Monday, June 7, 2010

Mimpi Emirsyah Satar Terbangkan Garuda Lebih Tinggi


Tak berlebihan jika kinerja Garuda Indonesia yang semakin membaik, tak lepas dari tangan dingin Emirysah Satar. Faktanya, laba bersih Garuda terus melejit. Tahun 2008, dibukukan laba bersih Rp 669,47 miliar, naik sekitar 11 kali lipat dibanding tahun 2007 sebesar Rp 60,18 miliar. Padahal, tahun 2006 Garuda merugi Rp 197,07 miliar dan 2005 merugi Rp 688,56 miliar. Padahal selama bertahun-tahun Garuda dipersepsikan sebagai BUMN yang terus merugi.

Bagaimana Emirsyah membalikkan posisi Garuda yang sebelumnya kadung identik dengan rapor yang selalu merah.

Jawabnya adalah transformasi yang dinamai Garuda Experience! Transformasi yang dilakukan Emir tak sekadar memoles laporan keuangan, atau mendatangkan pesawat berteknologi mutakhir. Garuda juga berupaya memperbaiki pelayanan.

Namun, perubahan itu tak terjadi dalam semalam. ”Pertama, tiap masalah diidentifikasi dan didiagnosis. Lantas, diterapkan strategi untuk perbaikan,” kata Emir, yang memimpin Garuda sejak tahun 2005.

Setelah didiagnosis, 85 persen rute Garuda merugi. Rute Jakarta-Pontianak, contohnya, langsung ditutup meskipun Garuda punya kantor megah di Pontianak.

Sepuluh pesawat B-737 sewaan langsung dipulangkan untuk menekan biaya operasional. Garuda mulai fokus pada rute ”gemuk”. Pendekatan keuangan makin menjadi landasan operasionalnya.

Tonggak perubahan Garuda pun ditetapkan. Tahun 2006 dicanangkan untuk konsolidasi, 2007 sebagai tahun rehabilitasi, 2008 dan 2009 adalah tahun turnaround. Diharapkan, tahun 2010 dan seterusnya Garuda dapat berkompetisi, bahkan dengan maskapai regional.

”Garuda itu organisasi besar, maka sejak awal kerja tiap ’rantai’ juga dipertegas. Batas waktu tiap pekerjaan dipertegas. Tujuannya agar tiap janji yang diberikan tiap unit ditepati, misalnya untuk on-time performance,” ujarnya.

Di Garuda, perubahan diinternalisasi dengan nilai-nilai perusahaan yang disingkat FLY HI, yakni efficient & efffective, loyalty, customer centricity, honesty & openness, serta integrity.

Key performance indicators (KPI) diterapkan untuk mengikat tiap orang dengan target perubahan. Garuda di tangan Emir tak pernah memutus hubungan kerja ribuan pekerja. Tiap pekerja dipacu mencapai target maksimal dengan implementasi balance score card pada tahun 2008.

Sekadar contoh, ditetapkan 23 aspek penilaian KPI Garuda. Bobot tertinggi adalah tingkat insiden (12,5 persen), lalu kepuasan pelanggan (7,5 persen), ketepatan waktu (7,5 persen), komitmen pengembangan sumber daya manusia (7 persen).

Baru kemudian utilisasi armada pesawat (5 persen), profit margin (4,5 persen), laba usaha (4 persen), komitmen pengembangan kepemimpinan (4 persen), pengelolaan utang (3 persen), hingga pendapatan (3 persen).

”Dengan bantuan KPI, didapat 20 persen pegawai berkinerja terbaik dan 20 persen terburuk. Pegawai yang baik diberi bonus besar untuk memotivasi mereka, sedangkan yang terburuk tidak mendapat bonus,” katanya.

Begitu bonus dibagikan, seorang general manager (GM) Garuda di Jepang menelepon. Dia mempertanyakan transfer uang dalam jumlah besar ke rekeningnya. ”GM itu tak percaya bonusnya begitu besar. Dia takut ada salah transfer,” kata Emir sambil tertawa.

Metode lain Emir adalah setiap tiga bulan turun langsung ke cabang-cabang mendengar aspirasi dan keluhan pekerja. Pertemuan tak hanya dengan manajer, tetapi semua pekerja. Tak selalu ada jawaban, tetapi manajemen akan menindaklanjuti. Manajemen pun tahu permasalahan dan usul dari pekerja level terbawah.

Awalnya, selalu ada jarak antara manajemen puncak dan pekerja dalam tiap pertemuan. Namun, kian lama pekerja tak merasa takut, manajer puncak juga tak jengah saat ada keluhan dan kecaman terlontar dalam pertemuan. ”Komentar apa pun tak menjadi masalah kalau manajer dan pekerja sama-sama profesional, tak perlu ada sakit hati,” katanya.

Bintang lima


Tahun 2014 Garuda berharap terbang ”lebih tinggi”. ”Kami ingin menjadi maskapai bintang lima,” kata Emir. Skytrax pada 2008 meningkatkan standar Garuda, dari bintang 3 ke bintang 3 plus. Tahun ini Garuda menyabet predikat maskapai bintang 4. Mengambil contoh, di tingkat bintang 5 ada Singapore Airlines.

Garuda juga berupaya keras agar diakui dunia penerbangan internasional. Di antaranya dengan berusaha meraih sertifikat keselamatan bertaraf internasional dari International Air Transport Association (IATA) Operational Safety Audit (IOSA).

IOSA merupakan pengakuan yang serius. Agar lulus audit IATA, Garuda menjalani pemeriksaan selama sembilan bulan, mencakup 600-700 komponen penilaian. Garuda menjadi maskapai pertama Indonesia yang lulus audit IATA itu.

Garuda juga berharap ”bahan bakar” lebih baik dari penawaran saham perdana kepada publik (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Targetnya, realisasi pada 2010 ini, meskipun rencana IPO itu sebenarnya meleset dari jadwal tahun 2009 karena krisis keuangan global.

Dengan dana dari bursa, Garuda akan berekspansi menjadi maskapai penghubung dari regional satu ke regional lain. Tahun 2010 Garuda terbang ke Belanda dan lima tahun mendatang akan diterbangi pula rute Jakarta-London dan Jakarta-Paris.

Bagaimana mencapai mimpi itu? ”Konsistensi terhadap sistem yang sudah dibangun. Siapa pun pemimpin Garuda, hendaknya setia dengan sistem itu,” tegas Emir.

No comments: