terutama di inner area, menyebabkan basic service, yakni SMS dan voice telah menjadi komoditas yang cenderung menjadi barang gratisan. Memang, untuk menjaring pelanggan baru. operator marjinal seperti Tri (HTCP), Axis (NTS), Fren (Mobile Eight) dan Smart (Sinar Mas), sepertinya tak ada pilihan lain kecuali menjadikan harga murah dan bonus berlimpah sebagai senjata untuk menjaring pelanggan baru.

Kondisi itu pada akhirnya memaksa operator di second layer, yakni Fleksi (Telkom 15 juta pelanggan) dan Esia (Bakrie Telecom, 13,3 juta pelanggan) dan operator tiga besar Telkomsel (94 juta pelanggan), XL Axiata (35 juta pelanggan) dan Indosat (32 juta pelanggan), juga berlaku sama. Lima operator itu pun pada akhirnya terpaksa menggunakan jurus yang nyaris serupa. Jadi, dengan kata lain, perang tarif jilid 2 sebenarnya kembali berkecamuk namun dengan embel-embel data sebagai amunisi baru. Hal itu juga sejalan dengan euphoria pelanggan mengakses internet secara mobile, terutama jejaring sosial.

Namun dampaknya dapat ditebak. Dengan harga murah, otomatis pendapatan ARPU dari voice dan SMS semakin terjun bebas. Kini rata-rata ARPU dari basic service berada di kisaran Rp 20 – Rp 30 ribu. Bandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, yang masih bisa bertengger di kisaran Rp Rp 75 – Rp 100 ribu.

Disisi lain, revenue berbasis data, pelan tapi pasti mulai memberikan harapan bagi operator. Beragam layanan broadband, mampu memberikan revenue rata-rata Rp 100 – Rp 200 ribu per pelanggan. Operator pantas bergembira dengan tren pengguna mobile broadband yang semakin meningkat. Saat ini diperkirakan terdapat 30 – 40 juta pengguna mobile internet di Indonesia, namun mereka yang berlangganan masih dibawah 10 juta pengguna. Jadi, meski 60% revenue masih didominasi oleh basic service yang cenderung stagnan, operator sudah merintis ‘jalur baru’, yakni mobile broadband yang diyakini akan ‘happening’ dalam kurun lima tahun lagi.

Simpati Freedom dan Blackberry Torch
Nah, melihat tren tersebut, dapat dipahami jika strategi yang ditempuh Telkomsel semakin all-out. Operator yang sebagian besarnya sahamnya dikuasai oleh PT Telkom ini, tak ingin market share-nya terus tergerus oleh pemain lain. Strategi produk dengan fitur berlimpah, kualitas handal, namun harga terjangkau baik untuk basic service maupun data, tercermin dari dua produk andalan, yakni Simpati Freedom dan Blackberry Torch.

Dengan kartu perdana seharga RP 5.000, pelanggan Simpati Freedom memperoleh gratis 100 SMS ke semua operator tanpa batas waktu, gratis 1 MB internetan dan chat tanpa batas waktu. Untuk menikmati layanan ini, pelanggan Telkomsel cukup mengirim kode akses *999#. Di situ, pelanggan dapat memilih satu dari tiga paket yang disediakan sesuai kebutuhan. Paket Internet Tanpa Batas untuk yang suka internetan, gratis fitur terlengkap untuk chatting dan browsing dengan tarif murah Rp 0,1 per kilobyte. Gratis 10 MB per hari dan Zero Facebook.

Kemudian Paket Seharian Tanpa Batas. Di paket ini, pelanggan mendapatkan Talkmania selama 300 menit, gratis 100 menit menelpon dari isi ulang dan bicara sepanjang malam. Sedangkan Paket Semaleman Tanpa Batas memberikan gratis bicara sepanjang malam dan gratis 100 menit dari layanan Malam Mania. Pilihan paket tanpa batas ini semakin memperluas segmen pengguna Simpati mulai dari orang kantoran hingga anak muda.

Dengan re-packaging tersebut, hasilnya pun spektakuler. Sejak diluncurkan sekitar dua bulan lalu, jumlah pelanggan Simpati Freedom hingga saat ini sudah mencapai 4 juta.

Sementara untuk mendongkrak pengguna Blackberry, Telkomsel baru-baru ini meluncurkan varian teranyar yakni Torch sekaligus pengenaan tarif unlimited baru yang semakin terjangkau. Tingginya minat penggunaan Blackberry dan persaingan tarif yang ditawarkan masing-masing operator, memang membuat Telkomsel harus mengikuti arah baru 'permainan'.

Sebelumnya tarif unlimited bulanan Telkomsel Rp150.000. Tak tanggung-tanggung dipangkas hingga Rp 90.000. Bahkan bagi pelanggan baru, Telkomsel hanya membebankan hanya Rp70.000 di bulan pertama. Bulan selanjutnya, keseluruhan akan dikenakan biaya Rp99.000 per bulan.

VP Channel Management Telkomsel Gideon Purnomo, mengklaim saat ini pelanggan Blackberry Telkomsel telah menguasai 35 persen pangsa pasar, dengan pertumbuhan sebanyak 100 persen dibandingkan akhir 2009 lalu. Artinya, terdapat sekira 700.000 pelanggan Blackberry yang menggunakan jaringan Telkomsel.

Dengan tarif yang terjangkau, Telkomsel menargetkan bisa menutup tahun 2010 dengan pencapaian 1,2 juta pelanggan BlackBerry. Handset anyar Torch yang dibanderol Rp 6,5 juta itu memang menjadi andalan pamungkas dan dapat diserap pasar sedikitnya 30 ribu unit.

Ssaat ini, tambah Gideon, Telkomsel telah membukukan 700 ribu pelanggan BlackBerry. 690 ribu di antaranya berlangganan BlackBerry Internet Service (BIS). Sisanya, 10 ribu, pelanggan korporat BlackBerry Enterprise Server (BES).

Jadi, merujuk pada kelebihan yang ditawarkan Simpatif Freedom dan tarif baru Blackberry, kita bisa mengibaratkannya, operator yang telah berusia 15 tahun itu sudah tidak tanggung-tanggung lagi dalam menerapkan strategi total football. Dengan gaya ini, tak ada lagi istilah bertahan (cattenacio). “Dalam iklim kompetisi yang semakin keras, memang strategi menyerang adalah pilihan paling tepat”, ujar Sarwoto.

Ia mengakui bahwa strategi harga murah dapat berdampak terhadap masa depan operator lain, terutama operator kecil dibawah 10 juta pelanggan. Namun, menurutnya Telkomsel pun tak ingin dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, sebagai akibat dari strategi yang diterapkan oleh operator lain, yang bisa merusak pasar sekaligus mengancam posisinya sebagai nomor satu.

Sarwoto merujuk penerapan SMS antar operator yang sempat menjadi polemik. Karena harus comply dengan aturan yang diterapkan oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), Telkomsel terlambat merespon kecenderungan pasar sehingga berdampak terhadap perolehan market share. Jika pada akhir 2009, pangsa pasar Telkomsel masih diatas 50%, kini berkisar 47%. Penerapan SMS antar operator dituding menjadi salah satu dari penurunan market share itu.

Kini, dengan waktu tersisa tinggal 2 bulan lagi, masih ada kesempatan bagi Telkomsel untuk win back, terutama untuk mencapai jumlah 100 juta pelanggan pada akhir 2010. Dengan segenap ototnya, banyak pihak meyakini target ambisius itu dapat tercapai. Jadi, bagi operator lain, siap-siap saja dengan dengan total football ala Telkomsel!

Wednesday, October 13, 2010

Serpong Semakin Eksotis


Sulit dimungkiri, kawasan Serpong yang sebelumnya dikenal sebagai hutan karet, kini menjelma sebagai kota mandiri yang sangat hidup. Sejak dipelopori oleh Grup Ciputra pada era 80-an, beragam properti berbagai kelas merebak di wilayah ini. Hebatnya, tak hanya residensial, komersial, hiburan, dan juga fasilitas sosial, melengkapi kota yang kini menjadi bagian dari Tangerang Selatan itu.

Beragam properti dan fasilitas tersebut tentu saja juga dikembangkan oleh banyak pengembang dengan level berbeda. Sebut saja PT Cowell Development Tbk. yang agresif membangun tiga proyek perumahan yakni Melati Mas Residence (200 Ha), Serpong Park (40 Ha), dan Serpong Terrace (10 Ha).

Sementara PT Bumi Serpong Damai Tbk giat menggarap BSD City tahap II di sebelah Barat seluas 800 Ha setelah berhasil mengembangkan BSD City Timur seluas 1.500 Ha. Total area kawasan BSD City sendiri seluas 6.000 Ha. Sekitar 200 Ha dari luas pengembangan BSD City Barat diperuntukan sebagai kawasan central business district (CBD) yang luasnya lima kali lebih besar dari CBD BSD City Timur. Juga terdapat Edu Town, sebuah kawasan pendidikan terpadu seluas 42 Ha yang di atasnya akan dibangun berbagai gedung institusi pendidikan serta proyek penelitian dan riset ilmiah.

Begitupula dengan PT Alam Sutera Tbk yang semakin ngebut pasca dibukanya akses tol Alam Sutera resmi sejak akhir tahun lalu. Beroperasinya akses langsung yang menelan dana sebesar Rp150 miliar tersebut, mereka optimis penjualan propertinya akan naik tajam. Sehingga mereka percaya diri menelurkan produk-produk lainnya khususnya properti komersial.

Direktur Pemasaran PT Alam Sutera Realty Tbk Lilia Sukotjo mengatakan peresmian dan pembukaan akses tol langsung ke kawasan permukiman itu menjadi momentum perubahan arah pengembangan di proyek seluas 800 Ha tersebut. “Selama ini orang mungkin mengenal Alam Sutera sebagai pengembang proyek residensial. Sampai sekarang, sekitar 45% areal yang kami miliki sudah dikembangkan menjadi perumahan,” ujarnya seraya menambahkan setelah beroperasinya akses tol di kilometer 15+400 Jakarta-Merak, pihaknya berencana membangun sejumlah proyek superblok di sepanjang sisi jalan tol tersebut.

Nantinya dibangun beberapa properti komersial seperti hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen. Menurut Lilia, mereka akan menggandeng pihak ketiga. “Kami akan fokus menggarap sejumlah proyek mix used yang berorientasi memberikan pemasukan tetap kepada perusahaan misalnya dari sewa. Namun begitu, kami tetap akan memasarkan residensial,” katanya.

Begitu banyaknya rencana dan pengembangan yang dilakukan para pengembang di sini, tak pelak berdampak pada peningkatan harga lahan. “Kenaikannya sekitar 15% sampai 20% per tahun,” ujar Rita Megawati, Regional Manager L.J. Hooker Indonesia yang juga principal L.J. Hooker Gading Serpong. Harga lahan aktual berkisar Rp1 juta sampai Rp4,5 juta per m2 sementara harga rumah mulai Rp300 juta sampai Rp1,5 miliar. Hanya
kalangan menengah ke atas yang mampu memiliki properti di kawasan ini.

Berkembangnya kawasan sekitar Serpong juga sangat terkait dengan infrastruktur. Seperti kawasan Cisauk yang bakal melesat jika stasiun kereta Cisauk disinggahi KRL dan double track yang tentu sangat membantu warga yang bekerja di tengah kota Jakarta. Bagi pengguna kendaraan pribadi, juga akan dimanjakan oleh jalan tol seksi Serpong-Balaraja, yang telah dicanangkan Pemkab Tangerang. Jalur ini merupakan interkoneksi antar wilayah Kabupaten Tangerang Selatan, yang mencakup Ciputat, Pamulang, Serpong, Cisauk, Pagedangan, dan Pondok Aren, dengan pusat pemerintahan di Tigaraksa. Sementara kawasan Kunciran semakin mudah dijangkau dengan dibukanya akses tol Alam Sutera.

Monday, October 11, 2010

Jalan Terjal LED TV


Tidak seperti smartphone, evolusi teknologi di dunia entertainment khsususnya TV terbilang lambat. Meski demikian, sejak dua tahun terakhir, konsumen mulai dijejali oleh spesies baru, yakni LED TV. LED (light emitting diode), diprediksi akan menjadi tambang baru bagi vendor TV, setelah era plasma dan LCD yang telah bertahan selama 10 tahun terakhir.

Sebagai generasi lanjutan TV layar datar, LED yang menggunakan backlight sebagai pengganti cahaya fluorescent yang digunakan pada jenis LCD TV sebelumnya, memang menawarkan sejumlah keunggulan. Diantaranya, tingkat contrast yang jauh lebih tinggi dibandingkan LCD TV, setara atau bahkan lebih tinggi daripada Plasma TV, memungkinkan produsen untuk memproduksi televisi layar datar dengan ukuran super tipis, dengan ketebalan sekitar 2.5 cm, lebih ramah lingkungan, konsumsi listrik yang lebih rendah sekitar 20-30% dibandingkan LCD TV konvensional, fitur pemrosesan gambar digital, fitur Digital TV Tuner, dan berbagai fitur terbaru yang membuat ketajaman gambar lebih sempurna.

Tengok saja TV LED besutan Samsung, yakni C9000 yang memiliki layar super tipis, hanya 7,98 milimeter. TV dengan kemampuan tiga dimensi (3D) ini diklaim sebagai TV paling tipis di dunia. Dengan layar berukuran 55 inch yang dilapisi dengan stainless steel bezel, perangkat baru ini memiliki kemampuan untuk mengubah konten 2D ke 3D langsung melalui chip CD, demikian kata eksekutif Samsung Ravinder Zutshi.

Ravinder juga mengungkapkan, C900 menawarkan fitur lain termasuk remote control layar sentuh dengan layar LCD tiga inch, perangkat pemutar Blu-Ray dan kacamata 3D.

"Kami berhasil menjual sekitar 7.000 hingga 8.000 TV dan berharap bisa menjual sekitar 30.000 pada akhir tahun ini," ujar Ravinder saat ditanya soal penjualan TV 3D Samsung sejak diluncurkan April.

Terkait konten, Ravinder mengatakan saat ini Samsung sedang berupaya meningkatkan konten 3D. Menurut perkiraanya, pada 2014 sekitar 20 persen dari film-film Hollywood akan tersedia dalam format 3D.

"Beberapa studio juga sedang berusaha untuk mengkonversi tayangan kedalam format klasik 3D yang baik," kata Ravinder seraya menambahkan, TV yang dibanderol mulai dari US$ 2.299 atau sekitar Rp 20 jutaan.

Harga Masih Mahal
Meski vendor seperti Samsung optimis mengenai masa depan LED TV, namun tak dapat dipungkiri, sebagai produk baru, tentu saja konsumen masih wait and see. Apalagi, jika hal itu dikaitkan dengan persoalan harga. Dan faktnya, sejauh ini harga LED TV masih terbilang maha. Pada saat ini untuk ukuran yang sama, harga LED TV yang termurah sekitar 1,5 kali lipat LCD TV konvensional.

Itu baru dari sisi harga. Ternyata disisi lain, tidak sesuai janji produsen, televisi 3D ternyata tidak ideal untuk menonton film atau pun siaran pertandingan olah raga. Akibatnya, pertumbuhan volume penjualan global televisi 3D tetap lemah hingga 2013.

Para produsen utama televisi di dunia berlomba merilis televisi 3D (tiga dimensi) untuk mendongrak pertumbuhan pendapatan. Para produsen tersebut mengklaim, televisi 3D sanggup menyajikan pengalaman lebih realistis ketika digunakan untuk menonton film, pertandingan olah raga, atau pun bermain game. Namun demikian, firma riset ABI (Allied Business Intelligence) Research Inc menilai, klaim para produsen televisi 3D tersebut ternyata sangat sulit dibuktikan. Sebab, ABI Research menegaskan, televisi 3D tidak akan mampu menyajikan pengalaman 3D yang sama dengan bioskop 3D, yang memiliki layar berukuran jauh lebih besar daripada televisi 3D.

"Sukses bioskop 3D mendorong produsen televisi menawarkan televisi 3D.Namun sangat disayangkan, film 3D yang terlihat dahsyat di bioskop ternyata tidak akan menawarkan sensasi yang sama ketika ditonton di layar kecil televisi," ujar Industry Analyst ABI Research Inc Michael Inouye.

Kejadian yang sama, ABI Research menambahkan,terulang ketika televisi 3D digunakan untuk menonton pertandingan olah raga, yang berlangsung di lapangan-lapangan berukuran besar, seperti pertandingan sepak bola. Sebab, pertandingan olah raga lebih cocok ditampikan di televisi definisi tinggi (HD).

"Siaran pertandingan olah raga juga problematis. Sebab, layar televisi 3D tidak mampu menampilkan detail dari stadion atau lapangan- lapangan besar. Karena itu, gambar yang tampak bagus di televisi HD belum tentu tampil sama baik di televisi 3D," papar Inouye. Karena televisi 3D belum mampu mewujudkan janji, ABI Research mengungkapkan, maka konsumen pun tidak akan tertarik untuk segera membeli televisi 3D. Akibatnya, ABI Research memperkirakan, volume penjualan global televisi 3D baru akan bertumbuh pada 2013, ketika teknologi televisi 3D sudah semakin sempurna.

"Ketika volume penjualan global televisi 3D sanggup meraih akselerasi pada 2013,maka volume penjualan global televisi 3D pada 2015 akan mampu mencapai 50 juta unit. Tetapi jika pada 2013 teknologi televisi 3D tidak berkembang cukup baik, maka perkiraan itu tidak akan terwujud," tandas Inouye.

Di antara para produsen utama televisi di dunia, salah satu produsen yang paling agresif merilis televisi 3D adalah produsen televisi terbesar kedua di dunia LG Electronics Inc. Namun demikian, LG ternyata mengaku kecewa terhadap kinerja pasar televisi 3D global. Alasannya, volume penjualan riil televisi 3D di dunia ternyata tidak setinggi perkiraan. LG memperkirakan, volume penjualan global televisi 3D pada 2010 hanya akan mencapai tiga juta unit, atau paling banyak empat juta unit.

"Permintaan televisi 3D ternyata lebih rendah daripada perkiraan. Penyebabnya, harga masih terlalu tinggi dan konten 3D masih sangat terbatas," President & Chief Executive Officer Home Entertainment Division LG Electronics Inc Simon Kang, dalam laporan Reuters.

Akan tetapi, Kang optimistis masalah yang membelit pasar televisi 3D itu akan mereda pada 2011. Karena itu,Kang memperkirakan, volume penjualan global televisi 3D pada 2011 akan melambung menjadi sekitar sepuluh juta unit. Firma riset iSuppli Corp menemukan, pada saat ini harga televisi 3D memang masih terlalu tinggi untuk sebagian besar konsumen.

iSuppli mencermati, pada saat ini satu unit televisi 3D berharga ratarata USD600-USD700 lebih mahal daripada televisi 2D (dua dimensi) yang memiliki teknologi display sekelas. iSuppli menjelaskan, harga jual rata-rata (ASP) televisi 3D pada 2010 adalah USD1.768 per unit. iSuppli berpendapat, harga televisi 3D menjadi sangat tinggi karena para produsen belum efisien dalam memproduksi televisi 3D. Seiring peningkatan efisiensi proses manufaktur televisi 3D, iSuppli meyakini,harga televisi 3D akan berangsur turun.

iSuppli memprediksi, harga jual rata-rata televisi 3D pada 2015 adalah USD825 per unit, alias tidak ada separuh dari harga jual rata-rata televisi 3D pada 2010. iSuppli pun mendapati, para produsen televisi 3D sadar harga produk mereka ternyata terlalu tinggi.Karena itu,sejumlah produsen televisi 3D mulai mempertimbangkan pemangkasan harga. Namun demikian, iSuppli menegaskan, produsen televisi 3D yang paling agresif memperbaiki kebijakan harga adalah produsen televisi terbesar di dunia Samsung Electronics Co Ltd.

Alasannya, iSuppli menjelaskan, Samsung mampu menjadi produsen televisi 3D pertama di dunia yang mampu menjual televisi 3D dengan harga kurang dari USD1.000 per unit.Tidak hanya itu, Samsung pun menyediakan pula bonus berupa dua pasang kacamata 3D.

"Televisi 3D murah dari Samsung itu bernama PN50C490. Harganya USD989 per unit, termasuk dua pasang kaca mata. Memiliki ukuran 50 inci, Samsung PN50- C490 merupakan televisi 3D pertama di dunia yang berharga kurang dari USD1.000 per unit," ujar Research Analyst TV Technology iSuppli Corp Edward Border.

Friday, October 8, 2010

Vietnam, Primadona Baru Telekomunikasi Asia


Selain Indonesia dan Filipina, Vietnam merupakan Negara tujuan investasi asing dalam sektor telekomunikasi. Bahkan di tengah-tengah krisis keuangan global banyak perusahaan telekomunikasi asing mengalihkan perhatian mereka kepada Vietnam.

Beberapa tahun terakhir industri telekomunikasi di Vietnam tumbuh sebesar 24% per tahun. Prestasi ini menjadikan Vietnam sebagai negara dengan pertumbuhan terbesar kedua setelah China dalam sektor telekomunikasi.

Keberhasilan itu merupakan buah dari kebijakan agresif yang ditempuh pemerintah Vietnam yang terus memperluas infrastruktur nasional, sehingga basis pelanggan semakin tumbuh di semua segmen pasar. Alhasil, kemajuan industri ponsel tumbuh sangat mengesankan dan akses online (internet broadband) mengalami lonjakan yang sangat signifikan sejak 2008.

Pertumbuhan pelanggan mobile hingga akhir agustus 2009 meroket hingga 40%. Pertumbuhan ini dipicu oleh penurunan tarif yang dilakukan oleh tiga perusahaan telekomunikasi terbesar di Vietnam seperti Viettel, milik militer Vietnam, serta MobiFone dan Vinaphone, milik Vietnam Posts and Telecommunications (VNPT).

Penurunan tarif ini dilakukan oleh ketiga operator itu, guna menstimulasi pertumbuhan hingga akhir 2009 dengan jumlah pelanggan yang diharapkan tumbuh sebanyak 105.000 pelanggan. Selain itu pemerintah Vietnam juga telah memberikan ijin bagi operator asing untuk bermitra dengan operator negara tersebut dalam rangka penyediaan layanan 3G.

Di sisi lain, Vietnam mengalami masalah yang unik dengan jaringan telekomunikasinya dan pemerintah akan menerapkan aturan yang ketat terhadap jumlah nomor untuk setiap pengguna telepon di negeri tersebut.

Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah Vietnam akan membatasi jumlah nomor telepon yang boleh digunakan oleh pelanggan. Ke depannya, seorang pengguna hanya boleh menggunakan tiga nomor telepon dari setiap jaringan. Ini dilakukan mengingat nomor telepon yang tersedia semakin menipis.

Vietnam saat ini memiliki sekitar 87 juta penduduk dengan tingkat penetrasi pelanggan ponsel mencapai 97%. Jika ditambahkan dengan telepon kabel, secara total 111 juta nomor telepon sudah digunakan. Namun, Kementrian Informasi dan Komunikasi Vietnam khawatir bahwa skema penomoran yang digunakan tidak akan dapat menangani lebih banyak pengguna. “Karena jumlah nomor telepon selular terbatas, sumber daya telekomunikasi harus digunakan secara efektif,” kata juru bicara pemerintah Vietnam.

Invasi Ke Haiti

Sektor telekomunikasi Vietnam dikuasai oleh tiga operator besar, yaitu Viettel, MobiFone dan Vinaphone. Vinaphone menguasai sekitar 56% marketshare dan memiliki jaringan terbesar. Sementara itu, Mobifone menempati urutan kedua dengan menguasai 38% market share. Selebihnya dikuasai oleh Viettel yang dimiliki oleh militer Vietnam dan beberapa operator lainnya seperti S-fone, operator CDMA pertama di Vietnam.

Meski merupakan operator nomor tiga, Viettel baru-baru ini membuat gebrakan yang membuat industri telekomunikasi dunia semakin memperhitungkan Vietnam.

Pada Mei 2010, Viettel telah menandatangani kesepakatan untuk meng-upgrade jaringan fixed line terbesar di Haiti melalui investasi langsung di negara yang baru bangkit dari hantaman gempa itu. Di bawah kemitraan publik-swasta terstruktur oleh lembaga keuangan milik Bank Dunia, IFC, Viettel awalnya akan menginvestasikan US$ 59 juta, dan tambahan US$ 40 juta yang akan digelontorkan dalam masa empat tahun,

Lewat kesepakatan bersama operator milik pemerintah Haiti, Telekomunikasi d'Haiti (Teleco), kedua perusahaan membentuk sebuah perusahaan baru di mana Viettel akan memiliki saham 60% dan Banque de la République d'Haiti (BRH), Teleco dan afiliasi mereka akan mengontrol 40% sisanya.

Wednesday, October 6, 2010

Serunya Pertarungan OS Smartphone


Pamor android semakin mencorong sebagai sistem operasi yang mampu memberikan “warna baru” dalam jajaran ponsel pintar dunia. Untuk mengimbanginya, Apple membesut OS4 atau “iOS4 yang memiliki 100 fitur baru. Sementara itu, Nokia masih tetap ‘setia’ melenggang dengan Symbian dan berupaya mengembangkan sistem operasi andalannya tersebut untuk mencapai titik kesempurnaan. Siapa lebih unggul?

Sistem operasi iOS 4 dapat digunakan pada gadget iPhone, iPad dan iPod Touch. Sistem operasi terbaru ini menjanjikan beberapa perbaikan dibandingkan sistem operasi sebelumnya (iPhone OS 3.1). Pengguna iPhone 3GS bisa meng-upgrade smartphone-nya dengan iOS4, sehingga tidak perlu membeli iPhone 4.

iOS 4 menghadirkan 100 fitur baru termasuk multitasking, folder, inbox terpadu, support Enterprise mendalam, dan sebuah iPhone versi iBook reader serta online iBookstore, digital zoom, VoIP service, wireless keyboard support dan sebagainya. Multitasking pada iOS 4 menawarkan pengguna cara baru untuk berpindah antar applikasi secara cepat. Sedangkan folder berguna untuk memudahkan aplikasi dikelola, mengelompokkannya pada satu folder. Satu folder bisa memuat 12 aplikasi.

Untuk kebutuhan perusahaan, iOS 4 memperbaiki fitur keamanan, skalabilitas dan penyesuaiannya dengan menyediakan layanan Mobile Device Management.
Inilah yang menjadi keunggulan iOS 4 hingga disebut-sebut sebagai OS masa depan bagi smartphone lainnya.

Lain iOS 4, lain pula Android. OS besutan Google ini telah dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi dengan nama Android Froyo 2.2 belum lama ini. Froyo memiliki kecepatan browser dan aplikasi lebih cepat 2-5 kali lipat dibanding iPhone. Fitur Cloud Messaging-nya berfungsi untuk membantu pengguna menyelesaikan sesuatu yang belum sempat selesai dikerjakan PC.

Kelebihan lainnya, android yang ditanamkan pada ponsel pintar ini dilengkapi dengan fasilitas Wi-Fi hotspot. Selain itu, Froyo juga didukung program flash untuk memutar video. Tidak seperti sistem operasi pada smartphone pada umumnya, semisal BlackBerry dari RIM dan iPhone dari Apple yang tak dapat digabungkan dengan aplikasi selain yang berasal dari vendornya, Froyo justru dapat dipadukan dengan aplikasi lainnya seperti Microsoft Exchange.

Penyempurnaan Symbian
Kepopuleran Android sebagai sistem operasi masa depan, tidak serta merta mengubah haluan Nokia untuk bergeser mengadopsi platform yang satu ini. Pasalnya, berdasarkan data Gartner pada Januari 2010, ternyata Symbian masih menguasai pasar OS smartphone sebanyak 44,6% ditengah gempuran BalckBerry dan iPhone.

Selain itu, sejak dulu semua investasi untuk OS mobile Nokia mengarah ke Symbian dan pengembangannya pun telah berjalan selama 12 tahun. Banyak infrastruktur yang telah berjalan dalam kurun waktu tersebut. Bahkan, Nokia mengklaim bila Symbian masih merupakan platform terbaik di kelas smartphone saat ini.

Untuk itu, vendor asal Finlandia itu tengah menyempurnakan OS Symbian^3 dan diakuinya sebagai hasil kerja keras selama ini. Tidak hanya Symbian^3, Nokia juga bakal menggunakan S40 dan MeeGo sebagai OS mobile masa depan untuk jajaran ponsel Nokia.

S40 diposisikan untuk ponsel-ponsel mass market Nokia seperti C3. Sementara Symbian^3 dan MeeGo dipercaya untuk ponsel pintar kelas menengah dan perangkat internet mobile Nokia. Symbian^3 menjanjikan penggunaan yang lebih mudah, dukungan jaringan yang lebih kencang, dan akselerasi grafis 2D serta 3D untuk bermain games dan aplikasi lain. Keunggulan lainnya adalah HDMI support, layar lebih lega, dukungan ke jaringan 4G serta lebih efisien mengelola memori.

Sementara itu, MeeGo merupakan versi hybrid dari sistem operasi Nokia Maemo dan Intel yang nyaman digunakan untuk beragam avatar, bahkan untuk sistem operasi di PC desktop, OS di smartphone dan di tablet PC. Platform ini akan digunakan sebagai ‘urat nadi’ smartphone di masa mendatang dan bisa digunakan pula di netbook. MeeGo juga akan digunakan sebagai open source, berbasis Linux dan men-support arsitektur ARM dan processor Intel Atom.

Kemunculan sistem operasi Android Froyo dari Gogle, diikuti iOS 4 dari Apple dan versi terbaru Symbian menandakan pertarungan sesungguhnya telah dimulai. Alhasil, kompetisi di pasar smartphone bakal semakin sengit, saling salip menunjukkan siapa yang terbaik.