Tuesday, March 8, 2011

Menebak Peruntungan Astra di 2011


Setahun sudah Prijono D. Sugiarto menjadi nahkoda PT Astra Internasional. Tak ada yang meragukan kapasitas pria kelahiran Jakarta, 20 Juni 1960 ini, saat ditunjuk menggantikan Michael D. Ruslim, CEO kharismatis yang mendadak wafat karena sakit.

Faktanya, Prijono yang mulai menjabat sebagai CEO sejak 1 Maret 2010, sukses membuat kinerja Astra semakin berkilau. Sepanjang 2010, grup perusahaan yang sudah menjadi ikon dunia bisnis di Indonesia ini, mencatat rekor laba dan aktiva bersih per lembar saham yang tertinggi selama ini.

Tercatat pendapatan bersih yang ditorehkan Astra mencapai Rp 130 triliun atau naik 32% dibanding 2009 yang sebesar Rp 98,526 triliun. Sementara laba usaha naik 15% menjadi 14,7 triliun di 2010.

Dengan demikian laba bersih perseroan sepanjang tahun 2010 mencapai Rp 14,366 triliun atau meningkat sebesar 43% dari tahun sebelumnya senilai Rp 10,040 triliun. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Astra. Alhasil, laba bersih per saham juga melonjak hingga 43% menjadi Rp 3.549 dari tahun sebelumnya Rp 2.480.

Dengan pencapaian tersebut, Prijono optimis bisnis Grup Astra pada 2011 semakin meningkat. Optimisme itu didasari oleh iklim bisnis pada tahun kelinci ini yang akan tetap menggembirakan, sehingga pertumbuhan laba diharapkan tetap prospektif bagi dunia bisnis.

Indikasinya, selain kondisi politik dan keamanan yang relatif kondusif, 2011 akan tercatat dalam tonggak sejarah pemasaran. Pasalnya, perilaku konsumen akan berubah drastis menjadi lebih konsumtif baik karena didorong oleh semakin meningkatnya kesejahteraan, karena GDP per kapita Indonesia akan mencapai USD 3000.

Dengan penghasilan rata-rata USD 3000 itu, psikografis konsumen mulai berubah. Untuk menunjang gaya hidup misalnya, tren konsumsi terhadap produk kelas menengah atas mulai melonjak, meski masih tetap dalam batas yang affordable.

Alhasil, minat masyarakat kelas menengah atas, diprediksi tak pernah surut untuk membeli mobil baru, meski dibayangi pembatasan BBM dan pengenaan pajak progresif. Tahun lalu saja penjualan mobil sudah menembus rekor, yakni 765 ribu unit, melampaui rekor sebelumnya yakni 608 ribu unit pada 2009.

Dengan trend tersebut, tentu saja sebagai market leader di industri otomotif, Astra akan terus menikmati pertumbuhan. Apalagi, sejauh ini, kontribusi anak-anak usaha di sektor otomotif terhadap laba perseroan masih tinggi, yakni hampir 50%.

Catur Dharma dan 3W

Terlepas dari kondisi makro ekonomi yang semakin membaik, Astra yang sudah berusia lima dekade, tak sepenuhnya menyandarkan peruntungan pada kondisi diluar perusahaan. Sebagai bagian dari aset nasional, kemampuan Astra untuk tetap bertahan dan sekaligus tumbuh, baik dalam kondisi ekonomi stabil maupun saat turbulence, justru terletak pada fleksibilitas lini-lini usahanya. Fleksibilitas itu, didukung kemampuan berinvestasi pada saat yang tepat.

Karenanya, pada setiap masa, terlihat sekali kemampuan para direksi Astra membawa setiap lini bisnis yang dipimpinnya, mampu melewati setiap rintangan sekaligus meraih pertumbuhan.

Tengok saja, saat Astra dipimpin oleh Micahel D. Ruslim, kinerja Astra saat itu dibayangi oleh hantaman resesi ekonomi global yang merebak di akhir 2008. Namun dengan berpegang teguh pada falsafah Catur Dharma dan 3 winning (winning concept, winning system dan winning team), Astra mampu keluar dari kemelut. Michael bahkan mewariskan kinerja yang memuaskan karena mampu menghantarkan Astra mencapai pertumbuhan terbaik, yakni pencapai laba bersih lebih dari Rp 10 trilyun, sebelum rekor itu kembali dipecahkan oleh Prijono.

Dengan strategi 3 winning dan kinerja yang dihasilkan, tak pelak Astra adalah salah satu perusahaan favorit non PMA dan non BUMN yang ada di Indonesia. Tak salah jika Astra sudah menjadi kebanggan Indonesia.

No comments: