Monday, October 24, 2011

Kisah Panasonic (2), “Lompatan Yamashita”


Selain Konosuke Matsushita, kesuksesan Panasonic tidak lepas dari tangan dingin Toshiko Yamashita, sang penerus yang berasal dari kalangan profesional.

Kurun 1960-1970-an, Kondisi Panasonic sesungguhnya tidak menggembirakan. Keadaan itu memaksa Konosuke mengambil keputusan drastis, meski bertentangan dengan tradisi.


Pada Februari 1977, pendiri Panasonic itu menunjuk Toshiko Yamashita, seorang anggota muda dewan perusahaan sebagai Presiden. Di Jepang, negeri yang mengagungkan senioritas, menaikkan direktur muda ke jabatan setinggi itu benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Dan tentu saja, sangat kontroversial.

Keputusan yang oleh media Jepang disebut sebagai “Lompatan Yamashita” (seperti lompatan seorang atlet senam Jepang yang meraih medali emas Olimpiade) itu, pada awalnya menimbulkan keraguan, bukan hanya publik, karyawan dan stakeholder lainnya, namun juga pada diri yang bersangkutan. Namun seiring dengan tantangan dan kepercayaan yang diberikan Konosuke, Yamashita menerima tantangan tersebut dan membuktikannya dengan prestasi gemilang.

Keberaniannya mengambil keputusan penting, dibarengi dengan inovasi-inovasi membuat Yamashita yang lahir pada Juli 1919 di Nishidoa, jantung kota Osaka, menjelma menjadi pemimpin yang disegani. Salah satu langkah berani yang ditempuh Yamashita adalah keputusan menyangkut pengembangan VCR (video cassette recorder) pada pertengahan 1976.

Seperti kita ketahui, tahun itu adalah puncak perseteruan dua kubu, yakni VHS dari Panasonic dan Betamax dari Sony. Kedua sistem ini berkompetisi keras dan saling menjatuhkan. Setelah pasar domestik, keduanya melirik peluang di belahan dunia lain, terutama AS. Baik VHS maupun Betamax menilai pasar AS bukan sekedar gemuk tapi sangat strategis. Sebagai pusat industri entertaiment, siapa menguasai AS, berpeluang menguasai pasar global. Tak heran sistem yang akan mendominasi AS, berarti juga menguasai pasar dunia yang bernilai milyaran dollar.

Saat itu, Zenith perusahaan elektronik AS, telah menggandeng Betamax. Jika Panasonic tidak segera menggandeng RCA yang merupakan pesaing Zenith, maka pasar AS akan lenyap. Dengan demikian, tidak berlebihan jika Yamashita bilang, masa depan Matsushita ada di VCR.

Namun bagaimana cara mengatasi Betamax? Yamashita berpikir keras. Tak dapat dibantah, dalam hal pengembangan produk, Sony berada di depan Panasonic. VCR besutan Sony memiliki kapasitas perekaman hingga dua jam. Wajar jika Zenith memilihnya karena merupakan waktu terlama saat itu. Sayangnya, di Matsushita, saat itu prototipe produk sejenis dengan durasi rekam yang sama belum siap diproduksi. Untuk bisa berhasil di pasar AS sekaligus mengungguli Betamax, sebuah produk VCR harus mampu merekam olahraga yang panjang, seperti pertandingan football NFL yang merupakan olahraga favorit warga Paman Sam.

Yamashita pun melakukan perundingan dengan RCA dan tahu bahwa mereka menginginkan mesin yang merekam lebih lama dibandingkan Betamax. Umpan itu langsung ditangkap oleh Yamashita. Tanpa berpikir panjang, ia bilang “Matshusita dapat memasok Anda dengan VCR empat jam”.

Dan, hasilnya adalah penandatangan kontrak dua perusahaan untuk mengirimkannya. Namun diakui oleh Yamashita, keputusan itu adalah langkah spekulasi yang terburu-buru, karena pihaknya belum memproduksi VCR dua jam bahkan blueprint untuk empat jam pun belum punya.

Tentu saja, kondisi ini menjadi polemik di tubuh manajemen Panasonic. Disinilah kepemimpinan yamashita diuji. Dengan gamblang ia menerangkan situasi itu kepada para eksekutif senior. Yamashita menjelaskan bahwa tindakannya memang berbahaya. “Tapi saya ingin menyerbunya. Apabila kita menyerah, maka berakhir pula Matsushita dengan VCR-nya. Meskipun resikonya sangat besar, tetapi kita punya kesempatan yang bagus untuk sukses. Ini merupakan sesuatu yang sangat sulit, tapi saya ingin agar Anda membuat mesin itu”, ungkap Yamashita dalam memoarnya di buku “Gaya Panasonic”.

Pasca keputusan itu, pada akhirnya divisi VCR menjadi neraka hidup. Nasib Matsuhita dipertaruhkan sehingga seluruh energi perusahaan dimobilisasi agar proyek itu dapat terwujud. Para karyawan kunci dari divisi-divisi lain, laboratorium riset dan perusahaan-perusahaan lain yang berafiliasi turut membantu. Bak kisah Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso, para karyawan fokus untuk menghasilkan produk sesuai dengan pesanan sesuai tenggat yang telah ditetapkan. Mereka makan, minum dan tidur hanya empat jam untuk VCR.

Hasilnya, secara ajaib, Matsushita dapat memenuhi batas kontrak. Dan yang paling penting, spekulasi tersebut mendatangkan keuntungan yang lebih besar, yakni kalahnya Sony Betamax dan bagian pasar VCR yang langsung menggelembung bagi Matsushita. Inilah blessing in disguise yang pada akhirnya semakin memantapkan posisi Panasonic sebagai kampiun elektronik global.

Sembilan tahun kepemimpinan Yamashita di Matsushita ditandai dengan sejumlah milestone penting. Tak hanya reorganisasi yang sempurna, namun juga revitalisasi perusahaan dan pengembangan korporasi yang sukses ke berbagai bidang baru, baik di Jepang maupun manca negara.

Tak berlebihan jika menyebut Panasonic identik dengan Konosuke Matsushita dan Toshihiko Yamashita. Keduanya memiliki gaya kepemimpinan yang nyaris sama. Tidak takut membuat keputusan, dan mungkin yang lebih penting - cepat mengakui dan mengoreksi kesalahan.

No comments: