Teledensitas jaringan selular di Taiwan sudah hampir 100 persen. Kondisi yang sudah jenuh membuat medan pertempuran berubah. Demam smartphone dan mobile internet membuat operator setempat kini membidik layanan data sebagai revenue generator baru.
Taiwan sejauh ini masih menjadi salah satu kiblat manufaktur elektronik dunia. Namun kemajuan industri telekomunikasi yang dibangun sejak beberapa dekade terakhir, juga layak dicermati. Terutama karena pertumbuhan layanan data yang eksponensial, sehingga bisa dijadikan benchmark bagi negara-negara lain.
Simak laporan lembaga riset terkemuka Asia Pasifik, Piramida Research yang dirilis belum lama ini. Laporan berjudul "Taiwan: Smartphone dan Tablet Drive Mobile Market" memastikan bahwa telah terjadi ledakan layanan data di negara yang juga disebut China Taipe itu.
Dalam riset itu, Piramida meneliti faktor-faktor yang berkontribusi terhadap ledakan pertumbuhan pendapatan layanan mobile di Taiwan. Kesimpulan menunjukkan bahwa adopsi yang cepat dari penetrasi smartphone dan peningkatan konsumsi terkait dalam penggunaan layanan data tingkat lanjut, adalah faktor kunci yang akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan sebesar15,9 persen CAGR pendapatan layanan mobile dalam lima tahun ke depan yang berakhir pada 2016.
Analisa Pyramid juga menyebutkan bahwa kompetisi yang ketat menyebabkan terjadinya penurunan ARPU pada layanan suara karena rendahnya tarif. Namun, Daniel Yu, Manajer Associate, Asia-Pasifik di Pyramid Research mengharapkan pasar akan kembali pulih pada 2012 dan terus meningkat mencapai $ 23,85 pada 2016.
Piramida mencatat bahwa dua operator yakni Chunghwa Telecom dan Taiwan Mobile melaporkan pencapaian ARPU yang membaik di Q1 2011, yakni masing-masing $ 43,10 dan $ 56,70. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa pencapaian itu lebih dari dua kali dari tingkat ARPU mereka secara keseluruhan. "Mengingat dampak smartphone dapat menggenjot ARPU, tidak mengherankan bahwa semua operator Taiwan telah fokus pada mempromosikan ponsel pintar dan perangkat komputasi mobile pada tahun 2011," tambah Yu. Selain tren layanan data karena demam smartphone, laporan yang disusun oleh Piramida itu juga memberikan analisis rinci dari sektor tetap dan mobile, mengkaji tren pasar dan teknologi baru monitor.
Dampak 3G
Dengan kondisi masyarakat yang rata-rata melek tekonologi, tingkat penetrasi selular di Taiwan telah mencapai 120%. Ini setara dengan sekitar 27 juta pelanggan. Alhasil, layanan basic (SMS dan voice) terbilang sudah sangat jenuh, sehingga tingkat pertumbuhan jatuh sampai 5%. Menariknya, stagnasi yang terjadi pada legacy business itu tidak merisaukan operator. Pasalnya, jumlah pelanggan 3G terus tumbuh mencapai 20% pada 2010 lalu.
Tidak seperti di Indonesia yang surplus operator, jumlah operator yang beroperasi di negeri Chiang Kai Sek itu dibatasi hanya lima saja. Namun sejauh ini pasar didominasi oleh tiga besar, yakni Chunghwa Telecom, FarEasTone dan Taiwan Mobile. Ketiganya masing-masing memegang 35,7 persen, 23,4 persen dan 23,6 persen dari keseluruhan pangsa pasar.
Meski leading di market share, ketiga operator yang masing-masing sudah memegang lisensi 3G itu, harus mengantisipasi strategi ofensif dua operator kecil, yakni Vibo Telecom dan APBW. Pasalnya, kedua operator itu mencatat prestasi gemilang, terutama dalam hal pencapaian keuntungan, baik pelanggan berbasis 2G maupun 3G pada tahun 2010.
Vibo memperoleh 21 persen dari penambahan bersih dan APBW naik 44 persen. Chunghwa Telecom masih memperoleh pangsa 28 persen dari penambahan bersih dan FarEasTone naik 8 persen. Namun Taiwan Mobile justru kehilangan 10.000 pelanggan selama tahun. Ini adalah sinyal buruk, terutama bagi petinggi Taiwan Mobile, sekaligus menggentarkan Chunghwa dan FarEasTone.
Saat ini terdapat 18,5 juta pelanggan 3G di Taiwan. Namun, dengan strategi yang lebih berani memangkas tarif dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, para analis telekomunikasi memperkirakan kendali pasar 3G di negara itu tampaknya akan beralih ke pemain kecil.
Sejauh ini APBW memegang pangsa 10 persen dari total pasar di Taiwan, tetapi telah mendapatkan porsi sebanyak 15 persen di pasar 3G. Tak jauh beda dengan APBW, Vibo yang hanya meraih 7 persen market share, justru sukses memegang 10% dari total pasar 3G.
LTE Vs WiMax
Dengan populasi smartphone yang signifikan dan warganya yang tengah demam layanan data, industri telekomunikasi Taiwan kini tengah bersiap memasuki babak baru, yakni implementasi teknologi mobile broadband generasi ke-4.
Untuk mendukung pencapaian target tersebut, Komisi Komunikasi Nasional (NCC) yang merupakan BRTI-nya Taiwan, selama beberapa tahun terakhir telah memfokuskan banyak energi pada pengembangan dan penggelaran WiMAX dengan enam operator di dalam negeri untuk menawarkan layanan tersebut. Saat itu, salah satu alasan utama komitmen untuk WiMAX adalah karena adanya dukungan yang kuat dari vendor Intel. Tetapi operasi yang tertutup Taiwan tahun lalu, rupanya meninggalkan celah di pasar.
Kondisi itu mendorong GSMA untuk melakukan lobi secara aktif. GSMA beralasan dibandingkan WiMax, pasar Taiwan lebih cocok dengan LTE karena benar-benar bisa meningkatkan potensi pasar, sekaligus mencegah negara dari ketertinggalan dalam hal adopsi teknologi baru.
Direktur GSMA kebijakan spektrum dan urusan regulasi untuk wilayah Asia-Pasifik, Chris Perera, mendorong pemerintah Taiwan untuk berinvestasi dalam LTE. Perera menyarankan bahwa negara itu bisa mendapatkan keuntungan dari skala ekonomis yang lebih dengan mentransfer ke teknologi yang semakin disukai oleh masyarakat.
Lobi yang dilakukan GSMA rupanya cukup efektif. Menurut sebuah laporan yang dibuat oleh GSMA untuk Analisa Mason, NCC kini cenderung beralih ke LTE karena permintaan global yang lebih tinggi dibandingkan dengan WiMAX, serta pertumbuhan perangkat 3G dalam jaringan LTE. Disebutkan bahwa, teknologi mobile broadband akan memberikan kontribusi TWD333 miliar (US $ 11,6 miliar) untuk perekonomian Taiwan pada tahun 2015, setara 1,8 persen dari PDB. Dampak ini berasal dari belanja layanan mobile, pertumbuhan ekosistem mobile broadband dan dampak produktivitas pada industri.
Namun sebelum menggelar layanan LTE, GSMA meminta NCC untuk membantu transfer antara teknologi dengan menggunakan spektrum tertentu guna mengubah kondisi lisensi. Saat ini, operator perlu menutupi 70 persen dari wilayah lisensi untuk kemudian diizinkan untuk beralih ke LTE. Beberapa operator diketahui sedang berusaha untuk mendapatkan lisensi untuk beroperasi LTE. Disisi lain, NCC memperkirakan bahwa layanan LTE sepenuhnya baru bisa dinikmati oleh warga Taiwan pada 2017 saat roll-out teknologi ini mampu meng-cover seluruh wilayah negara kepulauan itu.
No comments:
Post a Comment