Wednesday, January 12, 2011
Dari Safety Riding Hingga Kemacetan Lalu Lintas
Bisa jadi Indonesia adalah penyumbang angka kecelakaan tertinggi di dunia. Tengok saja data yang dilansir oleh pihak kepolisian RI. Hampir 10.000 orang meninggal dunia sepanjang tahun lalu. Angka tersebut, ternyata lebih rendah dibandingkan 2009 yang menembus 19.000 orang.
Meski terjadi penurunan, besarnya angka korban yang mencapai ribuan, tetap saja dinilai gila-gilaan. Sepertinya, otoritas terkait dan juga masyarakat, perlu lebih bekerja ekstra keras dan saling bahu-membahu menekan angka kecelakaan, jika perlu hingga zero accident.
Itulah salah satu pandangan yang mengemuka, saat digelarnya Diskusi dan Peluncuran Buku: Hiruk Pikuk Bersepeda Motor, karya rekan saya Edo Rusyanto. Diskusi ini menghadirkan Bambang Susantono (Wakil Menteri Perhubungan), Hiramsyah Thaib (CEO Bakrieland Development), Paulus Firmanto (GM Yamaha Motor Kencana Indonesia) dan Sigit Kumala(GM Pemasaran Astra Honda Motor). Kebetulan saya sendiri didaulat untuk memandu diskusi yang berlangsung di Marketing Gallery Rasuna Epicentrum, Kuningan (12/1).
Selain tema yang menggelitik, diskusi ini bisa menghadirkan para stake holder dari beragam kepentingan, termasuk pemerintah. Tak pelak, para penggiat keselamatan jalan dan transportasi yang hadir seperti Road Safety Indonesia (RSA), Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Institut Studi Transportasi (Instran), dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), pun semakin bersemangat. Begitu pun dengan para profesional, komunitas/klub pemotor, mahasiswa, jurnalis, dan blogger.
Memang dalam lima tahun terakhir, seiring dengan ledakan penjualan sepeda motor, hantu kecelakaan ternyata semakin meninggi. Fakta juga menunjukkan, 70% kecelakaan lalu lintas tersebut ternyata melibatkan kendaraan roda dua itu. Ironisnya, pemerintah sepertinya belum bisa berbuat banyak dalam upaya menekan angka kecelakaan. Alih-alih membangun sistem transportasi masal sebagai solusi agar pengguna sepeda motor mau beralih, pemerintah tampaknya lebih suka membangun jalan tol untuk kepentingan mobil pribadi.
Tentu saja para ATPM tidak mau disalahkan dalam kondisi. Sigit dan Paulus sepakat, persoalan safety riding bukan tanggung jawab ATPM semata, harus terus dikampanyekan lewat sinergi dengan banyak pihak. Dengan semakin banyaknya unsur yang peduli akan keselamatan berkendara, termasuk LSM dan komunitas, diharapkan virus ini bisa menular ke masyarakat.
Selain safety riding, persoalan lain yang tak kalah seru dibahas adalah soal klasik, yakni kemacetan yang semakin mendera kota-kota besar, terutama Jakarta. Bambang Susantono bilang, kemacetan merupakan fenomena yang terjadi di semua kota-kota besar dunia, tak terkecuali Jakarta. "Tokyo dan New York saja tetap macet, terutama di jam-jam sibuk", ujar Bambang. Karenanya, tantangan yang harus dihadapi bukan sekedar mengurangi kemacetan, namun terpenting adalah mengelola lalu lintas sebagai sumber kemacetan itu, tandas Bambang.
Bambang menyebutkan, bagaimana pun, program transportasi masal akan terus diusahakan oleh pemerintah karena itu adalah hak warga negara. Selain MRT dan subway, pihaknya saat ini sedang mematangkan program KA Bandara yang terhubung ke tengah kota.
Bagaimana dengan peran pengembang? Hiramsyah mencontohkan, berbagai mega proyek milik Bakrieland telah menerapkan pembangunan yang berorientasi pada tata ruang yang bisa membantu mengurai kemacetan lalu lintas. Seperti Rasuna Epicentrum, kawasan terintegrasi yang mengedepankan aksesibilitas dan konektifitas, tak hanya bagi penghuninya namun juga masyarakat luas. "Dengan bertumpu pada tata ruang, pengembang tak hanya memikirkan keuntungan semata. Kemudahan akses dan keterhubungan point to point, justru dapat menjadi nilai lebih suatu proyek", ujar Hiramsyah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment